Istri mana yang akan rela saat suaminya dipaksa melakukan poligami oleh ibu mertuanya, begitupula dengan Stevani Raziva, wanita yang sudah menjalani kehidupan pernikahannya selama 2 tahun namun tak kunjung diberikan seorang anak.
"Mama rasa Ziva ta...
Happy reading guys . . . . . "Untuk terakhir kalinya, atas nama Stevani Raziva, aku berlutut untuk nyawa ayahku."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Raziva terus memberontak meskipun penjaga rumah telah menahannya dan membujuknya supaya ingin kembali saja, tapi tentu saja Ziva tak akan kembali, sekarang atau ia akan menyesal untuk selamanya.
"Mas Reza!" Teriak Ziva lagi, kerongkongan nya sudah terasa sakit, darah lecet di kakinya sudah tak ia pedulikan, di pikirannya kini hanya ada ayahnya.
"Nyonya, mending kembali dulu, tuan Reza takutnya tidak akan keluar untuk saat ini," ucap penjaga rumah itu tidak enak, bagaimana pun Raziva tetaplah nyonya muda di rumah itu, dan ia juga memiliki sifat yang ramah dan baik hati, dalam hatinya, penjaga rumah itu berfikir keras, bagaimana bisa orang-orang begitu kejam pada wanita sebaik Raziva?
"Gak bisa pak, ayah saya sangat butuh bantuan dari su-" bibirnya kelu kala ingin mengucapkan kalimat suaminya itu.
"Bantuan mas Reza," hanya itu yang sanggup ia katakan berbarengan dengan pintu besar rumah itu yang terbuka, Raziva baru saja akan tersenyum kala dua pasang mata dingin itu menatapnya, ditambah dengan sosok suaminya yang kini memeluk seorang wanita yang tengah menangis, namun dimata wanita itu, Ziva dapat melihat pandangan mengejek.
"Pergilah." Hanya satu kalimat itu yang terucap dari bibir Reza yang susah payah ia temui.
"Mas, selamatkan ayah," pintanya dengan lirih, namun laki-laki itu hanya menatapnya dengan dingin.
"Mas..." Panggil Ziva lagi, sungguh, ia tak punya banyak waktu saat ini, hanya lewat beberapa menit saja, mungkin ia bisa kehilangan ayahnya itu.
"Tidak."
"Ap..apa?" Tanya Ziva tak percaya.
"Aku tidak akan menolong tuan Faro."
"Tuan?" Tanya Ziva lagi-lagi dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Kemana kau saat aku meminta bantuan untuk Riana?" Tanya Reza membuat Ziva seakan mengerti beberapa hal, laki-laki itu membalasnya, tapi bukankah ini tak adil.
"Saat itu ayah-"
"Berkatmu, kami kehilangan anak kami!" Teriakan Reza menggelegar begitu saja membuat Ziva mematung, bukan karena takut akan teriakan itu, namun kalimat dari Reza yang terasa sangat menusuknya.
Anak kami?
Kami?
Siapa?
Mengesampingkan, perasaannya ia kembali menatap Reza dengan pandangan memohon.
"Mas ini terakhir kalinya, tolong biayai pengobatan ayah, Ziva tidak minta untuk dikembalikan perusahaan atau aset apapun, tolong hanya untuk pengobatan ayah saja," pintanya dengan wajah yang tampak menyedihkan untuk seorang nona muda keluarga terpandang.