Bara

1.5K 54 0
                                        

Happy reading guys
.
.
.
.
.
'perlahan dia juga mulai mengusik tiang penyangga ku'
.
.
.
.
.

'perlahan dia juga mulai mengusik tiang penyangga ku'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Menurutmu, ini mungkin saja sudah direncanakan?"

"Tidak, mungkin masalah ayahmu diluar rencana mereka, aku melihat raut wajah panik di wajah perempuan yang aku katakan tadi, ini membuktikan bahwa ini diluar rencananya!" Tegas Liya.

"Lalu?"

"Entahlah...hanya saja aku rasa, semua ini-"Liya terdiam seperti tengah memikirkan banyak hal yang terjadi pada sahabatnya itu.

"Saling berkaitan!"

***

Bara melangkahkan kakinya menuju lobi perusahaan milik keluarganya itu, sedikit melirik kearah jam tangannya dan menghembuskan nafasnya saat menyadari bahwa hari sudah menjelang petang, ini bukanlah hal yang luar biasa baginya, semenjak ibundanya dan Raziva meninggal dunia, ayah mereka memutuskan untuk berhenti dari dunia perbisnis-an dan menaruh Abara pada penanggung jawaban.

"Selamat sore pak Bara, tadi seorang perempuan menitipkan pesan pada pak bara." Bara menghentikan langkahnya kala sebuah suara memanggilnya, membalikkan tubuhnya menatap seseorang yang memanggilnya, Bara mengernyit saat mengetahui bahwa itu Sinta, resepsionis yang sudah lama bekerja di perusahaan ini.

"Sinta, pesan apa, bukankah semua pesan untukku harusnya disampaikan oleh Zalia?" Bingung Bara, seingatnya Zalia, sekretarisnya itu tidak memberitahukan apapun.

"Saya kurang tau masalah itu, perempuan itu kalau tidak salah...Deliya Safira," ucap Sinta setelah berhasil mengingat nama perempuan muda yang menghampirinya siang tadi.

"Apa, Deliya Safira?" Kaget Bara membuat Sinta terkejut, namun tak urung wanita itu mengangguk.

"Mengapa tidak langsung memberitahukan padaku?"

"Tadi nona Zalia bilang bapak sedang makan siang pribadi bersama nona Sadea Aditama," jawab Sinta membuat Bara tersentak, sudah dipastikan Liya akan salah paham dan marah lagi pada dirinya, namun mungkin saat ini bukan itulah yang terpenting.

"Apa yang dia katakan?"

"Katanya, calon ayah mertuanya masuk rumah sakit siang ini, keadaannya sangat parah, tapi dia juga berpesan anda jangan terlalu terburu buru, dia sendiri saja sudah cukup untuk merawat calon ayah mertua nya, bersenang senang lah." Bara membulatkan matanya kala mendengar pesan yang dititipkan oleh Liya, tampaknya gadis itu benar-benar marah padanya, dan yang paling penting adalah kondisi ayahnya saat ini.

I'm (not) a NavilleraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang