Bismillah
Terima kasih sudah mampir! Selamat membaca yaaaaaa!
Gelak tawa anak lelaki berumur enam tahun menggema di sekitaran taman kampus, "Jio, jangan lari-lari!" sedari tadi kalimat yang sama, suara yang sama terus memekakan telinga, tapi anak lelaki itu masih tetap tidak mengindahkan peringatan yang sudah berpuluh-puluh kali di ucap.
"Felix, jangan ajak Jio lari-lari, nanti dia jatuh malah kita yang di marahin Pak Rektor!" gadis yang duduk di sebelahku, terus mendumel, memperingati Felix serta anak itu secara bergantian.
"Rena lebay banget deh!" cibir Felix, dia ikut duduk di ujung bagian gazebo sembari mengelap keringat yang bertengger di pelipisnya, "Jio sini dulu!" sang puan di sebelah kananku ikut berteriak.
"Nih, minum." ucap Delia sembari berjongkok menyamakan tingginya dengan anak lelaki itu, "Dah Jio! bang Felix pergi dulu! Ukhti-ukhti duluan yaaa!" pamit Felix selepas itu punggungnya kian menjauh tertelan jarak.
Aku hanya diam, menatap anak lelaki itu. Namanya Jio, kulitnya putih bersih, giginya begitu rapi, badannya pun terlihat berisi. Sangat menggemaskan, terlebih potongan rambut seperti mangkok menjadi model potongan rambut hitam pekat miliknya.
"Sebentar lagi kelas Kak Jeffrey nih, siapa yang mau anterin Jio ke Pak Rektor?" ku lihat ketiga temanku langsung menggeleng, hanya aku dan wanita si penanya tadi yang terdiam.
"Kamu aja." tunjuk Alya, sontak Atirah menggeleng keras. Mereka satu persatu mulai menatapku, aku yang sudah mengerti apa yang mereka mau hanya dapat mengangguk pasrah, " Anterin cepet, sepuluh menit lagi Kak Jeffrey masuk kelas." titah Alya.
"Ayo sama Kak Kiya." aku mengulurkan tangan, mengajak Jio untuk ikut denganku, tetapi anak itu hanya diam di tempatnya sembari menatapku dengan takut, "Kenapa? Jio takut sama Kakak ya?" anak itu tampak mengangguk pelan.
"Kakak orang baik kok, kalo ada apa-apa, Jio bisa teriak minta pertolongan sama orang-orang sekitar."
"Jio takut kakak bawa bom." ucapnya dengan begitu polos. Aku sudah tau alasan Jio takut denganku, dan perkataannya sama sekali tidak menyinggung ataupun membuatku merasa sakit hati. Jio hanya anak kecil, yang selalu percaya dengan setiap kata tanpa mengulik sebuah fakta. Polos sekali.
"Kakak tinggalin tas kakak disini, okey? Yuk!" Jio akhirnya memegang tanganku dengan ragu.
Aku hanya tersenyum gemas mengenggam jari telunjuk Jio yang ia sodorkan padaku. Selama berjalan ke ruang Rektor aku terus mengajak Jio berbincang, membantunya untuk menepis persepsi polos khas anak kecil bahwa wanita bercadar itu teroris. Semakin lama ia tampaknya semakin nyaman dan tak segan lagi denganku.
Kami mengetuk pelan pintu kaca ruangan milik Pak Rektor, "Ayah!" teriaknya ketika wajah sang Ayah menyambutnya dengan senyuman.
"Kakaknya dimana?" tanya Pak Rektor itu padaku, "Maaf saya kurang tau, Pak. Tiba-tiba sekali Kak Jeffrey menitip Jio ke kami—maksud saya, ke saya dan juga teman-teman saya." maaf aku begitu gugup, karena ini pertama kalinya aku berbicara langsung dengan petinggi kampus.
"Kamu, Azkiya Qotrunnada bukan?" aku terkejut, padahal aku tidak setenar itu sampai-sampai Pak Rektor mengetahui namaku, "I—iya, Pak." Lelaki paruh baya itu kembali mengulas senyum.
"Senang bisa bertemu kamu, Azkiya. Dan...terima kasih sudah antar Jio sampai kesini." aku hanya mengangguk, kemudian melangkah keluar dari ruangan itu.
Aku melirik arloji coklat yang melingkar di pergelangan tanganku—aku sudah telat!! Aku berjalan dengan begitu cepat, sempat berpikir dua kali sebelum melangkah memasuki kelas. Untungnya tasku sudah di bawa oleh teman-temanku, membuatku tidak perlu lagi kembali ke gazebo tadi.
Aku mengetuk pelan pintu hitam itu, tampaknya suara ketukan dariku mampu mencuri atensi seluruh manusia di penjuru kelas, termasuk Kak Jeffrey tentunya. Aku sangat takut akan dimarahi Kak Jeffrey, tetapi lelaki itu hanya diam, kemudian mengintrupsiku untuk duduk lewat anggukan darinya. Teman-temanku pasti sudah memberi alasan mengapa aku bisa telat hingga hari ini aku merasa sangat beruntung tidak di marahi Kak Jeffrey kali ini.
Aku berjalan mendekati bangku paling belakang. Memang, di saat kelas nya Kak Jeffrey akan di mulai, semua orang berbondong-bondong memilih bangku paling depan. Tentu saja ingin melihat wajah tampan Kak Jeffrey dengan begitu dekat, terbukti duduk di bangku paling belakang membuatku bisa melihat seluruh manusia di depanku.
"Sttt, Atirah jaga mata!" ucap Delia yang duduk di depanku, ia beberapa kali memperingati Atirah yang sedari tadi terus menatap Kak Jeffrey sembari tersenyum. Delia tampaknya cemburu, karena sering aku dengar bahwa perempuan itu punya hubungan dekat dengan Kak Jeffrey.
Saat kelas selesai, aku dan juga teman-temanku segera beranjak keluar kelas. Mereka semua tampak membicarakan Kak Jeffrey seusai kelas. Aku yang jarang memandang wajah Kak Jeffrey dalam waktu yang lama seringkali penasaran dengan wajah tampan miliknya yang selalu menjadi buah bibir para wanita di penjuru kampus.
"Azkiya!"
Saat tengah menyusuri koridor, aku mendengar suara berat dan dalam yang memanggil namaku, tidak hanya aku yang menoleh, ke empat temanku juga ikut terpaku.
"Saya mau bicara sebentar sama Azkiya." ucapnya, membuat ke empat teman ku kembali berjalan menjauh dari kami berdua.
"Kenapa, Kak?" sejujurnya aku begitu gugup, aku jarang sekali berhadapan dengan laki-laki. Pandangan ku jatuh menatap sepatu hitam nan licin miliknya.
"Azkiya?" aku mengangkat kepala ku sejenak, "ya?" aku menatap mata coklat miliknya sekilas. Ia juga tak kalah gugup, menggaruk tengkuk serta meremat kertas yang berada di tangan kanannya.
"Ayo kita kenalan." pungkasnya dengan cepat.
"B—bukannya kita udah saling kenal?"
"Azkiya, saya mau mengenal kamu dengan cara yang Allah mau. Jika kamu berkenan, kamu bisa balas proposal ini dengan proposal milik kamu. Saya permisi." ujarnya seraya menyerahkan lembaran proposal yang tadi ia remat.
Aku mencerna kata-katanya, kemudian pandanganku jatuh menatap sampul proposal yang tadi ia serahkan.
CV & Proposal Ta'aruf
Jeffrey Adhyaksa GentamaAku menutup mulut tak percaya, aku bahkan tidak pernah berinteraksi dengannya, lantas mengapa tiba-tiba ia melakukan ini?
_____________________
Haii gimana kabarnya? aku bawain cerita lagi nihh, semoga kalian sukaa!
Jangan lupa vomment-nya!mau baca gak kira-kira?
°coffeura, 13 januari 2021.
note :
Akan di revisi setelah selesai.Sebelum beranjak jauh, mungkin ada hal yang akan saya sampaikan. Sebagai penulis cerita ini, saya ingin menegaskan bahwasannya mekanisme ta'aruf yang terjadi di sini kurang tepat, sebab proses ta'aruf itu sangat/akan lebih baik membutuhkan perantara untuk meminimalisir interaksi antara perempuan dan laki-laki. Maka dari itu, saya akan mengubah sedikit banyak hal yang kurang tepat di cerita ini setelah cerita ini selesai. Terima kasih untuk pengertiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lecturer
RomanceAjuan proposal ta'aruf dari Jeffrey Adhyaksa Gentama siang itu berhasil membuat Azkiya diam tak berkutik. Bagaimana tidak? gadis penghujung belasan tahun itu tak pernah menyangka bahwa sang dosen yang sama sekali tak pernah bersua padanya, mengingin...