(56)Keluarga Alena

94 12 0
                                    

Sebelum baca, vote ya

Tiga hari telah berlalu. Ini adalah hari pertama Jeffry sekolah, setelah kejadian itu. Kaki Jeffry sudah benar-benar sembuh.

Ketika disekolah tadi hal yang menakjubkan terjadi pada Alena. Membuat hati Alena berbunga-bunga, membuat Alena tidak fokus belajar. Jeffry menyapa Alena lebih dulu. Hal yang belum pernah terjadi dalam hidup Alena sebelumnya, sungguh menakjubkan.

"Eh, Hai Alena, " sapa Jeffry sambil tersenyum kecil, ketika ia berselisih dengan Alena di koridor.

Alena mengerjap, sesaat kemudian ia tersenyum lebar, matanya berbinar. "Eh iya, Kak--Eh Pak, " jawab Alena gugup

Alena yang tengah menuruni anak tangga tersenyum mengingat itu. Kali ini ia sadar, ia tidak perlu tergesa-gesa. Pelan-pelan saja, dan waktu akan menunjukkan perubahan Jeffry.

Terlalu tergesa-gesa dan agresif akan membuat target merasa risih.

Akhir-akhir ini sudah banyak perubahan Jeffry yang tampak oleh Alena. Jeffry sudah mulai banyak senyum kepadanya. Bahkan terkadang pria itu juga tertawa, ketika mendengar lelucon Alena yang sebenarnya garing. Dan Jeffry juga tampak tidak tegang lagi, ia kini terlihat lebih santai, membuat Alena tidak terlalu takut untuk Mendekatinya.

Alena juga ingat, ketika Jeffry memarahi Rindu waktu itu. Disatu sisi Alena tidak enak ke Rindu, di sisi lain Alena juga senang, karena Jeffry terlihat khwatir pada saat itu. Membuat Alena merasa dipedulikan oleh Jeffry.

Senyuman Alena kian mengembang ketika melihat sang Bunda dan sang Papa sudah menunggunya untuk makan malam. Alena adalah gadis yang beruntung, memiliki kedua orang tua yang menyayanginya, dan hidup dengan berkelebihan. Hanya saja Alena payah dalam urusan percintaan. Selama ini ia belum pernah merasakan apa itu yang namanya pacaran. Tidak ada pria yang mendekati dirinya, dan kini Alena memilih untuk mendekati seorang pria, yang jatuh kepada Jeffry. Alena akan berjuang sampai titik penghabisan untuk mendapatkan hati Jeffry. Alena tidak akan berhenti ditengah jalan, karena sayang dengan perjuangannya selama ini.

Kedua orang tua Alena melihat Alena dengan masam. Putrinya selalu telat dalam urusan makan malam, terkadang ia juga memilih untuk makan dikamar.

Alena yang mengerti dengan ekspresi kedua orang tuanya hanya bisa cengengesan. "Malam All, " ucap Alena sambil menduduki kursi.

"Nggak ada yang namanya All disini, " ucap sang Bunda, dengan raut wajah kesal, bagaimana tidak, ia sudah menunggu Alena lima belas menit lamanya.

Alena tertawa sambil menggapai piring. "All itu artinya semua, Bunda...Ketauankan Bunda sering bolos pas pelajaran bahasa inggris, " tuduh Alena sembarang membuat sang Bunda mendelik.

"Alena."

Alena yang tengah mengunyah melihat ke sang Papa.

"Kamu ingat kan besok hari apa? " ucap pria berperawakan tegas itu.

Sambil mengunyah Alena berfikir. "Besok...hari kamis 'kan, Pa? " Alena kembali menyuapkan nasi kemulutnya.

Sang Bunda menghela nafas panjang. "Besok universari Bunda sama Papa Alena..."

Sebuah kebiasaan yang turun temurun dari keluarga bunda Alena. Setiap universari pernikahan mereka akan merayakan dengan makan malam bersama, dengan mengundang kerebat-kerabat dekat mereka. Dulu, ketika Papa kandung Alena masih hidup, mereka juga melakukan ini.

"Hah?  Bener Bun? " tanya Alena sedikit kaget. Keterlaluan sekali dirinya melupakan itu. "YEY! " Alena tiba-tiba jadi kegirangan. "Aku ketemu sama Rani dong, Bun? " tanya Alena, menyebut nama sepupu jauhnya itu.

"Nggak, sayang. Buat tahun ini nggak, tadi mereka ngabarin mereka nggak bisa datang buat besok, " jawab sang Bunda dengan tenang, lalu mengelus surai hitam putrinya itu.

Alena mendesah kecewa, padahal ia begitu merindukan sepupu jauhnya itu. "Yah...sepi dong." ucap Alena lirih.

Sang Papa mengangkat alisnya. "Tahun ini aja sayang..."

"Walau cuman ada kita bertiga, tapi kita tetap pake baju samaan lho..." ucap Sang bunda tersenyum, mencoba untuk menghibur Alena. "Bajunya udah bunda taro dilemari kamu. "

"Hah? Udah milih baju? Kok aku nggak tau..."  Alena kesal. Bukan Alena durhaka, tapi selera ibu-ibu itu tidak sesuai dengan selera anak muda seperti dirinya.

Sang Papa terkekeh. "Kalau kamu milihnya ribet, " ucapnya dengan muka jahil.

Alena hanya bisa mencibir, lalu melanjutkannya. Entah kenapa sosok Jeffry secara tiba-tiba terlintas di otaknya. Alena menggeleng, mencoba untuk menepis ide yang baru saja terlintas dikepalanya. Ide yang sangat bodoh, mana mau Jeffry datang kerumah Alena untuk makan malam besok. Tapi Alena begitu menginginkannya. Alena sudah mengenal mama Jeffry, dan Alena juga mau Jeffry mengenal kedua orang tuanya. Perubahan sikap Jeffy kepada dirinya, membuat tekad Alena semakin kuat untuk mengajak pria itu.

Alena menipiskan bibirnya sebelum barkata. "Tapi Pa, Alena boleh 'kan ngajak temen Alena? "

Alis sang Papa terangkat. "Boleh, nggak apa-apa. Tapi siapa dulu? "

"Cewek cowok? " tanya sang Mama manyahuti.

Alena meneguk ludahnya, sedikit merasa takut akan ekspresi kedua orang tuanya nanti, setelah dirinya berkata siapa yang ia ajak. Tapi Alena harus berani, ini adalah bentuk dari perjuangan. "Cowok...tapi temen aku Pa, Ma, " ucap Alena sambil melihat wajah kedua orang tuanya penuh dengan permohonan.

"Satu sekolah sama kamu? " tanya sang Mama.

"O...Guru aku sih, Pa," jawab Alena memain-mainkan nasi dengan sendok, tidak berani melihat ekspresi sang Papa.

"Guru kamu? " tanya sang Mama, sedikit terkejut. Murid mana yang berani membawa gurunya sendiri kerumah untuk makan malam?

"Eh enggak-enggak, " Alena langsung meralat perkataannya. "Nggak guru, tapi dia anak kuliahan...sekarang dia lagi ngejalanin tugas sebagai guru pl." ucap Alena sedikit bertela-tele, tapi masih bisa dipahami.

"Yaudah, nggak apa-apa, " jawab Sang Papa yang tidak terlalu ambil pusing, membuat Alena tersenyum lebar lalu kembali makan dengan semangat.

  

Kira-kira Jeffry mau nggak ya? diajak Alena makan malem bareng keluarganya











Alena (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang