Map biru

3.2K 112 7
                                    

Happy reading guys
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
'dan kamu adalah sebuah nama yang selalu menjadi bagian dari kebahagiaanku'
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Kedua tungkai itu melangkah menuju sebuah nisan yang terlihat kokoh, sangat bersih karna memang selalu dibersihkan oleh pihak keluarga yang tak henti-hentinya berkunjung untuk sekedar mendoakan atau hanya melepas rindu pada sang ibu yang sudah tiada

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kedua tungkai itu melangkah menuju sebuah nisan yang terlihat kokoh, sangat bersih karna memang selalu dibersihkan oleh pihak keluarga yang tak henti-hentinya berkunjung untuk sekedar mendoakan atau hanya melepas rindu pada sang ibu yang sudah tiada.

"Assalamualaikum bunda, maaf Ziva sudah lama tidak kemari, Ziva rindu bunda," suara lirih dengan kepala tertunduk di samping tumpukan tanah, Raziva.

Angin yang lumayan kencang sore itu, pertanda bahwa hujan mungkin saja akan segera turun, Ziva membenarkan letak kerudungnya yang tertiup angin, menaburkan kelopak mawar diantar kuburan sang bunda, memanjatkan doa juga berbagai keluh kesah yang mengganjal dihatinya.

"Bunda, apa yang harus Ziva lakukan saat ini, semua terasa sulit sekali."

"Kamu hanya perlu percaya padaku Ziva, mas gak akan ninggalin kamu hanya karna perkataan mama," suara tegas itu sedikit membuat Raziva tersentak dengan tangan yang segera menghapus air matanya, tanpa berbalik pun ia sangat mengetahui siapa pemilik suara itu.

"Eh mas, sedang apa kesini?" Kekehnya setelah berbalik dengan canggung.

"Tentu saja menyusul mu, mengapa tak bilang jika ingin mengunjungi bunda, mas bisa mengantarmu dan berdoa bersama."

"Maaf mas, Ziva kira mas sedang sibuk," jawab Ziva sambil menyalami suaminya itu.

"Tidak ada kata sibuk untuk istri kesayanganku," goda Reza membuat wajah Ziva memerah akut, meskipun sudah dua tahun berlalu, Ziva masih tak mampu menahan getaran dan sengatan cinta yang diberikan Reza, karna cintanya pada laki-laki itu akan selalu sama.

***

"Besok kita kan udah pindah kerumah kita, tadi juga kata bi suri sudah membereskan baju-baju kita yang ada di rumah mama, tapi mas rasa sebaiknya hari ini saja kita pindah, karna besok mas ada perjalanan dinas ke luar kota, kamu gak papa?" Ziva mengangguk mengiyakan, mungkin ini lAh yang terbaik bagi rumah tangga mereka, tanpa campur tangan Farah di dalamnya.

"Ziva ngikut gimana mas aja, mas keluar kota berapa lama?" Reza sejenak terdiam sebelum menghembuskan nafasnya dan sedikit menoleh pada Raziva.

"Kali ini cukup lama, mungkin sekitar dua atau tiga bulanan, kamu gak papa?," Tanya Reza membuat ziva sedikit berfikir.

"Gak papa, nanti kalo bosan aku main ke rumah ayah aja, mungkin sesekali ke rumah mamah." Reza menggeleng tak setuju.

"Kamu mending ke rumah ayahmu saja, di sana ada kakak dan juga ayahmu yang akan menjaga, mas gak mau mamah mengambil kesempatan ini untuk menekan kamu selama mas gak ada," jawab Reza dengan sebelah tangan menggenggam tangan istrinya dan sebelah tangan lagi memegang kemudi.

I'm (not) a NavilleraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang