Jangan lupa vote sebelum membaca
Rindu membuka pintu balkon kamarnya. Berjalan memasuki area balkon, dan menumpukan tangan dipembatas balkon.
Mata Rindu memandangi sebuah balkon kamar yang tidak jauh dihadapannya. Itu balkon kamar Jeffry. Iya kamar mereka bersebrangan. Mereka berdua kerap kali berbicara atau lebih tepatnya saling berteriak dari balkon kamar masing-masing. Bahkan tidak jarang mereka bertengkar dari balkon kamar masing-masing. Mereka juga pernah saling lempar barang. Rindu pernah melempar batu kearah balkon kamar Jeffry. Alhasil pintu kaca balkon kamar Jeffry pecah, dan sampai sekarang belum diperbaiki. Alasan Rindu melakukan itu cukup simpel. Itu hanya karena Jeffry memilih untuk tidur, daripada membantu Rindu menyelesaikan tugas kuliahnya. Dan Rindu pun melempar batu kearah balkonnya, berniat membangunkan Jeffry.
Kini kamar Jeffry tampak kelam, lampu belum ia hidupkan, pertanda pria itu belum pulang dari rumah sang pacar.
Rindu menghela nafas panjang. Entah kenapa ia merasa sedih, sudah bertahun-tahun ia memendang rasa itu. Rindu tidak berani mengatakan perasaanya, karena takut menghancurkan persahabatan mereka. Rindu hanya bisa menulisnya dibuku diary.
Iya, Rindu menyukai Jeffry.
Rindu sadar diri, ia tidak lebih dari sahabat Jeffry. Beberapa kali Rindu mengatakan kepada dirinya, bahwa Jeffry sudah memiliki pacar. Tapi itu tetap tidak bisa, perasaan itu begitu sulit untuk dimatikan. Perasaan itu kian hari kian menggebu, membuat Rindu ingin selalu berada didekat Jeffry.
Terkadang Rindu merasa kasihan kedirinya sendiri. Rindu sudah bisa menebak, bahwa endingnya Jeffry dan Audrey akan menikah. Rindu harus siap sedih dan Rindu harus siap kehilangan.
Tapi didalam hati Rindu tersemat keinginan kecil, yaitu ingin menikah dengan Jeffry lalu hidup bersama dengan bahagia. Tapi itu hanyalah angan, yang hanya bisa dikhayalkan namun tidak bisa terkabulkan.
Kadang Rindu berfikir, dihari bahagia Jeffry dan Audrey ia harus apa? Akankah ia mampu menahan air matanya. Atau apakah ia akan berbohong, mengatakan itu air mata bahagia?
Rindu selalu berusaha membuka hatinya untuk pria lain, tapi tetap tidak bisa. Hari-hari bersama Jeffry, membuat Rindu terbiasa selalu bersama Jeffry, satu hari saja tidak bertemu dengan Jeffry Rindu bisa sedih.
Rindu tersentak begitu saja, melihat kamar Jeffry tiba-tiba jadi terang, pertanda pria itu sudah berada didalan kamarnya. Rindu menghela nafas, merasa lega Jeffry sampai dirumah dengan keadaan tidak apa-apa.
Rindu terkejut, bahkan sedikit tergelunjak. Ketika sosok pria jangkung menampakkan wajahnya.
Rindu melihat Jeffry dengan tenang, sama seperti biasanya, seakan tidak ada yang ia pendam.
Raut wajah Jeffry tampak berseri dan bahagia. Tentu saja, Jeffry 'kan habis balik dari rumah Audrey. Dalam hal ini Rindu tidak tahu, apa ia harus sedih atau bahagia.
Rindu merasa iri kepada Audrey, yang bisa dengan mudahnya membuat wajah Jeffry berseri seperti itu. Sedangkan bersama dirinya, Jeffry selalu tampak murung.
Sedangkan Jeffry, ia tersenyum kecil, melihat sahabatnya tengah termenung, entah apa yang ia pikirkan. Beberapa kali Jeffry berkata kepada Audrey, ia akan menjauh dari Rindu. Tapi tetap saja, ia selalu mengingkari janji itu. Jeffry tidak bisa jauh dari Rindu, Jeffry sendiri juga bingung kenapa bisa seperti itu.
"LO NGAPAIN WOI? ABIS PUTUSAN?" teriak Jeffry dari sebrang sana.
Rindu tersentak, gadis itu menipiskan bibirnya sebelum berkata. "LO DARI MANA? " teriak Rindu sambil menurunkan tangannya.
"KEPO LO," Jawab Jeffry. Jeffry tidak akan tahu, betapa kesalnya Rindu disaat ia menjawab seperti itu. Setiap Rindu bertanya seperti itu, Jeffry selalu menjawab dengan dua kata itu. 'kepo lo. '
Jeffry tertawa ngakak, melihat wajah Rindu yang tampak kesal. "KESINI AYO. "
"ENGGAK MAU..." Tolak Rindu dengan bibir yang ia manyunkan.
Jeffry mencibir. "GUE BELI MARTABAK, MAU NGGAK? "
Mendengar itu mata Rindu langsung berbinar. Tanpa berkata, Rindu cepat-cepat membalikkan badannya, dan beranjak pergi menuju rumah Jeffry.
Jeffry tersenyum hangat, sambil menggeleng pelan. Sahabatnya itu memang begitu menyukai martabak. Setiap keluar Jeffry tidak lupa membelikan Rindu martabak. Bahkan ketika Rindu marah, Jeffry selalu membujuknya dengan memberikan martabak. Itu saja, tidak perlu penjelasan dan kata-kata manis.
Siapa sih yang tidak jatuh cinta sama pria yang selalu memberi martabak?
Wah, Rindu suka sama Jeffry?
KAMU SEDANG MEMBACA
Alena (END)
Teen FictionJeffry itu seorang guru PL, tentu umurnya dengan Alena terpaut jauh, tapi Alena tetap mencintainya. Jeffry itu sering marah, suka membentak, dingin, dan Alena masih tetap mencintainya. Kurang tulus apalagi cinta Alena terhadap pria itu? Alena selal...