suara yang menggema

1.5K 57 0
                                    

Happy reading guys
.
.
.
.
.
'ketika aku akhirnya menemukanmu, logika ku berkata betapa baiknya jika saja aku tak menemukanmu, lagi.'
.
.
.
.
.

Raziva mulai menuruni tangga dengan sebuah koper kecil di tangannya, hari ini Raziva memakai busana yang simpel tapi elegan, sebuah dress berwarna coklat dengan hiasan di pinggang berwarna hitam, pasmina berwarna hitam dengan sepatu berwarna hitam pula.

"Pagi ma, eh...mama mau kemana?" Tanya Ziva saat melihat Farah dimeja makan, juga sebuah tas berukuran sedang di dekat pintu, jangan lupa jika saat ini Ziva masih menginap dirumah ibu mertuanya itu.

"Ada urusan, mungkin akan nginap," jawab Farah singkat yang membuat Raziva tersenyum.

"Raziva juga mau izin buat keluar kota sama mama, mau ngurusin kontrak kerjasamanya perusahaan mas Reza, kayaknya mas Reza lagi sibuk jadi gak sempat baca email," ucap Raziva membuat Farah terdiam dan gugup, Raziva mengambil sepotong roti bakar diatas meja dengan mata yang melirik perubahan ekspresi Farah.

"Yaudah ma, Ziva deluan ya, assalamualaikum," ucap Raziva menyalami ibu mertua nya itu.

"Waalaikumsalam."

***

Liya mengemudikan mobilnya mengikuti sebuah mobil didepannya, Farah adalah target yang akan ia mata mata i, beruntungnya hari ini adalah hari Minggu, sehingga ia bisa membantu Ziva karna kantor mereka libur, begitu pula Raziva yang sedang menuju Bogor bersama Manda untuk meninjau proyek bersama rekan Reza, Abian.

"Gila, ngebut amat tu Tante Farah, untungnya aku yang ngejar, pembalap profesional gitu loh," sombong Liya, siapa yang tahu bahwa ini pertama kalinya Liya mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, apapun untuk sahabat tercintanya itu.

" Eh...ini bukannya jalan ke arah-"

Liya men jeda ucapannya saat melihat arah yang dituju oleh Farah dari papan penunjuk jalan yang baru saja ia lewati, otaknya berfikir keras.

"Sial, ini pasti bukan kebetulan!" Liya mengeratkan pegangannya pada stir dan memacu mobilnya dengan lebih cepat lagi,  hanya tekat demi keadilan sahabatnya yang mampu membuat Liya menghilangkan ketakutannya.

"Aku... Deliya Safira, gak pernah salah menilai situasi munafik kayak gini!"

***

Butuh waktu beberapa jam hingga Raziva tiba di kota Bogor. Wanita itu tampak merenggangkan kepalanya ke kanan dan ke kiri guna merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku setelah duduk berjam-jam, untungnya Manda juga bisa menyetir, jadi mereka bisa bergantian untuk menyetir.

I'm (not) a NavilleraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang