Usai membasuh muka Jeffry langsung masuk kedalam kantor guru. Hari ini terlalu sial untuk Jeffry, usai berurusan dengan Alena, sebentar lagi ia akan berurusan dengan kelas sebelas ips satu. Tentu saja Jeffry akan dibuat menderita oleh murid yang ada disana, terlebih karena hal yang tadi.
Jeffry membuka resleting tasnya, mengambil buku penilaian dan buku absen dari dalam sana. Ketika Jeffry hendak melangkah pergi terdengar ada suara yang menyebut namanya, membuat Jeffry menghentikan langkahnya.
Ternyata yang memanggil Jeffry adalah kepala sekolah. "Ada apa, Pak?" tanya Jeffry sopan kepada kepala sekolah yang bernama Pak Jeri.
"Kamu..." Pak Jeri seakan berfikir. "Tadi...ada yang ngebilang sama saya, kalau kamu baru aja pacaran sama siswi sini. Itu bener? " tanya kepala sekolah itu hati-hati dengan alis terangkat, sambil menggaruk-garuk pelipisnya sesaat.
Jeffry paling benci kepada orang yang asal menyimpulkn begitu saja, bencinya bukan kepada kepala sekolah tapi kepada orang yang melaporkan.
Jeffry berdehem, berusaha untuk tenang. Jeffry terlihat bingung mau menjawab apa, jangan sampai imagenya turun dimata kepala sekolah. "Enggak..." jawab Jeffry masih dengan raut wajah bingungnya, dan jangan lupakan tangan yang menggaruk-garuk leher seperti orang bodoh. Raut wajah dan tingkah Jeffry yang seperti itu membuat dirinya seakan berbohong.
Kepala sekolah tersenyum. "Jangan sampai itu terjadi ya, Jeffry. Nanti kalau udah nggak ngajar disini, baru boleh, " ucap kepala sekolah itu baik-baik, lalu pergi usai menepuk bahu Jeffry beberapa kali.
Jeffry mengumpat didalam hati. Kepala sekolah itu seakan-akan menganggap Jeffry beneran berpacaran dengan siswi sini. Disisi lain Jeffry menggerutui dirinya yang tiba-tiba menjadi bodoh. Tapi Jeffry tidak ambil pusing soal itu. Ia menghela nafas berat, lalu melangkah pergi.
Belum sampai diambang pintu kelas sebelas ips, keributan sudah terdengar jelas dari sana. Terutama suara Tono dan Rifal yang begitu nyaring. Jeffry menjadi menyerngit, ketika mendengar namanya disebut-sebut.
Rasanya Jeffry tidak sanggup mengajar dikelas sebelas ips satu, ia ingin berbalik saja. Tapi biar bagaimanapun ini adalah tanggung jawab Jeffry.
Jeffry menghela nafas berat, lalu melangkah masuk kedalam kelas sebelas ipa satu.
Seharusnya kelas sebelas ips satu hari ini berpakaian baju olahraga. Tapi lihatlah, hanya beberapa orang saja yang mengenakan baju olahraga. Mereka semua memang menguji kesabaran Jeffry.
Jeffry sudah berdiri didepan kelas. Tapi mereka masih mengerumuni Tono dan Rifal yang bercerita. Devan terlihat mengajak teman-temannya untuk duduk, tapi tidak ada yang menperdulikannya.
"Iya, seakan-akan dia ngasih harapan gitu sama Alena, " ucap Rifal yang dibalas anggukan oleh orang yang mendengarnya.
Tono melirik sinis Jeffry yang tengah menatap dirinya dengan mata tajam. "Laki macam apa tuh si Jeffry. Udah ngebaperin anak orang, eh pas ditembak malah dimalu-maluin, " ucap Tono membuat Jeffry mengepalkan tanganya.
"Iya, lagian tujuan Pak Jeffry nyium Alena apa ya? " tanya Kia bingung, sambil garuk-garuk kepala.
"Lagian cewek mana yang nggak baper digituin, diajak kerumah lagi, " ucap Riska.
"Tau tuh," ucap Rifal sambil melirik sinis Jeffry.
Beberapa kali Jeffry mengumpat didalam hati. Didalam hati Jeffry mengabsen semua nama binatang. Ia benar-benar tidak dihargai sama sekali disini. Berani sekali mereka semua membicarakan Jeffry, sedangkan Jeffry ada disini, dan mereka pun menyadari keberadaan Jeffry. Jeffry memang bukan guru tetap disekolah ini, tapi seharusnya mereka semua menghargai Jeffry karena untuk saat ini Jeffry yang mengajar dikelas mereka.
"Duduk ketempat kalian masing-masing, " ucap Jeffry tegas.
Mereka memang sudah tidak berbicara lagi, tapi mereka terlihat berbisik-bisik.
"Duduk oi! " perintah Devan selaku ketua kelas. "Tono, Rifal jangan jadi kompor kalian, ya, " ucap Devan mulai marah, sedangkan Rifal dan Tono hanya membalas dengan cibiran.
Jeffry menghela nafas, kakinya sudah gatal, ingin menendang meja yang ada didepan.
"Saya hitung sampai tiga, kalau kalian belum duduk kemeja masing-masing tanggung akibatnya," ucap Jeffry tegas walau diacuhkan oleh mereka. Kecuali Devan dan Rendi, dua pria itu sudah duduk dengan tangan dilipat diatas meja.
"SATU, DUA. " mereka tidak bergerak sedikit pun. Sepertinya cerita Rifal dan Tono begitu menarik untuk mereka.
Mata Jeffry terasa memanas, pria itu berusaha agar air matanya tidak keluar. Apa Jeffry pantas dibilang cengeng jika menangis dalam hal ini?
"Kok diem, tiganya mana? " celetuk Rifal seakan menghidupkan api didalam diri Jeffry.
BRAK!
Seketika kelas mendadak diam. Dalam satu kejapan mata mereka semua berlari kemeja masing-masing.
Iya, Jeffry menendang meja. Kini Jeffry berharap, semoga guru dikelas sebelah tidak mendengar suara jatuhnya meja kelantai.
Jeffry melihat semuanya dengan tatapan tajam. "Kalian jangan nguji emosi saya, ya!" ucap tegas dengan tangan terkepal dibelakang tubuhnya.
Jeffry memicingkan matanya, lalu mengurut batang hitungnya, merasa capek sendiri.
Jeffry menghela nafas berat, mencoba menetralkan emosinya. Lalu berjalan kebangku, untuk duduk dan mengambil absen.
"Yang nggak pake baju olahraga saya buat absen, dan nggak saya bolehin penilaian lompat jauh hari ini, " ucap Jeffry melihat mereka, terlihat perubahan raut wajah sebagain dari mereka. Tidak ada pertanyaan membuat Jeffry merunduk, membuka buku absen.
"Lah, bukannya pengambilan nilai bukan minggu depan, pak? " tanya Rifal polos, membuat Jeffry memicingkan mata sesaat. Padahal pertemuan kemarin Jeffry sudah bilang kalau pengambilan nilai hari ini. Tadi malam pun Jeffry juga mengingatkan mereka semua digruop WhatssApp.
"Kemana saja kamu? " tanya Jeffry yang terlihat cuek.
"Eh, Alena mana dah? " tanya Tono sengaja dengan suara keras, sambil melihat kesekeliling.
"Mungkin tu cewek nangis, diatas kita, " jawab Rifal enteng, sambil melihat Jeffry yang tengah sibuk dengan buku absen.
"Hah diatas kita? " tanya Kia tidak mengerti.
"Diatas kita." Rifal menunjuk keatas.
"Diatas loteng? " Devan ikut menyeletuk, merasa tertarik sendiri.
"Dirooftop goblok!" ucap Rifal ngegas, dengan mata melotot ke Devan.
Jeffry menghela nafas berat, lalu mendongak melihat isi kelas. Benar, tidak ada Alena. Jeffry baru menyadari itu.
Pendapat kalian dong
Eh, kalian suka sama tokoh yang mana nih
KAMU SEDANG MEMBACA
Alena (END)
Teen FictionJeffry itu seorang guru PL, tentu umurnya dengan Alena terpaut jauh, tapi Alena tetap mencintainya. Jeffry itu sering marah, suka membentak, dingin, dan Alena masih tetap mencintainya. Kurang tulus apalagi cinta Alena terhadap pria itu? Alena selal...