"Alena Wanda Amira. " tidak ada sahutan membuat mata Jeffry berpaling dari buku absennya. Dengan mata menyipit karena silau, Jeffry melihat kebarisan siswa kelas sebelas ips satu.
"Ya elah, pura-pura nggak tau lagi," ucap Tono nyeleneh melihat Jeffry sebentar kemudian perpaling keteman disampingnya.
"Alena 'kan kena skors, karena pacar bapak itu lho," ucap Rifal terbilang lebay.
Jeffry menghela nafas berat, bagaimana bisa ia melupakan itu. Jeffry menipiskan bibirnya, bagaimana caranya ia mengajak Alena kerumah kalau seperti ini.
Jeffry kembali melanjutkan pengambilan absen untuk hari ini.
Usai mengambil absen Jeffry langsung menutup bukunya, lalu mendekatkan buku itu kekeningnya, berharap matanya tidak terlalu perih karena sinar matahari.
"Bapak takut item, ya? " tanya Riska karena menyadari sedari tadi Jeffry terlihat risih.
"Sinar matahari sehat lho, " ucap Rifal masih dengan nada lebai, membuat Devan yang disampingnya mendengus.
Jeffry seakan berfikir sambil memain-mainkan pulpen yang ada ditangannya. "Kita materi aja sekarang gimana? " tanya Jeffry untuk meminta persetujuan. Hari ini pukul satu siang, dan matahari benar-benar terik. Bisa-bisa salah satu diantara mereka ada yang pingsan lagi. Tentu itu akan menjadi beban tersendiri untuk Jeffry. "Ini panas banget."
"Tumben ngajak kompromi," dumel Tono, pria itu tidak pernah tidak mengomentari ucapan Jeffry.
Rifal mengangguk semangat. "Biasanya seenaknya aja. "
"Heran deh sama mereka berdua, " ujar Kia sambil melirik Tono dan Rifal sebentar.
"Iya, Pak. Kita meteri aja hari ini. Minggu besok aja dilapangan." Devan selaku ketua kelas menyetujui usul Jeffry yang tadi.
"Iya, Pak. Ini panas banget, ntar ada yang pingsan lagi, " ujar kia. "Tono dan Rifal contohnya, kan mereka berdua lemah. " Kia melirik keduanya dengan sinis, karena meresa kesal kepada dua pria itu yang selalu julid.
Mereka semua secara berombongan berjalan melewati koridor menuju kelas. Mereka semua terlihat tenang dan tidak bising, membuat Jeffry bernafas lega.
Jeffry berjalan dengan tenang didepan. Pikiran pria itu tertuju pada Alena. Tadi sebelum berangkat ke sekolah Jeffry sudah berjanji kepada sang Mama untuk mengajak Alena kerumah.
"Alena diskors berapa hari sih? " tanya Jeffry sambil menoleh keorang yang berjalan disampingnya. Jeffry menggerutui dirinya, ternyata orang yang ada disampingnya itu adalah Rifal. Ia pikir itu Devan, karena hanya pria itu yang biasa berjalan disampingnya.
Ujung bibir Rifal sedikit terangkat, lalu pria itu tertawa terbahak-bahak. "Kangen 'kan lo sama Alena? " Rifal menonjor kepala Jeffry, layaknya tengah berinteraksi dengan Tono.
Jeffry menghentikan langkahnya. Tiba-tiba hawa menjadi dingin, membuat Rifal langsung terdiam dan meneguk ludah.
"Bapak ini guru kamu," tegas Jeffry sambil melihat Rifal dengan tajam. Jeffry berharap dengan ia marah seperti ini Rifal bisa diam, dan tidak mengatakan kepada teman-temannya yang dibelakang bahwa dirinya tadi menanyakan Alena.
"PAK JEFFRY NANYAIN ALENA OI!! "
**
"Pak Jeffry nanyain gue? " tanya Alena semangat dan jangan lupakan matanya yang sedikit melotot karena terkejut.
"Iya, dia nanyain berapa lama lo diskors, " jawab Rifal santai sambil menikmati semangka yang dihidangkan Bunda Alena tadi.
"Ih! Masak semangka yang tinggal putihnya doang masih lo jilat-jikat gitu, " ucap Tono sambil menampakkan ekspresi jijiknya.
"Kesannya jorok ya guys..." ujar Devan ikut-ikutan, walau pandangan pria itu tidak lepas dari layar ponselnya yang ia miringkan. Dimanapun Devan berada, ia tidak akan lepas dari game.
"Gue orangnya nggak mau mubajir, " protes Rifal sedikit sewot.
Jadi ceritanya mereka semua sedang berkumpul dirumah Alena, lebih tepatnya didalam kamar Alena. Lihatlah sekarang, kamar Alena yang tidanya rapi kini begitu berantakkan. Membuat Alena menyesali dirinya yang telah menerima kedatangan teman-temannya. Mungkin ini balasan untuk Alena yang suka seenaknya dirumah Kia.
"Van, lo bisa turun nggak sih dari kasur gue, " kesal Alena sedikit merengek. Devan tampangnya saja yang kalem, tapi kelakuannya suka seenaknya saja. Seperti sekarang, dengan tidak sopan santunnya pria itu tidur sambil main game diatas tempat tidur Alena dengan kaki yang ia tempelkan kedinding.
"Ntar dinding kamar gue kotor karna kaki lo." Alena terus mendumel. Telapak kaki Devan menempel pada dinding kamar Alena membuat Alena merasa tidak tenang.
"Van..." ucap Kia lemah lembut. Seperti biasanya Devan menurut, pria itu memperbaiki posisinya walau matanya masih terfokus pada layar ponsel. Banyak yang mengira Devan itu menyukai Kia, karena pria itu selalu nurut kepada Kia.
"Devan semalam curhat sama gue, kalau dia itu suka sama lo." Rifal kembali mengada-ngada.
Kia melihat Devan sebentar, pria itu tidak merespon membuat Kia mengalihkan pandangan.
"Jadi Pak Jeffry gimana oi? " ucap Alena kepada Rifal seakan menagih.
"Ya gitu..."
"Eh gue mau ce--" Alena diam sesaat. Alena seakan berfikir, salahkan kalau ia menceritakan bahwa Jeffry pernah menciumnya? "Nggak jadi, nggak jadi," ucap Alena sambil cengengesan, raut wajah gadis itu tampak gugup.
"Gue benci orang yang ngomongnya setengah-setengah," ucap Riska yang sudah termakan kepenasaranan.
"Gue juga, terlebih orangnya jelek kayak Alena."
.
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alena (END)
Teen FictionJeffry itu seorang guru PL, tentu umurnya dengan Alena terpaut jauh, tapi Alena tetap mencintainya. Jeffry itu sering marah, suka membentak, dingin, dan Alena masih tetap mencintainya. Kurang tulus apalagi cinta Alena terhadap pria itu? Alena selal...