Istri mana yang akan rela saat suaminya dipaksa melakukan poligami oleh ibu mertuanya, begitupula dengan Stevani Raziva, wanita yang sudah menjalani kehidupan pernikahannya selama 2 tahun namun tak kunjung diberikan seorang anak.
"Mama rasa Ziva ta...
Happy reading guys . . . . . 'selanjutnya dia datang dan menyakiti pondasi kekuatanku' . . . . .
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Reza...Ziva takut."
***
Menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kerja milik Reza, saat ini Raziva tengah berada diruang kerja pribadi milik Reza, ruangan yang memiliki dinding kaca yang langsung mengarah pada pusat kota, layar laptop dihadapannya memancarkan sinar putih dengan tulisan-tulisan yang hanya semakin menambah rasa bimbang di hatinya.
"Abian, ini bukannya patner yang bakal tanda tanganin kontrak sama mas Reza, tapi sekarang dia mengirim email ke perusahaan untuk menanyakan kontrak lebih lanjut, itu artinya dia juga gak tau dimana keberadaan mas Reza, astagfirullah kamu kemana sih mas?" Raziva menyembunyikan wajahnya di kedua telapak tangannya, berusaha untuk tidak menangis, ini sudah hampir setengah bulan tanpa kabar Reza, ia akan sangat tenang jika saat ini Reza menelfonnya untuk mengatakan jika laki-laki itu baik-baik saja.
***
Liya melangkahkan kakinya memasuki perusahaan milik Bara, tidak begitu besar, namun berpengaruh dalam dunia bisnis, beberapa karyawan yang melihatnya menyapa dengan ramah begitupun dengan Liya, meskipun ia sudah lama menjalin hubungan, ini baru kedua kalinya gadis cantik itu menapakkan kakinya di perusahaan milik sang kekasih.
"Permisi mbak, saya mau bertemu dengan Bara, maksud saya Abara," ucap Liya dengan sopan pada resepsionis yang bertugas.
"Maaf dengan mbak siapa?" Tanya resepsionis itu tak kalah sopan, awalnya Liya mengira bahwa semua resepsionis akan begitu sinis seperti pada novel maupun film yang ia lihat, nyatanya film tetaplah film.
"Deliya Safira."
"Apa sudah membuat janji temu sebelumnya?" Liya tertegun mendengarnya, benar ia sampai lupa mengatakan pada Bara akan menemui laki-laki itu.
"Belum."
"Maaf mbak, menurut peraturan perusahaan, harus membuat janji temu terlebih dahulu," tolak sang resepsionis dengan sopan.
"Tapi ini urgent banget mbak, atau enggak bilang aja dulu ke Bara kalo saya datang saya jamin pasti diizinin kok," bujuk Liya pada sang resepsionis karna memang ia baru saja menerima kabar buruk, sedangkan ponsel bara tidak aktif sejak tadi.
"Baik akan saya coba dulu, mohon ditunggu."
"Baik, maaf merepotkan," ucap Liya yang dibalas senyuman, selanjutnya Liya hanya tau resepsionis itu menghubungi sekretaris Bara untuk menyampaikan pesannya.