(71)Ending!!!!

720 19 1
                                    

Jangan lupa vote duluuu

Jeffry berjalan cepat menuju rumahnya. Bersama Rindu membuat dirinya Lupa waktu. Padahal ia sudah berjanji untuk menemani Alena ke toko buku.

Jeffry cengengesan, melihat Alena yang tengah menatap tajam kearahnya. Gadis itu tampak sudah rapi, tentu ia menunggu Jeffry sedari tadi.

Jeffry meringis, menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Kakak tadi habis bantuin Rindu." alasan Jeffry, padahal ia dirumah Rinduia sibuk menggombali gadis itu.

Alena mencibir. Ingin marah, tapi tidak bisa. Kalau marah kepada Jeffry ribet jadinya. Jika kita marah, ia akan marah balik. Contohnya saja malam tadi, ia minta tolong dibuatkan jus oleh Alena. Jelas Alena tidak mau, tapi Jeffry memaksa dan menyebut Alena adik durhaka. Alena marah, eh si Jeffry marah balik, malah nggak mau bicara sama Alena sampai pagi.

Alena berdecih, menghentakkan kakinya ke lantai teras. "Alasan," ucap Alena sok marah, melipat tangan didada. "Ini udah mau magrib, " lanjut Alena memprotes, sembari memperlihatkan jam tangannya ke Jeffry.

Jeffry manggaruk-garuk kepalanya, terlihat bingung. "Yaudah, malem aja," jawab Jeffry santai, tanpa memikirkan Alena yang sudah berpakaian rapi.

Alena mendengus, tangannya sudah gatal ingin memukuli Jeffry. "Aku maunya sekarang, " rengek gadis itu.

"Ini udah magrib, Na. Janji nanti bakal kakak teme-- eh--" Jeffry seakan berfikir. "Kayaknya nggak bisa deh, Na. Kakak malam ini mau jalan sama Rindu."

Bugh!

"Sakit, Na, " ucap Jeffry, mengusap-ngusap lengannya yang dipukul Alena menggunakan tasnya.

Alena memanyunkan bibirnya, ia kecewa. Ia pikir dengan menjadi Adik Jeffry ia bisa disayang oleh pria itu. Tapi sama saja, ia tidak pernah dinomor satukan oleh Jeffry. Tampaknya Jeffry lebih peduli kepada Rindu dibandingkan Alena.

Alena melongos, memandangi Jeffry dengan tatapan capek. Dengan lesu gadis itu berjalan manjauh, mendudukan bokongnya dikursi rotan yang ada diteras.

Alena termenung, melihat kesatu titik dengan tatapan kosong.

Jeffry mengangkat alisnya, lalu berjalan mendekat ke Alena. Ia duduk dikursi rotan yang satunya, tepatnya disamping Alena.

"Maunya kapan? " tanya Jeffry, mamandangi wajah Alena yang manyun.

"Sekarang, " jawab Alena tanpa menoleh ke Jeffry.

"Udah magrib, Na. Nggak baik, kalau jatoh gimana? "

"Nanti malem. "

"Nanti malam Kakak mau jalan sama Rindu. "

Alena mengumpat, membuat Jeffry reflek mendelik. Alena melihat Jeffry berapi-api, ingin menjambak rambut pria itu sekarang juga. Tapi Alena mencoba untuk menahannya. "GUE MAUNYA SEKARANG, TAPI LO NGGAK MAU. YAUDAH NANTI MALEM, TAPI LO NGGAK BISA. TRUS BUAT APA LO NANYA SAMA GUE KAPANNYA?! GU--"

Jeffry mendekap mulut Alena, membuat gadis itu meronta-ronta. Meminta agar Jeffry menyingkirkan tangannya.

"Hah! " kesal Alena, ketika ia berhasil melepaskan tangan Jeffry yang menutupi mulutnya.

"Papa marah loh, denger kamu ngomong gitu, " ujar Jeffry sedikit menakuti Alena.

Alena menciut, bersandar lemas ke kursi. "Kakak nggak sayang sama aku, ya? " tanya Alena lemas, tanpa memandangi Jeffry.

"Hah? " tanya Jeffry, pura-pura tidak mendengar. Ia jadi tersenyum, menepuk-nepuk kepala Alena. Mana mungkin ia tidak sayang ke Adiknya yang begitu menggemaskan ini. "Kenapa ngomong gitu? " tanya Jeffry, lambat.

Alena (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang