Tiga orang remaja tengah mengendap-ngendap dibalik pintu ruangan olahraga. Tono yang berada paling depan sedikit menyodorkan kepalanya, melihat siapa saja didalam ruangan itu. Ketika hendak keposisi semula, kepala Tono malah membentur kening Rifal yang berada dibelakangnya.
Rifal meringis kecil. "Aduh...liat dong," gerutu Rifal dengan suara kecil, pria itu mengusap-ngusap keningnya.
"Mana gue tau anjir, lo pikir mata gue letakkan dibelakang, " kesal Tono kepada Rifal.
Alena yang berada dibelakang Rifal menghela nafas. Mereka bilang mereka ingin membantu Alena, tapi mereka malah bertengkar seperti ini.
"Jangan berantem gila, " kesal Alena sambil melototkan matanya kepada dua temannya itu.
Tono mengerjap pelan lalu menarik dua temannya itu sedikit menjauh dari ruangan olahraga, agar mereka tidak berbisik-bisik seperti ini.
Pria itu begitu serius dalam hal-hal seperti ini.
"Jadi, gue panggil anak-anak yang lain dulu, " ucap Tono sambil mengarahkan jempolnya kearah siswa-siswi yang menghabiskan waktu istirahatnya dikoridor.
Alena meringis kecil karena tidak setuju. "Kok manggil mereka sih, kalau ditolak malu dong gue."
Tono geleng-gelang kepala, lalu berdecak, Alena memang lemah dalam hal ini. "Eh lo cukup semua pelajaran aja gobloknya ya. Dalam hal ini usahin enggak, " kata Tono mulai bete.
Rifal mengangguk semangat mengiyakan. Padahal tu cowok nggak ngerti apa yang dibilang Tono.
"Dengan gue bawa orang kesini, dengan itu juga kesempatan Jeffry nerima lo gede." jelas Tono serius. "Jeffry nggak bakal tega ngenolak lo didepan orang-orang." Alena hanya bisa membalas dengan anggukan. Jujur, kali ini detak jantung gadis itu tidak karuan.
"Tapi bunganya mana? " teriak Alena kepada Tono yang baru menjauh beberapa langkah. Alena memperlihatkan telapak tangannya yang kosong ke Tono.
"Ah! " Tono berdecak kesal sambil menyeka wajahnya. "Suruh Rifal deh!" Tono kembali melanjutkan jalannya.
"Ayo Fal..." perintahkan Alena kepada Rifal. "Gue liatin Pak Jeffry dari sini, mana tau dikeluar, " jelas Alena.
Bibir Rifal sedikit terangkat, tidak terima disuruh-suruh seperti ini. Ia berdecak, lalu pergi mengambil bunga mawar Alena ke kelas.
Alena mengeluarkan nafasnya dari mulut, sambil menggosok-gosok telapak tangan satu dengan yang lainnya. Seperti orang kedinginan.
Alena mendelik melihat Rifal berlari kearahnya. Jarak kelas dengan ruangan olahraga cukup jauh, lah ini cowok kenapa cepat banget baliknya.
"iih! Bunga mawar dikelas Rifal...bukan itu." gerutu Alena sambil menunjuk bunga kembang sepatu ditangan Rifal.
Rifal yang terlihat ngos-ngosan berusaha untuk menetralkan nafasnya terlebih dahulu. "Ya, jauh anjir! Nggak keburu. Ini aja, biar estetik. "
Alena yang kurang mengerti hanya bisa menerima bunga itu. "Biar estetik, ya? " tanya gadis itu polos, Rifal menjawab dengan anggukan semangat.
"Sekarang ayo beraksi." Rifal mendorong Alena untuk mendekat ke ruangan olahraga.
Kening Alena mengkerut ketika mengingat sesuatu, ia menghentikan langkahnya. "Tapi Tono belum dateng."
Rifal menggeleng, lalu berdecak. "Ah tu orang ga ngerti apa-apa. Ikutin kata gue, " ucap Rifal yang dibalas anggukan oleh Alena. Padahal Rifal yang tidak mengerti apa-apa.
Rifal mendorong kuat tubuh Alena untuk masuk kedalam ruangan olahraga. Alena mengumpat didalam hati, hampir saja ia tersungkur. Gadis itu melotot Ke Rifal, pria itu mendelik seakan memberi kode kepada Alena.
Alena beralih ke Jeffry, untung hanya pria itu saja yang ada didalam ruangan olahraga. Alena mendelik menyadari sesuatu, cepat-cepat ia menyembunyikan bunga kembang sepatu yang sudah layu itu kebelakang tubuhnya.
Jeffry melihat Alena dengan kening mengkerut, seakan meminta jawaban. Walau Alena sekarang cengengesan tapi percayalah gadis itu didalam hati tengah menangis.
Keduanya menoleh kearah pintu, seketika Alena menampakkan muka jeleknya, seakan menangis. Tono membawa siswa-siswi yang begitu banyak.
Alena ragu rencananya akan berhasil.
Jeffry mendelik, ia tidak mengerti. Apa ini? Kening pria itu semakin mengkerut, melihat Tono mengomando siswa-siswi sebanyak itu.
"Baris yang rapi dulu woi!! Jangan desakan ntar Alena kehabisan nafas!!" suara Tono yang keras dapat didengar dengan jelas oleh Jeffry dan Alena yang berada didalam ruangan.
Jeffry mendelik, melihat siswa-siswi mengerumuni ruangan olahraga. Bencana apa lagi ini?
Alena terlihat bingung, gadis itu menggigit bibir bawahnya. Alena melihat ko Tono, gadis itu menampakkan muka jeleknya, merasa bingung. Sedangkan Tono, pria itu mengkode-kode Alena untuk melancarkan aksinya.
Alena mengangguk yakin. Cinta harus butuh perjuangan, dan inilah perjuangan Alena.
Mata Jeffry menajam, malihat Alena berlutut dihadapannya sambil menampakan bunga kembang sepatu yang sudah layu.
"Aaku suka sama Bapak, Bapak mau kan jadi pacar aku?" ucap Alena dalam satu hembusan nafas. Alena memicingkan matanya, tidak mampu melihat mata Jeffry. "Kalau bapak nerima aku, ambil bunga ini. "
Alena memang gila ya
Satu kata buat Alena
Buat rifal sama Tono juga dung
KAMU SEDANG MEMBACA
Alena (END)
Novela JuvenilJeffry itu seorang guru PL, tentu umurnya dengan Alena terpaut jauh, tapi Alena tetap mencintainya. Jeffry itu sering marah, suka membentak, dingin, dan Alena masih tetap mencintainya. Kurang tulus apalagi cinta Alena terhadap pria itu? Alena selal...