Bel istirahat sudah berbunyi lima menit yang lalu, sedangakan anak kelas sebelas ips satu masih setia didalam kelas. Sangat jarang mereka seperti ini, biasanya beberapa detik setelah bel berbunyi kelas sudah kosong.
Mereka terlihat sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Kia gadis berambut sabahu itu tengah sibuk menyusun berbagai makanan jualannya. Kia menjual berbagai makanan, mulai dari bakwan sampai ke roti-rotian. Gadis itu sudah kapok berjualan online. Banyak pembeli hanya memesan saja, ketika barang sudah datang mereka hilang entah kemana.
"Belilah odading mang oleh." usai berkata seperti itu Rifal langsung berjalan ketempat Kia.
"Ini bukan odading, " protes Kia, sambil meletakkan bakwan jualannya kemeja guru.
"Dikelas nggak boleh buka kedai oi! " Teriak Devan yang sedang bermain game, pria itu melihat Kia sekilas lalu kembali fokus ke ponselnya.
"Ya ampun Kia!! Jualan lo banyak banget! " ucap Tono histeris sambil memegangi pelipisnya.
"Ntar kalau bel, kita nggak mau bantuin ngeberesin, " ucap Riska yang membuat Devan terkekeh.
"Lo ngedengar kata Riska tadi, Van? Gue kirain lo budeg beneran." Alena menyindir Devan, tadi ketika ulangan Devan benar-benar menjadi tuli secara tiba-tiba.
"Yang namanya Devan nggak usah ditemenin! " ucap Rifal sambil memberi saus ke goreng tahu miliknya.
"Gue paling kesal pas sama Pak Buyung waktu itu tuh." Tono menerima suapan tahu goreng dari Rifal.
"Idih main suap-suapan anjir! " Rendi yang duduk disamping Devan bergidik jijik.
"Andai gue sama Pak Jeffry gitu, " ucap Alena menopang dagu, membayangkan ia dan Jeffry seperti itu.
"Kotoran gigi Rifal pasti nempel disana, " ucap Devan walau pandangannya masih tertuju ke layar ponsel yang ia miringkan.
"Devan udah mulai ngeselin, ya guys," Riska bangkit dari duduknya kemudian berjalan kearah Kia, untuk membeli jualannya.
"Rendi sekarang udah mulai nimbrung ya, guys, " ucap Rifal sambil melirik Rendi sebentar.
"Dea udah mati ya guys." Alena juga ikut menirukan itu, sekaligus menyindir Dea yang akhir-akhir ini sangat sibuk dengan ponselnya, dan itu pasti tidak jauh-jauh dari dunia K-pop.
Dea hanya diam. Menurut Dea Mv Bts lebih menarik dari cilotehan-cilotehan tidak berbobot dari teman-temannya.
"Aah! Kalah lagi, " gerutu Devan sambil meletakkan ponselnya diatas paha.
Devan mengajak Rendi untuk kekantin, tapi pria itu menolaknya. Devan bangkit dari duduknya, lalu berjalan kearah pintu.
"Lo mau kemana, Van? " tanya Alena.
"Kantin, ikut nggak? Yang lain ikut nggak? " tawar Devan sambil melirik teman-temannya.
"Gue kalau ditraktir mau aja sih, " ucap Tono.
"Yoi." dukung Rifal. Pria itu masih setia memakan makanan jualan Kia.
"Iih. Kok beli makanan kantin, disini 'kan gue jualan, Van, " ucap Kia dengan wajah cemburut.
"Lo ada jual soto? " Kia membalas dengan gelengan.
"Gue ikut kantin bareng lo, Van, " Alena bangkit dari duduknya.
"Cie cie piwuiiit, " goda Tono sambil bersiul-siul tidak jelas.
Kia tidak mau kalah juga. "Udah move on dari Pak Jeffry ternyata."
"Jangan mau sama Alena, Van. Tu cewek kalau diatas kasur ganas, gue udah ngecoba, " ucap Rifal terbang entah kemana. Alena hanya bisa membalas dengan umpatan.
Alena dan Devan berjalan beriringan. Ini kali pertama Alena dan Devan kekantin berdua. Dari sini Alena tahu, kalau Devan adalah orang yang tidak asik. Lihatlah sekarang, pria itu hanya diam dengan pandangan lurus kedepan. Berbeda dengan Tono dan Rifal yang selalu berbicara kapanpun dan dimanapun.
"Van, menurut lo gue cocok nggak sama Pak Jeffry? " tanya Alena sambil membayangkan ia tengah duduk berdua bersama Jeffry.
"Mimpi bisa dapetin dia." bukan menjawab pertanyaan Alena, Devan malah meruntuhkan semangat Alena berjuang untuk mendapatkan Jeffry.
Mulut Devan pedas ternyata.
Akhirnya mereka berdua sampai dikantin. Kantin masih terlihat ramai.
"Van, Van, liat tuh."
Kening Devan mengkerut, mata pria itu mengikuti arah tunjuk Alena.
"Liat tuh si Audrey." Alena melihat Audrey dengan sinis. Dendam soal kemarin masih tersimpan rapi dihati Alena.
"Ganjen banget 'kan? Padahal dia udah punya Pak Jeffry." Alena sedikit berbisik kepada kepada Devan.
"Tuh dia grepe-grepe Kenzi, " ucap Alena ketika melihat Audrey menepuk-bepuk bahu Kenzi.Devan berdecak. Devan benar-benar tidak tertarik dengan itu. Devan tidak peduli. Mau Audrey ngegrepe-grepe Kenzi, atau Audrey mau memperkosa Kenzi, Devan tetap tidak peduli.
"Lo ngomong apasih? " ucap Devan sedikit berbisik, kening pria itu mengkerut.
"Lo tau nggak? Kalau kemarin si Audrey itu ngelempar gue sama bola." Alena masih melihat kearah Audrey. Tangan gadis itu mengepal, mengingat kejadian kemarin.
"Nggak mungkin, " ucap Devan tidak percaya. "Kemarin aja gue dibeliin minum dikantin. " kemarin Devan membeli minuman ale-ale dikantin. Ketika hendak membayar Devan sadar uangnya tinggal didalam tas. Dan Audrey lah yang membayar minuman tersebut, kebetulan gadis itu ada disana.
"Lo ganteng, makanya dia mau. " Alena langsung berjalan kearah Audrey. Devan yakin pasti Alena melakukan yang tidak-tidak.
"Lo ngapain oi? " Devan menahan tangan Alena.
"Dia udah ngelempar gue pake bola basket, Van. Dan gue cuma mau ngebuat pertanggung jawaban sama dia. "
Devan berdecak. "Jangan aneh-aneh deh, Na." Devan berusaha membujuk Alena.
"Lo yang aneh. Temen lo dijahatin orang lo malah gini. " ucap Alena tidak mau kalah.
Jangan lupa tinggalkan jejak.
Pertanggung jawaban apanih yang dimaksud Alena
KAMU SEDANG MEMBACA
Alena (END)
Teen FictionJeffry itu seorang guru PL, tentu umurnya dengan Alena terpaut jauh, tapi Alena tetap mencintainya. Jeffry itu sering marah, suka membentak, dingin, dan Alena masih tetap mencintainya. Kurang tulus apalagi cinta Alena terhadap pria itu? Alena selal...