poligami

10.1K 189 7
                                    

Happy reading guys
.
.
.
.
.
.
.
.
.
'untuk bundaku tercinta, tolong awasi aku'
.
.
.
.
.
.

Raziva terdiam kala kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut mertuanya, matanya memanas dengan tangan yang menggenggam erat ujung bajunya, bahkan usia pernikahan mereka belum masuk tahun kedua.

"Ma, mama gak bisa begitu, bagaimana dengan Ziva?" Tolak Fahreza, suaminya.

"Mama yakin Ziva akan menerimanya demi kebahagiaanmu, benar begitu kan Raziva?" Farah menatap menantunya dengan pandangan tajam nan menusuk.

Raziva terdiam, hatinya tentu menolak dengan keras membayangkan suaminya yang akan menjadi milik wanita lain jika ia mengeluarkan satu anggukan saja, wanita mana yang akan rela membagi suaminya, bahkan membayangkan hal itu saja mampu membuat dadanya sesak, lalu bagaimana jika hal itu benar-benar terjadi. Namun kala mengangkat wajahnya hingga mata itu berkontak dengan kedua mata Farah, Raziva tau jika ia tak akan bisa menolak keinginan mertuanya itu.

"Ziva, jangan terlalu memikirkan perkataan mama, hanya kamu yang akan menjadi istriku, ada ataupun tidaknya seorang anak dalam hidup kita," pelan Reza memeluk istrinya dari samping, sejenak Ziva terdiam hingga akhirnya mengangguk, bukan untuk pertanyaan Farah, tapi untuk ucapan Reza, suaminya.

"Tidak bisa begitu Reza, menikah itu untuk menghasilkan keturunan, bagaimana mungkin kalian tidak memiliki keturunan, bagaimana dengan perusahaan mendiang ayahmu Reza!" Tolak Farah dengan meninggikan nada bicaranya membuat Raziva semakin menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Reza.

"Menikah itu karna cinta, anak itu urusan yang maha kuasa, Reza mencintai Ziva, bagaimana mungkin akan meninggalkannya hanya karna tak mampu memberikan keturunan," lagi, dan lagi, Raziva bersyukur kala suaminya membelanya.

Reza menuntun Raziva untuk pergi meninggalkan Farah yang masih berteriak marah menuju kamar mereka, Raziva menatap kosong pada suaminya yang duduk di hadapannya.

"Mas, kamu beneran pengen punya anak, apa aku terlalu egois dengan mengekangmu dengan pernikahan kita sedangkan aku tidak bisa memberikan keturunan untuk keluargamu," lirih Raziva yang langsung dibalas gelengan oleh Reza, laki-laki itu membelai pipinya dengan sayang.

"Tidak usah memikirkan hal itu, kamu saja sudah cukup untukku, oh iya aku punya berita bagus untuk kita," Semangat yang ada dalam diri Reza menular membuat mata Raziva berbinar.

"Berita bagus, apa?"

"Tadi tukang yang merenovasi rumah kita bilang kalo renovasinya sudah selesai, besok atau lusa mungkin kita sudah bisa kembali ke rumah kita sendiri, dan kamu tak perlu mendengarkan ocehan mamaku lagi." Raziva tersenyum senang, namun jauh di dalam lubuk hatinya, ada sedikit rasa kecewa akan dirinya sendiri yang tak mampu memenuhi keinginan suaminya itu.

***


"Ziva, kamu jangan terlalu lelah, jika sudah selesai segera hubungi aku," pesan Reza setelah sampai di kantor penerbitan tempat Raziva bekerja, Raziva merupakan seorang penulis senior yang telah menekuni bidang penerbitan, semua bermula dari penerbitan yang selalu menerbitkan karya-karyanya mengajaknya bergabung pada dapur penerbitan.

"Mas, aku kan sudah bilang, aku bisa naik kendaraan umum, aku tidak mau merepotkanmu," tolak Raziva pasalnya penerbitan tempat ia bekerja sangat tidak searah dengan perusahaan Reza membuat laki-laki itu harus memutar untuk mengantarnya terlebih dahulu, ditambah dengan jam pulang mereka yang juga berbeda.

I'm (not) a NavilleraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang