17. Glow Up

93 18 10
                                    

Andra mengantar Allisya pulang, karena insiden penculikan Allisya, wait!! Ini penculikan? Lagi?! Sudah Allisya duga cepat atau lambat mungkin dia akan di incar, tapi pelaku penculikan tadi berbeda dari yang dulu-dulu dan niat mereka pun berbeda.

Kembali lagi, karena penculikan ini banyak orang yang datang ke rumah Allisya guna untuk menanyakan kabar. Sebenarnya bisa lewat telepon saja tapi bertemu secara langsung itu lebih baik.

"Tenang, All. Betul kata Andra tangan kamu cuma terkilir, diurut bentar pasti bengkaknya turun," ucap Dina, sepupu Allisya yang berprofesi sebagai dokter ortopedi.

"Gak patah lagi kan?" Tanya Allisya memastikan.

"Iya, udah ah jangan nangis," kekeh Dina memberikan pijatan kecil pada pergelangan tangan Allisya.

"Shh, pelan-pelan!! Ada yang gerak di dalam!!!" Teriak Allisya.

"Gak mau lagi, sana pergi!!" Racau Allisya memeluk tangannya sendiri sembari menenggelamkan kepalanya di lipatan kakinya.

Padahal yang Allisya rasakan bergerak tadi hanya urat.

Dina terdiam melihat punggung Allisya yang bergetar hebat. Dina menghela napas berjalan mendekati Karin yang sedang berbincang-bincang dengan mama dan dua orang lainnya.

"Tan, sepertinya Allisya punya trauma dengan kejadian dulu. Masa tangan terkilir dibilang patah." Dina duduk selonjoran di atas karpet mencomot cemilan Angga

"Dua kali lhoo, aku juga yakin kalau Allisya punya trauma. Pasti membekas di ingatan Dia," sahut Angga.

"Sebenarnya dari dulu Tante udah bicarakan ini sama Allisya, tapi dia gak mau. Nanti repot katanya," jawab Karin.

"Allisya harus di bawa secepatnya karena kita gak tau hari esok apa yang akan terjadi. Kita semua selalu dalam zona merah," ucap Dina yang di benarkan oleh semua orang.

"Aku setuju dengan ucapan anak-anak, Rin," celetuk Reva, mama Angga dan Dina.

"Nanti aku bicarakan lagi, aku juga tidak mau memaksa Allisya," ucap Karin pasrah.

"Btw, Ben masih di kantor polisi?" Tanya Dina pada Angga.

Angga mengangguk lalu menjawab, "kelamaan nunggu yaudah aku tinggal," jawab Angga tanpa merasa bersalah sedikitpun.

Dina menggelengkan kepalanya, dia akan menjadi peramal dadakan. Pasti setelah Ben pulang rumah ini akan menjadi sangat berantakan. Jika Angga dan Ben bertemu seketika mereka akan menjadi Tom and Jerry.

"Kalian semua pergilah istirahat, nanti malam kita adakan pertemuan keluarga," ucap tegas seseorang dari samping.

Ia adalah orang tertua di sini.

Setelah berpamitan Angga dan Dina segera pergi ke kamar tamu masing-masing. Ucapan Reas adalah suatu hal yang mutlak dan tak terbantahkan. Ia sangat di segani.

°°°°°°

Karena insiden beberapa hari yang lalu Allisya terus diam di dalam rumah. Bukan takut, Allisya hanya malas. Bengkak tangan Allisya sudah turun tapi Karin meminta Allisya menggunakan perban agar orang-orang dapat menghindari tangan kiri Allisya.

Selain memakai perban Allisya juga menyiapkan tetes mata karena dia belum sempat membeli kacamata baru. Jika di hitung sudah 4 kali Allisya berganti kacamata selama pindah sekolah.

Allisya juga sudah mengurai rambutnya, itupun karena perintah Reas.

"Lepaskan ikat rambut mu, kau pikir Eyang tidak tau selama ini kamu di bully oleh anak itu?!" Ucapan Reas sewaktu rapat selalu saja terngiang-ngiang di kepala Allisya.

ADOLESCENCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang