Jangan lupa vote dulu
Lima hari telah berlalu. Pagi tadi Laras sudah boleh pulang dari rumah sakit, sedangkan Adrian pulang dua hari lebih cepat dari Laras.
Jeffry bersyukur, beberapa hari terakhir banyak perubahan hebat yang terjadi dalam hidupnya. Rencana tuhan itu begitu indah, membuat umatnya bahagia dan tidak henti mengucap syukur.
Malam ini, mereka semua berkumpul dirumah Adrian, lebih tepatnya dirumah yang ditempati Jeffry dan sang Mama. Alena dan Bundanya juga hadir, ikut makan malam diatas karpet yang bewarna merah. Cukup lucu memang makan malam keluarga diatas karpet, tapi itulah permintaan Jeffry. Kata Jeffry, biar beda dari yang lainnya. Dan ia juga berkata 'Kita memulai dengan lembaran baru, dan kita harus mencoba hal baru pula' ucap Jeffry sambil menata makanan diatas karpet, tadi.
Semuanya tampak fokus makan, hanya dentingan sendok dan garpulah yang terdengar. Jeffry tampak makan dengan tenang, menyilakan kakinya. Sesekali Alena melirik pria itu. Pria itu terlihat begitu tampan, membuat Alena tidak henti memandangnya.
Alena melihat ke sang Bunda yang duduk disamping kanan Adrian, disebelah kiri Adrian, ada Laras yang tengah fokus makan. Alena menyerngit, perlahan ia mengulum senyum. "Pa...berarti aku punya dua bunda dong? " tanya gadis itu polos, terdengar riang.
Adrian menghentikan makannya, melihat ke Maria dan Laras secara bergantian. Perlahan ia melihat ke Jeffry, Jeffry tampak masih fokus dengan makanannya. "Jef, gimana? " tanya Adrian, seakan meminta persetujuan Jeffry.
Jeffry melihat sang Papa dengan mulut yang masih mengunyah, perlahan ia menelan makanannya. "Ma, gimana? " tanya Jeffry, malah menanyakannya ke Laras.
Laras terlihat salah tingkah, seperti anak muda, dirinya melihat ke Maria, seakan bertanya.
Maria terlihat bingung, melihat ke Jeffry, Adrian dan Laras secara bergantian. Dan ia pun berkata. "Kalau aku nggak masalah. Tergantung Laras sama Mas aja, " ucap Maria, terdengar begitu tulus.
Adrian melihat ke Laras. Jujur, ia masih mencintai istri pertamanya itu. Tapi ia tidak bisa juga meninggalkan Maria. Adrian tidak bisa memilih diantara mereka, Adrian sama-sama mencintai mereka dengan tulus. Jadi kalau bisa dua kenapa harus satu?
"Yaudah, sikat aja deh, Pa, " ucap Jeffry tidak terlalu ambil pusing. Pria itu kembali melanjutkan makannya.
Adrian terkekeh, lalu merangkul kedua istrinya. Membuat Jeffry terkekeh pelan, melihat kelakuan sang Papa. Sedangkan Alena melihat saja, ia tidak mengerti. Yang Alena tahu sekarang ia memiliki dua bunda, dan seorang Kakak laki-laki yang ia taksir.
Alena meringis, ia menciut, tampak tidak semangat. "Berarti perjuangan cinta aku ke Kak Jeffry harus dihentikan dong..." ucap Alena dengan wajah memprihatinkan.
Laras tertawa pelan. "Itu Kakak kamu sayang..." ucap Laras geleng-geleng kepala.
Maria juga ikut geleng-geleng kepala. "Kamu nggak tau Jeffry, betapa seringnya dia cerita tentang kamu. "
"Tapi sayangnya dia nggak nyebut nama kamu, dia nyebut guru Pl ganteng, " ucap Adrian, ingin menyeletuk.
Jeffry berdecak, melihat Alena dengan kesal. "Iya, Pa, Ma, Bun." ucap Jeffry melihat ketiga orang tuanya secara bergantian. "Dia juga pernah nembak Jeffry. Bar-bar banget dia nya, tapi kalau dimarahin jadi ciut, " ucap Jeffry sedikit terkekeh, lalu kembali menyuap makanannya kedalam mulut.
Alena berdecih, mendengar Jeffry mengungkit-ngungkit hal itu. Alena malu dan menyesal telah melakukan hal konyol itu. "Kak Jeffry sih Pa...galak. Dia suka marahin Alena disekolah." Alena seakan mengadu, layaknya anak kecil.
"Jangan galak-galak sama adik kamu Jeffry, " ucap Adrian menegur Jeffry.
"Jeffry mana tau kalau dia adik Jeffry, Pa. Sekarang nggak Jeffry galakin lagi, tapi bakal Jeffry suruh-suruh, " ucap Jeffry santai sambil menyudahi makanannya.
Alena mendelik mendengar itu, memukul lengan Jeffry membuat pria itu mengaduh kesakitan.
"Disekolah dia cari gara-gara terus saja Jeffry," kata Jeffry sambil mengusap-ngusap lengannya terasa nyeri karena pukulan Alena.
"Kak Jeffry ngeselin juga ya, Ma." Adu Alena kepada Laras, lalu melihat Jeffry dengan kesal.
Jeffry terkekeh, lalu mengusap lembut rambut Alena. Sangat tidak menyangka, orang yang sempat ia benci adalah adiknya tirinya. Orang yang mengejar-ngejer dirinya ternyata Adiknya tirinya, untung Jeffry belum jatuh ke cinta terlarang itu. Jeffry tidak bisa membayangkan, bagaimana jadinya kalau ia jatuh cinta pada Alena waktu itu.
Alena perlahan mengulum senyum, lalu memeluk lengan pria itu dengan erat. "Aku masih nggak jangka..." ucap gadis itu dengan senyuman, merasa senang diperlakukan seperti itu oleh Jeffry.
Jika Alena tidak mendapatkan Jeffry sebagai kekasihnya, setidaknya ia mendapatkan Jeffry sebagai kakak laki-laki yang selalu melindunginya. Bukankah itu sudah lebih dari cukup?
"Jeffry."
Jeffry sediit tersentak, melepaskan pelukan Alena pada lengannya, lalu melihat ke Adrian sepenuhnya. "Iya Pa? "
"Kamu nggak mau ngenalin pacar kamu ke Papa? "
Jeffry tersenyum samar. "Hhm, Jeffry udah putus, Pa. "
"Nah 'kan. Udah dibilangin ngeyel sih, Audrey itu nggak baik buat Kakak. Sama kak Rindu aja, baik. Kemarin aja aku ditratir yakul sama dia. " cerosos Alena kepada Jeffry.
Maria mengangguk. "Iya, Rindu baik. Padahal Bunda baru kenal sama dia."
Jeffry seakan berfikir, sedikit menyadari kalau akhir-akhir ini ketika didekat Rindu ada getaran aneh yang ia rasakan. Rindu pun begitu, bahkan kini Jeffry juga menyadari pipi gadis itu sering memerah akhir-akhir ini. Kalau dipikir-pikir Rindu itu tidak ada kurangnya, ia cantik, baik, tapi sedikit payah dalam urusan pelajaran, karena itu ia selalu meminta bantuan Jeffry.
Perlahan senyuman terukir dibibir Jeffry. Ketika kejadian dirumah sakit waktu itu terputar layaknya film didalam otaknya, waktu itu Rindu terlihat begitu salah tingkah. Jeffry pun menyadari, ada desiran hangat yang secara tiba-tiba menyeludup kedalam hatinya.
"Liat aja deh, Pa, Ma, Bun. " Jeffry melihat mereka secara bergantian. "Tapi kalau Rindunya nggak mau gimana? "
"Pasti mau, siapa sih yang nggak mau sama Kakak, " celetuk Alena cepat, berniat memberi Jeffry semangat. "Ingat umur."
Jeffry berdecak, melihat Alena dengan malas. "Kayaknya yang ngeselin dia deh." tunjuk Jeffry ke Alena, melihat Alena dengan wajah datar. "Ntar kalau digalakin nangis. "
Alena mencibir. Sedangkan ketiga orang tuanya terkekeh, menyaksikan pertikaian ringan itu.
"Adik itu disayang Jef, bukan digalakin, " ucap Laras.
"Iya, jangan sampai Alena takut sama kamu." Maria ikut berbicara.
Jeffry cengengesan, menggaruk-garuk tekuknya yang tidak gatal. "Yaudah sini, Kakak peluk. Mau dipeluk atau dicium? " Jeffry benar-benar tidak memikirkan ucapannya.
Sedangkan Alena, tidak menyangka Jeffry mengatakan itu.
"Ingat itu adik kamu. Bukan pacar kamu, " ucap Adrian, membuat Jeffry tertawa terbahak-bahak, entah bagian mana yang lucunya.
Tanpa Jeffry, dirinya sudah kembali pada Jeffry yang dulu. Jeffry yang mudah becanda dan tertawa.
Cie...yg ternyata adik kakak...
Nggak jadi jadian dong wkwwk
KAMU SEDANG MEMBACA
Alena (END)
Teen FictionJeffry itu seorang guru PL, tentu umurnya dengan Alena terpaut jauh, tapi Alena tetap mencintainya. Jeffry itu sering marah, suka membentak, dingin, dan Alena masih tetap mencintainya. Kurang tulus apalagi cinta Alena terhadap pria itu? Alena selal...