(46)Ketemu pria brengsek

93 11 0
                                    

Jangan lupa vote sebelum membaca ya...

Jeffry berpaling dari mobil putih yang tak jauh dari mereka, tapi seketika kening Jeffry mengkerut, seakan menyadari sesuatu. Dengan capet Jeffry melihat kembali ketempat itu. Mata pria itu membesar, seketika hatinya terasa hancur, seketika air matanya ingin jatuh.

Rindu bertanya, namun tidak dijawab Jeffry. Membuat gadis itu menoleh ke Jeffry, kening Rindu mengkerut, ia mengikuti arah pandang Jeffry. Dan kini ekspekresi Rindu tidak jauh berbeda dengan Jeffry.

Rindu meneguk ludahnya, pamandangan yang sempat ia lihat beberapa hari yang lalu kini terulang kembali. Tampak seorang pria yang mengenakan kemeja biru muda tengah menggandeng seorang wanita. Mereka tengah berbicara, entah sama siapa.

Itu adalah Papa Jeffry. Dan perempuan itu... Jeffry dan Rindu tidak mengetahuinya.

Rahang Jeffry mengeras, tangannya mengepal. Sekarang sudah jelas, Jeffry sudah menyaksikannya. Mata tajam Jeffry masih tertuju kearah orang yang dulu ia panggil Papa.

Orang yang dulu berjanji akan menemani Jeffry hingga sukses, orang yang dulu berjanji akan membimbing Jeffry, orang yang dulu berjanji akan memberikan kebahagian kepada Jeffry. Dan kini orang itu berkhianat, semuanya itu omong kosong. Bukan Jeffry saja yang terluka, tapi juga sang Mama yang lebih terluka.

Pecundang, adalah kata yang pantas ditujukan kepada orang itu.

"Jeffry, Papa bangga sama kamu. Papa beruntung punya anak seperti kamu, Papa bakal sayang selamanya kapada Jeffry, " ucap Papa Jeffry waktu itu, ketika Jeffry mendapatkan peringkat pertama dikelasnya.

Setetes air mata Jeffry jatuh, mengingat itu. Sekarang apa? Dirinya dan sang Mama malah dicampakkan oleh pria itu. Pria itu malah memilih perempuan lain.

Rindu tampak gelisah, tidak tahu harus berbuat apa. "L-lo mau, ketemu sama Pa-pa lo? Lo ka-ngen sama dia? " tanya Rindu takut-takut, itu adalah pertanyan paling bodoh yang ditanyai Rindu kepada Jeffry, Rindu menggerutui dirinya didalam hati. Rindu meneguk ludahnya. "Atau lo--"

"Gue mau balik, " jawab Jeffry pandangannya masih ke sang Papa. Jujur, Jeffry begitu merindukan pria brengsek itu. Tapi rasa rindu itu tidaklah lebih besar dari rasa kecewa.

Jeffry bangkit dari duduknya, berjalan dengan menunduk. Meninggalkan Rindu yang sedikit menganga.

Rindu melihat kearah Papa Jeffry sebentar. Rindu tersenyum misis, pria brengsek itu tampak bahagia, tanpa memikirkan anaknya yang memiliki beban hidup yang begitu berat.

Rindu bangkit dari duduknya, berlari kecil menyamakan langkahnya dengan Jeffry. Rindu menggenggap erat tangan Jeffry, membuat Jeffry menoleh kearahnya dan tersenyum kecil.

Jeffry beruntung memiliki Rindu, selama ini Rindu selalu ada untuknya. Rindu selalu menguatkan Jeffry, ketika berada disituasi seperti ini.

"Nggak apa-apa 'kan? " tanya Rindu memastikan keadaan Jeffry, apakah baik-baik saja atau tidak. Rindu ingin menenangkan Jeffry dalam dekapannya, tapi terlihat lucu jika mereka berpelukan ditrotoar.

Jeffry mengangguk kecil. "Gue kangen sama dia, " ucap Jeffry yang menunduk.

Rindu menipiskan bibirnya, sedikit tertegun. "Eung..." Rindu menggaruk-garuk tekuknya, bingung ingin membalas dengan apa.

"Tapi gue juga benci sama dia. "

Rindu menghela nafas panjang, lalu memaksakan senyumnya. "Nggak boleh gitu, Jef..."

"Dia nggak peduli sama gue, dia nggak sayang sama gue." ucap Jeffry dengan mata yang menyendu. Ingin menangis, tapi ia berusha untuk menahannya, membuat hatinya terasa amat sakit.

Rindu berdecak. "Dia peduli sama lo. Dia sayang sama lo, " jawab Rindu menenangkan. "Buktinya dia ngirimin uang setiap bulan, walau nggak lo ambil sih, " ucap Rindu sedikit terkekeh pada akhir ucapannya, berniat mencairkan suasana.

"Kalau dia sayang sama sama gue, kenapa dia nggak nyari gue? "

Rindu mengatupkan bibirnya mendengar itu, tidak tau harus menjawab apa. Benar kata Jeffry, sang Papa tidak mencari Jeffry, menanyakan pun tidak.

"Gue nggak butuh uang, yang gue butuhkan kasih sayang dari dia," ucap Jeffry membuat Rindu meneguk ludah. Mendengar ucapan dari Jeffry saja, membuat Rindu ikut merasakan rasa sakit yang tengah menyeludup di dada Jeffry.

"Dulu gue nganggep dia seorang ayah yang hebat, ternyata gue salah." Jeffry tersenyum miris, menundukkan kepalanya, berharap tidak ada yang melihat raut wajahnya yang penuh dengan kesedihan.

Rindu menghela nafas panjang, mengeratkan genggaman tangannya. "Ada gue, Jef...ada Papa sama Mama juga." Rindu tersenyum, membuat Jeffry ikut tersenyum juga.

Jeffry mengelus surai hitam milik Rindu, lalu melepaskan genggaman tangannya, memilih untuk merangkul gadis itu. Jeffry menyayangi Rindu, layaknya seorang Kakak menyayangi Adiknya. Jeffry bersyukur, tuhan memberikan sahabat sebaik Rindu kepadanya.

"Terima kasih, Rindu. "

     

Jangan lupa baca cerita i'm not Happy Girl





Alena (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang