Tindakan seorang teman

1.2K 55 1
                                    

Happy reading guys
.
.
.
.
.
'pada akhirnya aku memutuskan untuk datang ke istanamu untuk mengunjungi kamu dan selir mu'
.
.
.
.
.

"Ziva, lihat aku, Reza masih ada di dunia ini, dia masih milikmu, bahagia lah bersamanya selagi kamu bisa, rasa sakitmu kali ini jadikan pengingat, bahwa jika suatu saat nanti kamu kembali merasa sakit..." Manda menjeda ucapan nya dan sedikit menjauhkan Ziva untuk mengelap air mata sahabat nya itu.

"Bahwa jika suatu saat nanti kamu kembali merasa sakit, kamu akan tersenyum, karna kamu sudah pernah merasakannya, dengan begitu, kamu tidak akan takut kembali merasa sakit."

"Terimakasih, Ziva sudah mengerti."

"Kamu kuat!"

***

Raziva menaruh mukena yang baru saja dia lipat pada meja yang berada di sampingnya, hari kedua sejak ia pulang dari Bogor, saat ini ia masih menginap di kediaman Stevanio, rumahnya.

"Ziva, kamu sudah bangun?" Raziva menoleh kearah pintu saat mendengar suara ketukan yang disusul oleh suara berat milik kakaknya itu.

"Sudah mas, mau siap-siap kerja," jawab Raziva sedikit keras agar dapat didengar oleh Bara.

"Yaudah nanti biar mas yang antar, mobilmu kemarin dibawa Manda kan?"

"Iya, sepulang kerja akan kuambil, mungkin meminta Liya untuk mengantarkannya."

"Iya."

Ketika mendengar suara langkah bara yang meninggalkan pintu kamarnya, Raziva mulai bersiap untuk pergi ke kantornya, jika dipikir-pikir sudah sangat sering ia meminta izin kepada atasannya itu, ya walaupun hidupnya sangat lebih dari cukup, tapi tetap saja Ziva ingin menjadi wanita karir yang mandiri dan tidak bergantung kepada siapapun.

Raziva menatap pantulan dirinya cukup lama pada cermin, wajah putih mulus terpampang dihadapannya, wajah yang sangat mirip dengan mendiang bundanya.

"Bunda, awasi Ziva."

***

"Ziva!" Raziva mengelus dadanya akibat terkejut, bagaimana tidak bahkan baru saja selangkah kakinya menginjak lobi utama kantornya, suara cempreng sahabatnya itu sudah mengagetkannya, untung saja Ziva tidak punya riwayat penyakit jantung.

"Pagi Liya, kenapa harus berteriak sih di pagi buta," kesal Ziva mengerucut kan bibirnya kesal.

"Hehe, maaf saja tapi aku sangat bahagia kali ini," jawab Liya dengan kedua matanya yang berbinar.

I'm (not) a NavilleraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang