Ajuan proposal ta'aruf dari Jeffrey Adhyaksa Gentama siang itu berhasil membuat Azkiya diam tak berkutik. Bagaimana tidak? gadis penghujung belasan tahun itu tak pernah menyangka bahwa sang dosen yang sama sekali tak pernah bersua padanya, mengingin...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
jangan lupa feedback-nya<33
Pukul sepuluh malam Jeffrey menginjakkan kaki dirumahnya, keadaan sekitar nampak gelap dan sunyi seperti tak ditinggali. Matanya berpendar setelah menghidupkan lampu yang semula padam, "Azkiya?" panggilnya saat melangkah masuk.
Langkah Jeffrey perlahan mengayun mengarungi rumah, sesekali menghidupkan saklar lampu untuk menemani langkah. Cemas mulai menjalar tatkala ia tak menemukan siapapun disana, ini sudah jam sepuluh malam, jadwal kegiatan Kiya seharusnya sudah selesai disore tadi, lantas kemana gadis itu pergi?
Jeffrey mulai kalut, ia segera merogoh ponsel yang berada didalam ranselnya. Mengharap ada secercah pesan singkat yang Kiya tinggalkan untuk mengabarinya, namun nihil. Tak ada satupun kabar atau riwayat panggilan masuk dari gadis itu.
Jeffrey segera menekan kontak Kiya untuk ia hubungi, menunggu lama bahkan nyaris tak terjawab, hingga denting akhir sambutan dari suara parau samar membisiki telinganya.
"Assalamualaikum,"
"Kamu dimana, Azkiya?" tanya Jeffrey dingin.
"... dirumah Bapak," jawab Kiya dengan pelan. Jeffrey menarik napasnya dengan dalam, "saya kesana sekarang." ucap Jeffrey lalu bergegas keluar rumah.
Rahang Jeffrey mengeras, jemarinya memutih tatkala tangannya mengerat pada stir mobil. Jeffrey tak bohong bahwa ia merasa marah, tubuhnya saat ini benar-benar lelah membuat otaknya sedang buntu menyelesaikan masalah.
Kembali berpikir apakah perkataanya siang tadi begitu keras pada Kiya, hingga gadis itu memilih untuk kabur dan menjauh dari dirinya. Jeffrey tak tau, baginya tak ada yang dibenarkan dari sikap Kiya. Terlalu kekanakan baginya.
Walaupun belum tau pasti apakah gadis itu memang berencana pergi dari rumahnya atau hanya sekedar mengunjungi rumah Ibu dan Bapak? Jeffrey rasa, jika berkunjung tak akan selarut ini.
Tiba dirumah Bapak, Jeffrey segera turun dan mengabari Kiya bahwa ia sudah didepan rumah, berniat tak mengetuk pintu karena takut membuat orang-orang rumah yang sudah terlelap terganggu.
Selang dua menit, Kiya membukakan pintu untuk Jeffrey, lelaki itu tengah berdiri tegap membelakanginya, masih mengenakan kemeja putih yang nampak lebih kusut daripada siang tadi.
Melihat bagaimana urat tangan yang timbul sebab kuat genggaman lelaki itu pada ponsel yang berada ditangannya membuat lidah Kiya kelu seketika.
"Mas..." panggil Kiya nyaris tak terdengar, lelaki itu menoleh membuat Kiya semakin membisu dibuatnya.
"Bapak sama Ibu dimana?" tanyanya dengan segera, "udah tidur," jawab Kiya.
Hembusan napas kasar dari Jeffrey membuat Kiya menunduk diam, "Pulang." ucap Jeffrey, terdengar seperti titah mutlak tanpa bantahan.