Jangan lupa vote terlebih dahulu
Lonceng sudah berbunyi, membuat detak jantung Jeffry jadi berdetak lebih cepat. Jeffry grogi mengajar dihadapan Pak Anton. Dan sialnya lagi, Pak Anton itu kayak ada masalah gitu. Dengar-dengar sih dia batal nikah, padahal ini nyebar undangan, makanya ia sekarang jadi sering marah-marah.
Jeffry meneguk ludahnya, lalu mendekat ke Pak Anton. "Pak, o...olahraganya diruangan olahraga atau dilapangan?"
Pak Anton menyeringai, terlihat sangar. "Diruangan olahraga lah! Masak senam lantai dilapangan, kalau dilapangan itu senam irama namanya. Gitu aja nggak tau," omel Pak Anton, membuat Jeffry menggerutu didalam hati.
Jeffry tersenyum sopan. "Bapak--"
Pak Anton berdecak keras, melihat Jeffry dengan mata sedikit tajam. "Kamu gimana sih?! Yang mau praktek 'kan kamu! Ya kamu aturlah, masak saya! "
Jeffry meneguk ludahnya, merasa malu diperhatikan oleh guru-guru yang ada didalam kantor. Mungkin ini karma untuk Jeffry yang sering memarahi para murid. "I-Iya, Pak. Saya kekelas dulu. Nanti kalau mereka udah ngumpul diruangan olahraga, saya bakal manggil Bapak." Pak Antom berdehem, pertanda mengiyakan. Jeffry bernafas lega, lalu melangkahkan kakinya. Sebelum keluar dari ruangan guru Jeffry sempatkan menoleh ke Rido, pria itu tersenyum, meledek membuat Jeffry melihatnya dengan tajam.
Jeffry berdiri didepan pintu kelas sebelas ips satu yang sedikit tertutup, pria itu sedikit menyodorkan kepalanya kedalam, untuk melihat situasi. Jeffry berdehem, lalu mengetuk pintu. Ketika hendak membuka mulut untuk berbicara, ia didahului oleh Rifal.
"Maaf nggak terima tamu, " ucap Rifal yang mengetahui Jeffry berdiri dibalik pintu.
Jeffry menghela nafas, menampakkan seluruh tubuhnya. "Hari ini materi kalian senam lantai--"
"Lah bukannya udah, pak? " tanya Devan sambil melirik teman-temannya, mereka yang merasa dilirik Devan mengangguk, membenarkan ucapan Devan.
"Ini Pak Anton yang mintak. Lagian kalian 'kan masih kurang menguasai materi itu, jadi biar bapak jelasin lagi, ya? " ucap Jeffry panjang lebar dan sedikit tergesa-gesa. "Sekarang ayok ke ruangan olahraga. O...Devan, tolong panggil pak Anton dikantor, ya. Suruh dia keruangan olahraga."
Devan mengangguk, lalu berlari keluar kelas.
Jeffry kali ini tampak tergesa-gesa, mungkin karena ini berdampak pada penilaiannya. Jeffry memang tidak pernah bermain-main dalan urusan kuliah.
Kalian tau? Ketika SMA Jeffry sebelas dua belas dengan Devan, bedanya Jeffry sedikit galak saja, tapi ambisnya tetap sama.
Mereka semua memasuki ruangan olahraga secara bersamaan. Jeffry menyuruh mereka untuk duduk terlebih dahulu, sambil menunggu pak Anton datang.
"Alena sekarang mode off, ya guys, " ucap Tono, melihat Alena sedari tadi yang diam. Gadis itu tampak banyak diam, sebelum kedatangan Jeffry pun ia sudah diam dan tidak banyak bicara, berbeda dengan biasanya.
"Eh, keadaan Papa lo gimana, Na? " celetuk Kia.
Jeffry yang tengah membalik buku absen kini dengan reflek mendongak, melihat ke Alena. Walau begitu banyak ujaran kebencian yang diucapkan Jeffry untuk sang Papa, walau begitu seringnya Jeffry mengetakan ia benci kepada sang Papa, tapi tetap saja, hati kecil pria itu selalu menanyakan kabar sang Papa. Hati kecil pria itu gelisah, bagaimana keadaan sang Papa. Tapi Jeffry lebih menuruti ego nya, untuk apa juga memperdulikan pria brengsek yang tidak punya hati itu?
Alena ingin menjawab, tapi terurungkan oleh datangnya Pak Anton. "Katanya dia yang jemput, tapi malah nyuruh Devan, " gumam Pak Anton sambil melewati Jeffry. Pak Anton memang bergumam, tapi percayalah itu dapat didengar oleh orang yang ada diruangan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alena (END)
Teen FictionJeffry itu seorang guru PL, tentu umurnya dengan Alena terpaut jauh, tapi Alena tetap mencintainya. Jeffry itu sering marah, suka membentak, dingin, dan Alena masih tetap mencintainya. Kurang tulus apalagi cinta Alena terhadap pria itu? Alena selal...