Istri mana yang akan rela saat suaminya dipaksa melakukan poligami oleh ibu mertuanya, begitupula dengan Stevani Raziva, wanita yang sudah menjalani kehidupan pernikahannya selama 2 tahun namun tak kunjung diberikan seorang anak.
"Mama rasa Ziva ta...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ziva?" Panggil Manda pelan, masih terasa kaku untuk berbicara maupun bergerak setelah tau dirinya koma selama 4 tahun, bukankah itu sebuah keajaiban hingga ia bisa kembali sadar?
Raziva menoleh, menatapnya.
"Apa yang kamu rasakan sekarang?" Tanyanya, saat ini mereka tengah berada di rumah Liya, dan sejak tadi, begitu sampai di rumah Liya, mata ziva hanya menatap foto pertunangan bara dan Liya yang terbingkai besar di dinding.
Dari sorot matanya, terlihat berbagai macam emosi, senang, sedih, hancur, kecewa, lega. Hingga Manda tak tau apa yang benar-benar dirasakan oleh temannya itu. Liya hanya tersenyum, menyodorkan teh hangat pada mereka yang ada di rumahnya, Regas dan Abian, yang entah sejak kapan sudah bergabung bersama mereka mengucapkan terimakasih.
"Minumlah selagi hangat," ucap Liya ramah pada kedua laki-laki itu, dari jendela rumah Liya, tampak matahari yang sudah tenggelam, menyisakan angin sejuk di musim hujan.
"Hanya berfikir kemungkinan yang akan terjadi jika semua kejadian itu tak terjadi," ucap ziva menjawab pertanyaan Manda, sebelum akhirnya memutuskan untuk duduk di samping Liya.
"Tentu, aku sangat merindukannya, juga orang tuaku, semuanya." Regas tertawa singkat, melihat bagaimana ekspresi ziva ketika mengatakan hal itu, seperti anak kecil yang berharap jika ia akan terbangun dari mimpi buruknya.
"Lalu, apa kemungkinan yang kamu bayangkan itu?" Tanya Liya menatap ziva hangat, terkadang ia lupa kapan terakhir kali mereka membicarakan hal-hal yang agaknya-lumayan santai.
"Membayangkan kau dan bara menikah," ucap abian dengan cepat membuat liya ekspresi merona, ziva dan Manda tertawa, sedangkan Regas memukul pelan lengan Abian.
"Hei, kenapa kau memukulku," protes Abian masih dengan sisa tawanya.
"Tidak ada, hanya ingin." Ziva mengangguk-anggukkan kepalanya selama menyadari sesuatu, tersenyum simpul menatap Regas, sepertinya ia tau sesuatu yang menyenangkan, membayangkan itu membuat ziva tertawa kecil.
"Nah, jadi nona Damien, apa yang kau bayangkan?" Tanya Abian lagi memecahkan suasana, ziva yang mendengarnya tampak berfikir sejenak.
"Benar kata mu, kadang aku membayangkan hari-hari yang menyenangkan andai saja semuanya tak terjadi, aku masih akan memasakkan brownies kesukaan ayah setiap minggunya, hidup dengan keluarga kecil bersama mas Reza, lalu menyaksikan Liya dan kakakku menikah, tampak sangat membahagiakan. Aku mungkin juga akan melihat mas Regas dan Manda menemukan pasangan mereka, melihat bagaimana mereka akhirnya ikut berbahagia, Abian mungkin juga akan terus bersama tunangannya, kadang aku berharap semuanya berjalan seperti itu," ucap ziva menjelaskan apa yang ia pikirkan, membuat wajah-wajah di hadapannya tersenyum simpul, apa yang ziva bayangkan memanglah hal yang sangat indah.