(21)Hari h

152 10 0
                                    

Menurut panduan Tono, pagi-pagi sekali Alena tiba di sekolah. Alena kesekolah diantarkan oleh sang Papa.

Alena menuju kelas sengaja melewati parkiran. Sebenarnya bisa saja ia melewati jalan lain yang lebih dekat. Tapi gadis memilih melewati parkiran karena berharap melihat Jeffry disana. Walau tadi malam Alena sudah berikrar, walau kemarin kerap kali Alena berucap membenci Jeffry. Tapi perasaan memang tidak bisa dibohongi, rasa Alena terhadap Jeffry terus menggebu-gebu. Keinginan untuk melihat wajah tampan Jeffry masih tinggi.

Ekspektasi Alena kini sesuai dengan realita. Dari kejauhan Alena bisa melihat Jeffry yang masih duduk diatas motornya, pria itu tengah membenarkan rambutnya.

Alena tersenyum kecil, merasa sayang pria tampan itu kerjai. Tapi Jeffry pantas mendapatkan itu menurut Alena. Perlakuan Jeffry yang kemarin benar-benar keterlaluan.

Alena berjalan kearah Jeffry, dengan senyuman yang terukir. Secara tiba-tiba gadis itu melupakan ikrarnya tadi malam, gadis itu juga telah melupakan perlakuam Jeffry kemarin.

"Pagi Pak Jeffry, " ucap Alena sok imut.

Jeffry menoleh. Jeffry pikir dengan kejadian kemarin Alena tidak menganggunya lagi, ternyata ia salah.

Jeffry menghela nafas panjang, lalu ia turun dari motornya.

Senyuman Alena langsung hilang, ketika Jeffry melaluinya begitu saja. Tanpa berkata apapun. Alena bisalah menerima Jeffry yang berucap jutek kepadanya, tapi ini? Membuka mulut saja tidak. Benar-benar tidak bisa dimaafkan!

"Iih!!" ucap Alena kesal. "Sok ganteng banget lo! " teriak Alena, berharap pria itu mendengarnya. Alena benar-benar tidak memperdulikan jika ada orang yang mendengarnya berkata seperti itu.

Tangan Alena mengepal. Tatapan tajam gadis itu tertuju pada punggung Jeffry yang kian menjauh. "Liat aja nanti, lo bakal kita kerjain sama-sama, " ucap Alena penuh dengan penekanan.

Alena juga merasa bingung, kenapa bisa ia kini keras terhadap Jeffry. Ah! Mungkin karena Jeffry yang memulainya dulu.

Alena berdiri didepan pintu dengan tangan yang ia lipat didada. Terlihat teman-temannya membuat lingkaran, dengan Tono yang ditengahnya. Benar memang, kelas sebelas ips satu lebih patuh terhadap Tono dari pada Devan sang ketua kelas.

Tono terlihat memberi komando dengan serius, cukup jarang pria itu terlihat seperti ini. Dan teman-temannya yang lain juga mendengarkannya dengan serius, termasuk Rifal. Bahkan ketika belajar mereka semua tidak seserius itu.

Seniat itukah mereka mengerjai Jeffry?

Tanpa berkata Alena langsung bergabung dengan mereka.

"Jadi kita kan sekarang ngambil nilai praktek renang nih. Nah kita nggak usah aja pake baju olahraga, kita dalem kelas aja main-main, bebas. Pas Jeffry dateng--"

"Pak Jeffry oi! " sembur salah satu dari mereka.

Wajah Tono terlihat masam. "Pas pak Jeffry dateng dalem kelas. " Tono sengaja menekankan pada kata Pak Jeffry. "Kita sibuk sama kegiatan masing-masing aja. Anggep dia nggak ada. Biar kesel dia, masak kita terus yang dibuat kesal. "

"Kalau kita disuruh ganti baju gimana? " tanya Kia.

"Enggak usah ladenin, sibuk sama kerjaan masing-masing aja. Yang teriak, teriak aja. Yang mau denger musik dengan volume full, dengerin aja, " ucap Tono sambil melirik Dea. Karena gadis itu sangat sering mendengar musik dengan volume full.

"Lo sekarang aja keliatan beraninya. Pas Pak Jeffry marah ciut lo, " ucap Rifal meragukan Tono.

"Yang membuat kalian ngerjain pak Jeffry apasih? " ucap Alena sambil menggaruk-garuk pipinya.

"Kita kesel sama dia! " ucap salah satu dari mereka.

"Gue nggak kesal sih, tapi cuman males aja praktek renang, " ucap Kia yang sama sekali tidak menguasai olahraga renang.

"Pokoknya kita buat dia kesal hari ini, masak kita terus yang dibuat kesal. "

"Iya gue setuju tuh, " ucap Alena semangat.

Semua orang yang ada didalam kelas merasa sedikit kebingungan terhadap Alena. Mereka pikir Alena tidak menyetujui rencana Tono, secarakan Alena menyukai Jeffry. Tapi kenapa gadis itu terlalu semangat untuk mengerjai Jeffry?

"Lo udah nggak suka lagi sama Pak Jeffry, Na? " tanya Kia.

"Ya..." Alena menggaruk-garuk tekuknya yang tidak gatal. "Suka, gue aja selalu berfikir gimana cara nggak suka sama dia. "
"Gue cuman balas dendam aja, tadi aja gue dikacangin, " ucap Alena sedikit merengek.

"Gila! Udah diinjak-injak Pak Jeffry lo tetap aja ngejar dia? " ucap Riska tidak menyangka.

"Harga diri lo dimana, Na? " ucap Rifal terbilang lebai.

Bersamaan dengan bel masuk, tampaklah dua orang pria good looking memasuki kelas. Semua mata tertuju kepada mereka berdua, karena hanya mereka berdua yang berbeda. Itu Devan dan Rendi, mereka berdua mengenakan baju olahraga.

"Ren, biar aja si Depan pake baju olahraga sendiri." hasut Rifal sambil merangkul bahu Rendi sok-sok akrab. "Lo kan nggak bisa renang nih, dan lo bayangin aja Jeffry marah-marahin lo."

"Bener, Ren, " hasut Tono. "Dan cuman kalian berdua yang ikut, kesempatan Jeffry marahin lo itu besar, Ren, " ucap Tono sedikit lebai.

Rendi menggaruk-garuk tekuknya bingung. Tampaknya pria itu sudah mulai termakan tipu muslihat Tono dan Rifal. Didukung lagi dengan dirinya yang tidak bisa berenang, bisa-bisa ia dimarahi Jeffry habis-habisan ketika praktek.

Rendi melihat Devan, merasa tidak enak terhadap sang ketua kelas.

"Terserah lo." Devan mengerti dengan ekspresi Rendi, maka dari itu Devan berkata seperti tadi.

JANGAN LUPA TINGGALKAM JEJAK.

Gila-gila

Alena (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang