Happy reading guys
.
.
.
.
.
'
memutuskan untuk terus menutup kedua mata dan telingaku akan perbuatanmu'
Awalnya Ziva berniat untuk menginap dirumah sakit guna menemani Faro, namun selepas magrib Bara kembali bersama Liya, kakak laki-laki nya itu meminta nya untuk pulang dan beristirahat, tentu saja awalnya Ziva bersikukuh untuk tinggal, tapi pada akhirnya ketika Faro menyuruhnya untuk pulang dan beristirahat saja, mana bisa Ziva menolak keinginan sang ayah dengan suara lembutnya.
"Ayah beneran gak mau Ziva temenin nih?" Tanyanya membuat Faro terkekeh.
"Pulanglah Ziva, kamu itu sudah berkeluarga, biarkan kakakmu yang menemani ayah," jawab sang ayah membuat Ziva memberengut.
"Bilang saja ayah-"
"Sudah gak usah kebanyakan, sana pulang!" Usir Bara mengusir sang adik seraya mengibarkan tangannya membuat Ziva harus menahan kesalnya seraya mengelus dadanya.
"Mas Bara punya dendam apa sama Ziva, ayo sini kita ribut."
"Ziva..."
"Tuh dengerin ayah." Ledek Bara penuh kemenangan membuat Liya tertawa.
"Liya penghianat, awas aja ya," kesal Ziva kala Liya menertawakannya.
"Ya maaf, sana pulang, baik-baik di jalan, titip sahabat aku," ucap Liya diakhiri dengan melirik Reza.
"Iya-iya ini Ziva udah mau pulang kok, semangat benget ngusir ya," ujar Siva membuat Faro menggelengkan kepalanya menghadapi tingkat ajaib anak perempuan nya itu, Ziva mengambil tasnya, melangkah mendekati kasur Faro untuk menyalami sang ayah.
"Ayah Ziva pulang dulu, besok insha Allah bakal datang lagi ngunjungin ayah," ucapnya meraih tangan Faro dan meletakkannya di pangkal hidungnya, setelahnya Ziva melangkah mendekati Bara dan menyodorkan tangannya dan menatap sinis kakaknya itu, dendam terselubung.
"Kenapa tuh muka, nahan boker?"
"Mas Bara ih, siniin tangannya," kesal Ziva meraih tangan Bara dan menyalaminya dengan kesal.
"Ziva pulang yah, malam ayah, malam Liya, assalamualaikum." Pamit Ziva sengaja tak menyebut nama sang kakak sebagai tanda pembalasan, huh kekanakan memang, tapi keributan kakak adik itulah yang beberapa tahun lalu selalu mewarnai dan menghangatkan kediaman Stevanio setelah nyonya rumah meninggal.
"Waalaikumsalam, hati-hati di jalan, jangan ngebut Reza," ucap Faro saat Reza menyalaminya, ketika Reza menyalami Bara, kakak iparnya itu membisikkan sesuatu yang mampu membuatnya mematung sejenak sebelum akhirnya mengangguk.
Ultimatum dari kakak ipar.
***
"Mas, makan diluar aja yuk, kalo masak gak sempat keburu malam banget, Ziva udah lapar," ucap Raziva seraya mengamati jalanan yang mereka lewati.
"Kamu mau makan apa?"
"Sate aja gimana?" Tanya Ziva membuat Reza mengangguk.
"Yang di tempat biasa?" Tanya nya memastikan, karna Ziva memang sangat menyukai sate ayam.
"Enggak, Ziva mau coba sate yang baru buka di dekat taman kota itu loh mas, kesana ya," bujuk Ziva membuat Reza tertawa dan mengangguk, sebelah tangannya digunakannya untuk mengusap puncak kepala Raziva yang tertutupi oleh hijabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm (not) a Navillera
Lãng mạnIstri mana yang akan rela saat suaminya dipaksa melakukan poligami oleh ibu mertuanya, begitupula dengan Stevani Raziva, wanita yang sudah menjalani kehidupan pernikahannya selama 2 tahun namun tak kunjung diberikan seorang anak. "Mama rasa Ziva ta...
