Isakan kecil sayup-sayup terdengar dipenghujung malam, membuat Jeffrey mau tak mau mengerjap enggan. Matanya perlahan terbuka disambut punggung kecil milik Kiya yang sedang duduk lesu di ujung kamar dengan bergetar.
Gadis itu menangis kecil dalam doanya yang tengah menelisik dalam, meruntuhkan pertahanan kuat yang pasti hancur tenggelam disuasana sunyi ketika berkhalwat dengan sang pencipta.
Mata Jeffrey perlahan ikut memanas, punggung Kiya mulai buram di penglihatanya, isak tangis Kiya yang jarang Jeffrey dengar berhasil membuat dadanya sesak, tubuh lemahnya ingin Jeffrey rengkuh dengan erat. Ia tak henti merutuki kebodohannya dan juga semua hal yang telah dilakukan keluarganya ini pada Kiya. Jeffrey benar-benar merasa bersalah.
Jeffrey kembali terpejam tatkala merasa Kiya menoleh ke arahnya, gadis itu melipat sajadahlalu beringsut membangunkan Jeffrey.
"Mas..." panggil Kiya dengan lembut, suaranya terdengar parau sehabis menangis, "bangun yuk, tahajjud," ucapnya lagi, Jeffrey kembali membuka mata, disambut senyum hangat yang terpatri pada wajah sembab milik sang istri, mata gadis itu bengkak seolah sudah menangis semalaman.
"Jam berapa ini?" tanya Jeffrey.
"Jam setengah empat, yuk bangun...." Jeffrey mengangguk lalu bangkit mengambil wudhu.
Sembari menunggu, Kiya menyiapkan baju dan menggelar sajadah untuk Jeffrey. Ia menghela napas lalu mencoba tersenyum kecil, perasaannya belum sepenuhnya tenang.
"Tungguin Mas sholat ya, jangan lanjut tidur dulu," ucap Jeffrey sembari mengenakan sarung, Kiya hanya mengangguk lalu memandang Jeffrey dari belakang yang sudah siap memulai sholat.
Ia duduk melantai, menyandarkan punggung pada kaki ranjang, memeluk kakinya erat sembari menunggu Jeffrey selesai menunaikan sholat.
Melihat bagaimana tubuh tegap itu bersimpuh, mengiring doa dan membisik pada bumi dengan sadrah disujud akhirnya membuat hati Kiya terasa hangat. Tak lama, salam tertutur mengakhiri sholat, tetapi Jeffrey masih duduk tak meninggalkan tempatnya.
Andai, tiap tetes air mata yang keluar dari pelupuk mata itu jatuh berdenting, maka dentingan itu saling bersahutan memenuhi penjuru bumi tanpa henti. Maka jika begitu, telinga siapa saja akan pengang di penghujung malam.
Perlahan, dari kejauhan Kiya dapat melihat bahu sang lelaki bergetar samar. Di suasana sunyi dengan temaram lampu, mengandalkan bulan menabur sinar benderang dari langit malam, cukup membuat siapa saja terhanyut dalam kenikmatan khalwat dengan sang pencipta.
Selesai menutur doa Jeffrey langsung berbalik dan memanggil Kiya untuk duduk dihadapannya. Jeffrey tersenyum saat Kiya melangkah dan duduk didepannya, ia menatap sang gadis lebih dulu sebelum membuka suara.
"Mas udah tenang?" Kiya membuka suara lebih dulu, ia bertanya tanpa menatap Jeffrey yang berada didepannya, "sekarang jauh lebih tenang," jawab Jeffrey.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lecturer
RomansaAjuan proposal ta'aruf dari Jeffrey Adhyaksa Gentama siang itu berhasil membuat Azkiya diam tak berkutik. Bagaimana tidak? gadis penghujung belasan tahun itu tak pernah menyangka bahwa sang dosen yang sama sekali tak pernah bersua padanya, mengingin...