35

11.8K 1K 60
                                    

Kiya mengesap sisa-sisa coklat di tiap jarinya seraya tersenyum puas tatkala menghabiskan donat terakhir yang ada pada kotak di atas pangkuannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kiya mengesap sisa-sisa coklat di tiap jarinya seraya tersenyum puas tatkala menghabiskan donat terakhir yang ada pada kotak di atas pangkuannya.

Jeffrey yang ada di sampingnya melirik singkat, ia tersenyum lalu menggelengkan kepalanya tak habis pikir betapa rakusnya Kiya, tanpa merasa tak enak hati pula sebab makan dengan lahap secara terang-terangan didepannya yang sedang berpuasa.

Sewaktu di kampus, ia cukup jengkel pada Kiya yang tak henti-hentinya menagih janji, sepanjang jalan sesaat perkuliahan usai, Kiya masih saja merengek. Namun, kini keinginannya terpenuhi hingga rengekan tadi berganti sunyi.

Tangan kiri Jeffrey meraih perut Kiya, sembari menghadap jalanan, ia mengusap singkat, "Si Bunda habis makan donat dua lusin jadi anteng ya, Dek..." Jeffrey tertawa pelan.

"Makasih ya, Ayah..."  ucap Kiya, masih dengan senyumnya yang lebar, ia mencubit pelan pipi Jeffrey.

Jeffrey selayak salah tingkah akan panggilan  Kiya padanya. Begitu terdengar manis ketika di sapa layaknya seperti itu, menahan senyum agar tak terlampau lebar, dan lagi menahan diri untuk tidak  mengecup Kiya berkali-kali saat ini

"Mas Jeff mau buka puasa pake apa nanti? biar Kiya masakin," tanya Kiya membuat Jeffrey berpikir sejenak lalu mendelik jahil pada Kiya.

"Pake kamu aja boleh nggak?" Kiya tak segan menepuk paha Jeffrey, lalu memprotes, "ih Kiya nanya serius!"

Jeffrey tertawa tatkala melihat Kiya yang bersungut, ingin sekali rasanya melaju mobil dengan cepat agar bisa memeluk Kiya yang begitu menggemaskan hari ini. Perubahan sikap Kiya benar-benar terlihat, dan Jeffrey menyukai itu. Terlebih dengan sikap manjanya yang begitu padan dengan umurnya yang muda.











Setelah melewati hari-hari yang suram, kini Jeffrey maupun Kiya kembali seperti semula, tengah kasmaran layaknya anak muda.

Memang, manis-pahit acap kali di rasa tiap pasangan dalam berumah tangga. Masalah yang di temui seolah tak dapat di tebak dari jauh hari, selesai sehari ataupun tak kunjung usai, hanya dua kepala didalamnya yang mau tak mau sejalan itu yang menjadi penentu akan cara menghadapi.

Dahulu keduanya tak saling kenal, nyaris bahkan tak saling menyapa. Wajar apabila sulit menyatukan isi kepala dengan seksama dalam kurun bersama yang tak lama.

Bergandengan melampaui puluhan langkah di taman tugu bambu malam itu perlahan terlepas sepihak, langkah juga sontak terhenti.

"Jalan duluan, sayang," pinta Jeffrey, Kiya sempat mengernyit lalu kembali melangkah maju.

Jeffrey masih berada di tempat, tak bergerak memperhatikan Kiya. Ia ingin memastikan perkataan ayahnya saat dulu sebelum ia menikah, bahwa jika ia mulai lelah akan suatu hubungan maka ia perlu mengingat kembali saat dulu sebelum ia mendapatkan apa yang sudah ia dapatkan. Jeffrey tak sedang lelah maupun bosan, ia hanya memastikan.

LecturerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang