Happy reading
.
.
.
.
.
"Dan satu kebenaran di sekian banyak kebohongan, mampu menghangatkan hatimu yang terlanjur dingin"Jakarta, 24 February 1998
Hari ini kami tiba di Indonesia, di kota Jakarta yang merupakan ibu kota dari Indonesia, di sini terlihat lebih ramai penduduk, bahkan kini kami sedang terjebak macet.
Ayah bilang, kami akan menginap di hotel dekat lokasi pertemuan di lakukan, tentu saja karna jaraknya lebih dekat.
Aku ingin bercerita lebih banyak, tapi sulit rasanya menulis di saat ini karna mobil kami kembali berjalan, setelah sekian lama.
Satu kata dari ku untuk Jakarta, menakjubkan.
-Ashana amoura Damien
***
"Pagi sayang, bagaimana tidurmu?" Tanya Karina yang kini tengah mengolesi selai di sebuah roti yang tampaknya sudah di panggang.
"Lebih baik, bagaimana dengan nenek?" Tanya ziva tersenyum canggung, bagaimana pun ia belum lama kenal dengan Karina.
"Ya, sama sepertimu, lebih baik karna kau ada di sini," ucap Karina meletakkan roti pada piring dan menarik kursi.
"Nah ayo duduk untuk sarapan, kakekmu harus pergi lebih dulu karna ada sesuatu yang harus di urusnya, sedangkan sahabat dan kakak tirimu sedang mengunjungi taman lili di dekat sini, oh laki-laki itu juga pergi, aku tidak tau dia kemana," lanjut Karina seraya menyodorkan roti dan susu untuk ziva ketika ia sudah duduk di hadapan Karina.
"Nenek, aku sudah 23 tahun, tapi nenek masih menyiapkan sarapan dengan susu begini untuk ziva, harusnya kan ziva yang membuatnya." Ziva menatap sarapannya dengan tak enak hati, malam ini ia tak bisa tidur dengan tenang setelah membaca beberapa lembar diary bundanya, juga karna ia menangis semalaman mengingat kehidupan rumah tangganya, jadilah pagi ini ia bangun kesiangan.
"Tidak papa, kau kan cucuku, ditambah lagi wajahmu yang sangat mirip dengan Ashi, aku merasa kembali bertemu dengannya saat ia seumuran denganmu," kekeh Karina memandangi wajah ziva yang kini tersenyum menatapnya, entahlah, ada rasa senang sekaligus sedih kala ia mendengar kisah dari bundanya.
"Terimakasih nenek, eh tunggu, siapa laki-laki itu yang nenek maksud?"
"Ah, tentu saja yang mengantarmu kemari, kulihat dia tampan juga," kekeh Karina memakan rotinya, ziva ikut tertawa kecil menanggapi itu, entah kenapa senang rasanya bisa kembali merasakan kehangatan setelah sekian lama. Ziva lebih dulu menghabiskan roti di mulutnya sebelum membalas ucapan Karina.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm (not) a Navillera
RomansaIstri mana yang akan rela saat suaminya dipaksa melakukan poligami oleh ibu mertuanya, begitupula dengan Stevani Raziva, wanita yang sudah menjalani kehidupan pernikahannya selama 2 tahun namun tak kunjung diberikan seorang anak. "Mama rasa Ziva ta...