Sebelum baca jangan lupa vote
Olahraga dilapangan selesai sebelum bel istirahat berbunyi, karena itu Jeffry membawa murid kelas sebelas ips satu untuk masuk kekelas terlebih dahulu. Ada yang ingin ia sampaikan juga.
"Udah masuk semuanya? " tanya Jeffry tegas, seperti biasanya.
"Udah Pak..." sahut mereka serempak, dapat dikatakan seperti anak tk.
Jeffry bangkit duduknya. "Disini ada yang bisa main bola? " tanya Jeffry melihat kebarisan para cowok. "Yang cowok," lanjut Jeffry memperjelas.
"Yang cowok-cowok disini cuman bisa main berbie, Pak, " sahut Alena.
Jeffry mengerjap, sedetik kemudian terkekeh. "Ada-ada aja, " jawab Jeffry masih terkekeh.
Se isi kelas mengerjap, memandangi Jeffry tidak percaya. Mereka hampir tidak pernah melihat Jeffry tertawa. Biasanya ketika mengajar dikelas ini Jeffry hanya menampakkan wajah datarnya saja. Dan sekarang ia tertawa, karena Alena pula. Sukses membuat mereka menganga kecil, terlebih Devan yang tidak mendukung shipper Alena dan Jeffry.
"Walau Bapak ngehina kami, tapi saya seneng ngeliat Bapak ketawa, " ucap Rifal terharu melihat Jeffry dengan mata yang berbinar-binar.
Jeffry menyerngit, menyadari kenapa semudah itu ia tertawa disini.
"Saya suka gaya Bapak yang sekarang," ucap Kia girang menunjuk Jeffry.
"Jangan galak-galak lagi, Pak. Terlebih sama Alena." Dea pun ikut nimbrung, gadis itu menepuk-nepuk bahu Alena, yang langsung ditepis oleh Alena, ia tampak salah tingkah.
Jeffry menggerutui dirinya didalam hati, lagi-lagi perlakuannya kepada Alena tidak bisa ia kendalikan. Jeffry melihat Alena sekilas, lalu cepat-cepat membuang muka.
"Pak, permisi Pak, " ucap Rendi berdiri sambil mengangkat tangan.
"Alah...palingan kantin, " ucap Rifal sambil mencibir.
Tono melihat Rendi sekilas, lalu mengangguk semangat ke Rifal.
Jeffry menghela nafas, merasa lega, didalam hati ia berterima kasih kepada Rendi yang sudah mengalihkan pembicaraan. "O...iya."
Dikursi nomor dua, ada seorang pria yang tengah kebingungan. Sedari tadi ia menyerngit, merasa begitu bingung. Devan menghela nafas, melihat Alena yang sampai sekarang masih salah tingkah. Kemudian beralih ke Jeffry, entah kenapa guru Pl muda itu kali ini tampak gugup. Mereka sudah jadian? Opini itu menyeludup kedalam otak Devan. Pasalnya, Devan tadi pagi juga melihat Jeffry dan Alena berbicara. Itu adalah pemandangan yang asing baginya. Devan biasanya begitu anti memikirkan hal bodoh seperti ini, tapi kali ini Devan harus mencari tau, karena Devan tim garis keras Jeffry Audrey, bukan Jeffry Alena.
Bel istirahat mengeluarkan suara, membuat Jeffry merasa lega, terbebas dari kelas ini. "Eung...nggak ada ya?" tanya Jeffry memastikan. "O...Yaudah kalian boleh istirahat. " usai berkata itu Jeffry merunduk merapikan beberapa buku miliknya, dan mengumpulkan alat tulis yang berserakan dimeja.
"Pak Jeffry. "
Jeffry mendongak, mendengar namanya disebut. Alisnya terangkat, melihat gadis yang berdiri didepannya, dengan tangan memegang kotak bekal.
"Ada apa, Alena? " tanya Jeffry.
"Ini buat Bapak, " ucap Alena, mendekatkan bekal itu kepada Jeffry.
Jeffry beralih dari Alena, melihat para murid yang menyaksikan meraka. Jeffry menghela nafas, kalau ini tidak ia terima bisa panjang urusannya.
"Buat Bapak? " tanya Jeffry, lagi, dibalas anggukan semangat oleh Alena.
Jeffry mengangguk kecil, mengambil kotak bekal itu. "Makasi, ya. "
Seisi kelas diam seribu bahasa, mulut mereka terbuka, menyaksikan drama pendek yang endingnya yang sungguh diluar dugaan. Mereka pikir Jeffry tidak menerima bekal itu. Alena kali ini menang banyak.
"Lo melet dia, Na? " tanya Devan melihat Alena dengan wajah tak berekpresi.
"Na, lo melet Pak Jeffry? " tanya Kia memperjelas pertanyan dari Devan.
Mata Rifal berkaca-kaca, tertegun begitu saja. Perjuangan sahabatnya ternyata tidak sia-sia. "Gue sebagai tim sukses lo senang, Na. Tapi gue juga kasian sama Pak Jeffry yang udah lo pelet, " ucap Rifal beralih melihat punggung Jeffry dengan wajah sedih.
"Kasian anak orang, Na..." ucap Riska dengan mata tak mengerjap.
Rifal mengangguk kecil. "Lo udah ngehancurin masa depan anak orang."
Alena mengumpat keras. Merasa kesal dihakimi seperti itu. "Gue nggak melet pak Jeffry! " ucap gadis itu, sambil mengehentakkan kaki kelantai. "Ini real, usaha gue! " Alena bangga, sedetik kemudian gadis itu mengangkat dagunya, lalu tersenyum sombong penuh dengan kemenangan. "Ntar buk Audrey nangis deh gue buat," lanjut gadis itu, begitu sombong.
Devan si pendukung Audrey tentu tidak terima dengan ucapan Alena. "Eh! Pak Jeffry itu sukanya sama Buk Audrey, ya. Jangan gr lo, Alena. Dia nerima bekal lo karena dia kasian aja sama lo. Matiin tu peletnya, kasian..." omel sang ketua kelas.
Rifal berkacak pinggang, merasa heran kenapa tu cowok jadi sewot sendiri. Biasanya kalau dalam hal ini ia selalu terlihat cuek. "Iya Mak Devan..." Ledak Rifal. "Mulut lo kayak emak-emak! Gila lo ya! " Rifal jadi mengomeli Devan.
"Tau tuh, mana pedes lagi, " ucap Alena acuh, memain-mainkan kukunya.
"Alena." tampak seorang familiar bagi mereka yang tergesa-gesa masuk kelas, nafasnya tidak teratur.
"APAAN!?" Ucap Alena karena Rendi tidak kunjung berbicara, pria itu tampak masih menentralkan nafasnya.
"Pak Jeffry bener udah berubah, dia ngasih lo bekal, gila, " ucap Rendi dengan raut tidak percaya. Ceritanya tadi Rendi berselisih dengan Jeffry, terus Jeffry minta tolong sama Rendi untuk memberikan bekal itu ke Alena.
Seisi kelas mengerjap memandangi kotak bekal itu, sedetik kemudian mereka semua tertawa terbahak-bahak.
Ternyata itu bekal yang diberi Alena tadi.
Kata-kata buat Devan dung temen2
Buat Alena and the geng juga
KAMU SEDANG MEMBACA
Alena (END)
Ficção AdolescenteJeffry itu seorang guru PL, tentu umurnya dengan Alena terpaut jauh, tapi Alena tetap mencintainya. Jeffry itu sering marah, suka membentak, dingin, dan Alena masih tetap mencintainya. Kurang tulus apalagi cinta Alena terhadap pria itu? Alena selal...