35. Pada Aneh

70 14 0
                                    

"Gue yakin lo pasti tau sesuatu," sosor Allisya.

"Gue akan berusaha cari sesuatu yang lo maksud." Elea meneruskan, "tadi gue gak maksud sok pintar, intinya gue minta lo sadar posisi lo sekarang ada di mana dengan begitu lo bisa mengukur seberapa dekat lo dengan mereka."

"Mereka?"

"Pembunuh sebenarnya."

Kaki Allisya terasa lemas. Mereka? Itu berarti pembunuhnya lebih dari 1 orang. Tapi apa motif mereka.

"Gue pergi dan gue bakal datang kalau lo panggil."

"Gue nolak bantuan lo!" Pungkas Allisya.

"Really? " Tanya Elea tersenyum meremehkan, "terserah," sambungnya lalu pergi meninggalkan Allisya.

"Kenapa juga gue butuh, polisi pasti akan membuka kasus ini," gumam Allisya merobek kertas dan membuangnya sembarangan.

"Kak, mau Yakult?" Dengan lirikan Allisya melihat sekilas anak itu. "Halo, Kak, ternyata kita ketemu lagi." Anak itu menyengir lebar sambil menyodorkan satu botol Yakult.

"Kakak gak bawa uang, maaf ya..., " Sesal Allisya berjongkok mengelus kepala anak itu.

"Gratis kok, kan uang kakak waktu itu juga lebih."

Pada akhirnya Allisya menerima dan segera meminumnya hingga tandas. Allisya menatap anak itu sedikit ragu sebab ada satu pertanyaan yang akan ia layangkan, namun Allisya tidak yakin bisa mendapatkan jawaban.

"Maaf karena harus mengatakan ini, kak– di hari berikutnya tolong jangan berputus asa sampai kebenaran terungkap, ohh iya jangan menangis. Air mata kakak lebih berharga. Kebahagiaan akan segera datang."

Bertepatan dengan helaan napas anak itu berujar, "kata Mama aku seorang peramal kecil. Waktu bertemu dulu aku melihat kakak menangis di sebuah pemakaman, aku tidak tau dia siapa. Tapi, aku melihat kakak sangat terpuruk."

"Bahkan sebelum kesini kakak menangis. Makanya aku datang."

"Bahkan dia bisa baca pikiran gue," gumam Allisya.

"Semangat, Kak. Dadah...!"

"Tunggu!" cegah Allisya, "katamu kamu bisa melihat masa depan, kalau begitu coba katakan apa yang akan kakak hadapi di masa depan?" Tanya Allisya serius.

Raut wajah anak itu memucat, tangannya gemetar. Perlahan ia mengangkat kepala memberanikan diri menatap Allisya.

"Warna kakak perlahan menggelap." Setelah berucap anak itu berlari meninggalkan Allisya yang terdiam tidak mengerti.

"Mungkin gue kebanyakan nangis sampai muka gue kusam," kata Allisya melihat botol Yakult itu dengan pandangan kaku. Ada tulisan abstrak di sana.

"Kakak tadi akan menemukan sesuatu."

Badan Allisya kian melemas, erangan kecil keluar dari mulutnya.

"Kenapa hidup ku dipenuhi orang aneh, Ya Tuhan!" Jerit Allisya tanpa memperdulikan sekitar.

°°°°°°

Tepukan keras di pipi Allisya membuatnya terbangun dengan perasaan kesal. Lagipula siapa yang tidak kesal jika dibangunkan secara tidak berperikemanusiaan, teriakan keras, tamparan berulang, dan kasur yang bergetar. Padahal jika dibangunkan dengan lembut Allisya akan menghadapi pagi yang indah.

"Dah pagi, bangun buruan."

"Yang bilang malam siapaaa...." Rengek Allisya menarik selimut.

"All, buruan ntar lo telat marahnya sama Da— Kang Ali lagi."

ADOLESCENCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang