Happy reading guys
.
.
.
.
.
"Namanya Ziva, wanita biasa yang berjuang demi kebahagiaan."Malam itu, mungkin menjadi malam yang sangat panjang baginya, hanya duduk sendirian di bangku rumah sakit, sepi, sendirian, ditemani hawa dingin yang menusuk kulit, perlahan entah sejak kapan ingatan masa kecil itu menghampiri nya.
Pelukan hangat bundanya.
Senyuman ceria kakaknya.
Sandaran kokoh ayahnya.
Ziva tertawa kecil, mencari kemana perginya tiga hal yang menyenangkan itu, kemana perginya pelukan hangat itu, kemana perginya senyuman ceria itu, lalu sandaran kokoh itu?
Dari kejauhan, bayangan kematian bundanya melintas, lorong panjang yang menghilangkan kakaknya, lalu selang-selang yang tertuju pada ayahnya, ia ingin teriak, namun mungkin suaranya pun sudah hilang bersama semangatnya.
Pernikahan hangat?
Apakah benar-benar ada, dimana, bolehkah sedikit berbagi pada Ziva?
Keluarga bahagia? Kalimat sederhana yang terdengar naif, konyol sekali.
"Sendirian seseru itu ya?" Ziva tersentak mendengar pertanyaan itu, ia menolah, melihat pada asal suara itu.
"Manda?"
"Kenapa, lupa Lo masih punya gue?" Ucapnya duduk di samping Ziva.
"Kenapa Manda masih di sini, semua orang terdekat yang Ziva punya pasti bakal hilang, satu-persatu, hilang..." Ucapnya membuat Manda mencubit pelan pipinya.
"Bodoh, Lo masih punya Allah yang gak bakal pernah tidur, yang gak bakal pernah pergi, dan gak bakal menutup telinganya akan setiap tangisan Lo, setiap sujud Lo!" Tegasnya membuat
"Manda benar, tapi yang namanya hati, adalah satu hal yang saling sulit dikendalikan, jika sakit akan terasa sakit, jika sedih akan terasa sedih, mulut bisa berbohong, pikiran bisa dimanipulasi, tapi enggak dengan hati Manda," ucap Ziva menyandarkan kepalanya kepada Manda.
"Bodoh," umpat gadis disampingnya membuat Ziva tersenyum tipis, mungkin, untuk beberapa hari terakhir, akhirnya ia bisa duduk dan berfikir dengan tenang, tentang bagaimana hidupnya, keluarganya dan semua yang ia miliki.
Karna tampaknya, akhir-akhir ini ia sudah tak diberikan kesempatan untuk berfikir, semua waktunya terkuras untuk bertindak dengan cepat, situasinya memaksanya untuk berfikir dengan cepat.
"Manda, menurutmu seseorang dapat bertindak dengan begitu kejamnya hanya untuk sebuah tujuan duniawi?" Tanya ziva tiba-tiba membuat Manda menoleh menatapnya, untuk sesaat, mata gadis itu tampak menerawang sesuatu, sebelum akhirnya tersenyum dan menggedikkan bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm (not) a Navillera
RomanceIstri mana yang akan rela saat suaminya dipaksa melakukan poligami oleh ibu mertuanya, begitupula dengan Stevani Raziva, wanita yang sudah menjalani kehidupan pernikahannya selama 2 tahun namun tak kunjung diberikan seorang anak. "Mama rasa Ziva ta...