Jangan lupa vote duluuuu
Semenjak kejadian itu, Jeffry benar-benar tidak memakai fasilitas sang Papa, kecuali rumah. Tapi mungkin besok Jeffry akan pindah, pasalnya tugasnya sudah beres.
Ojek berhenti tepat didepan rumah Jeffry, Jeffry membayar, ketika ia hendak melangkah tapi tukang ojek bersuara. "Orang kaya kok naik ojek, mas? " tanya tukang ojek itu, melihat rumah Jeffry penuh dengan decak kagum. "Rumahnya bagus. "
Jeffry tersenyum kecil. "Ini bukan rumah saya, Mas. Saya cuman numpang disini, " ucap Jeffry, lalu dirinya berlalu begitu saja.
Sudah beberapa kali Jeffry mengetuk pintu rumah, tapi tidak kunjung dibukakkan. Jeffry menggeleng kecil, mencoba untuk menepis semua pikiran buruk itu, mungkin sang Mama tengah tidur. Jeffry membuka pintu rumah sendiri, karena dirinya juga memiliki kunci cadangan.
Jeffry masuk kedalam rumah. Seketika pria itu mendelik. Dirinya terpaku ditempat, badannya terasa lemas, kakinya gemeteran, melihat sang Mama yang tergeletak diatas lantai ditemani oleh kain pel dan ember yang berisi air.
"Mama! " Jeffry panik, Jeffry berlari menghampiri sang Mama. Air mata Jeffry langsung berderai, melihat darah yang sudah kering dipelipis sang Mama. Jeffry mengangkat kepala sang Mama, menumpukan diatas pahanya, Jeffry mencoba untuk membangunkan sang Mama. Tapi tidak bisa, tampaknya sang Mama lebih memilih untuk menutup mata.
Jeffry menangis, ia merasa bingung. Entah kepada siapa ia menggapai sekarang, ia tidak punya siapa-siapa untuk minta tolong. Rindu, iya Rindu. Cepat-cepat Jeffry berlari kerumah Rindu, meminta tolong agar Rindu bisa meminjamkan mobilnya, untuk membawa sang Mama kerumah sakit.
*
Jeffry berdiri, lalu duduk kembali, entah sudah berapa kali ia melakukan aktivitas itu. Jeffry terlihat sangat gelisah.
Rindu yang melihat pria itu jadi capek sendiri. Rindu menghela nafas panjang. "Tenang, Jef," ucap Rindu sambil menarik tangan Jeffry untuk duduk.
Jeffry melihat ke Rindu dengan tatapan capek. "Ajarin gue tenang dalam situasi kayak gini. " Jeffry benar-benar takut sang Mama kenapa-kenapa. Jeffry tidak mau kehilangan wanita yang sangat berharga itu. Sang Mama adalah alasan Jeffry untuk hidup. Jika sang Mama mati, maka Jeffry akan mati juga.
"Tenang Jeffry. Mama kamu nggak apa-apa kok, percaya sama om." Papa Rindu juga ikut bersuara, pria itu berdiri disudut pintu yang tertutup, bersama sang istri.
Kedua orang tua Rindu juga ikut menemani Jeffry. Padahal sang Papa tengah bekerja, dan diam-diam Rindu menelponnya, alhasil ia disini. Jeffry tidak tahu harus berterima kasih dengan cara apa, yang jelas mereka sangat baik.
Jeffry duduk sedikit membungkuk, dengan tangan yang menutupi wajahnya. Didalam hati ia berdoa, agar sang Mama baik-baik saja.
Rindu memaksakan senyumannya, meraih tangan Jeffry lalu mengusapnya dengan lembut.
Sebagai respon Jeffry menoleh, pria itu mendapati wajah Rindu yang begitu menenangkan. Jeffry tersenyum kecil, lalu menghela nafas panjang. "Gue takut Mama kenapa-kenapa, Ndu. "
Rindu menepuk bahu Jeffry. "Jangan takut, ada gue," ucap Rindu sambil tersenyum, berharap sahabatnya itu jadi tenang. Jeffry tidak akan tahu, bagaimana khawatirnya Rindu. Rindu juga khawatir, tapi ia tidak menampakkannya, ia tidak mau memperburuk keadaan.
Jeffry menggenggam erat tangan Rindu, entah kenapa hanya itu yang membuat dirinya bisa tenang. "Gue takut..." kalimat itu kembali terucap dari mulut Jeffry.
Kedatangan dokter dari kamar membuat semuanya bangkit dari duduknya.
"Bagaimana keadaan Mama saya dok?" tanya Jeffry cepat, terdengar begitu khawatir.
Dokter itu tersenyum. "luka dikepala pasien tidak parah. Sekarang pasien sudah sadarkan diri. Tapi pasien belum diperbolehkan pulang. " kalimat berusan membuat pendengarnya menghela nafas lega. "Saya permisi dulu.
"Syukurlah, " ucap Papa Rindu sambil menyeka wajahnya menggunakan telapak tangan.
Mereka semua masuk kedalam kamar rumah sakit. Jeffry langsung memeluk sang Mama. "Mama...Jeffry khawatir, 'kan udah dibilang jangan kerja, " ucap Jeffry jadi mengomel.
Mama Rindu tersenyum, ia mengucap syukur. "Kondisi kamu baik-baik aja Laras. "
Rindu mengangguk. "Tante nggak tau betapa khawatirnya Jeffry tadi, " ucap Rindu diakhiri dengan kekehan kecil.
Laras melihat mereka semua dengan mata sendu. Kening Laras mengkerut, perlahan ia menangis. Membuat semuanya mengkerutkan kening. "Mama kenapa? " tanya Jeffry lirih.
Laras menggeleng, sambil menghapus air matanya.waktu seakan berjalan mundur diotak Laras. Otak Laras seakan menayangkan kejadian-kejadian yang lampau. Membuat kepala Laras merasa sakit, tapi Laras berusaha untuk tenang. Laras tidak mau mengatakan kepada semuanya, Laras takut orang-orang baik ini akan meninggalkan.
Tangisan Laras semakin pecah, ketika ingatan-ingtannya pada masa lalu terputar layaknya film didalam otaknya.
Laras merasa bersalah kepada Jeffry.
"Ma...Mama kenapa? " tanya Jeffry jadi panik.
Laras kembali menggleng, lantas tersenyum kecil. "Mama nggak apa-apa sayang." ucap Laras sambil mengusap lembut pipi Jeffry.
Laras ingin mengatakannya, tapi ia takut Jeffry marah. Laras takut Jeffry jadi benci kepadanya, seperti Jeffry benci kepada sang Papa. Untuk saat ini Laras merahasiankan terlebih dahulu kepada semuanya.
Iya, ingatan Laras sudah pulih.
Kini Laras sudah mengingat semuanya. Kini Laras ingat bagaimana persis wajah sang suami. Sang suami belum meninggal. Termasuk kejadian dimana ia dan sang suami bertengkar hebat. Laras ingat penyebabnya. Itu bukan salah sang suami, tapi salah dirinya sendiri. Karena itu Laras tidak ingin ada yang tahu bahwa ingatannya sudah pulih. Laras takut mereka semua meninggalkannya.
Sampaiin sesuatu buat mama Jeffry dung
KAMU SEDANG MEMBACA
Alena (END)
Teen FictionJeffry itu seorang guru PL, tentu umurnya dengan Alena terpaut jauh, tapi Alena tetap mencintainya. Jeffry itu sering marah, suka membentak, dingin, dan Alena masih tetap mencintainya. Kurang tulus apalagi cinta Alena terhadap pria itu? Alena selal...