31. Mencari

83 12 0
                                    

"Dayat!! Bagaimana!!! Dimana anakku!!" Teriak Karin memasuki rumah.

Sontak semua orang menatap kearah pintu. Dina yang tadi terlelap kini harus terjungkal mendengar teriakkan Karin. Tak heran, sekarang sudah jam setengah 4 pagi, diantara mereka tidak ada masuk kamar untuk istirahat. Mereka masih melakukan pelacakan mandiri meski ada polisi yang bertindak.

"Mamah...." Allisya berlari memeluk Karin.

"Allisya, apa adikmu sudah di temukan? Dimana dia, dimana anakku!!" Desak Karin menggoyangkan bahu Allisya.

"Tenanglah Karin, kami masih berusaha," ucap Dion, ayah Ben.

"Tenang?!" Beo Karin, " bagaimana aku bisa tenang, Kak! Anakku diculik. Aku tidak tau apa yang mereka perbuat dengan anakku di sana."

"Bahkan umurnya lebih muda dari ramalan lahirnya. Anakku yang malang, ntah apa yang mereka lakukan padamu, sayang ...." Lirih Karin.

"Ahh ... Kalian tidak pernah sepayah ini!" Sekarang malah meremehkan.

"Hadi, tolong bawa dia pergi. Emosiku suka tidak stabil di pagi hari," titah Dion menatap Karin tajam.

Mereka semua telah berusaha semaksimal mungkin selama 2 hari ini dan Karin, wanita itu datang-datang bukan memberi dukungan malah meremehkan. Sama saja ia tidak menghargai usaha keras mereka semua.

Hadi telah membawa Karin ke dalam kamar, mengistirahatkan tubuh dan pikiran Karin. Setelah membersihkan tubuh barulah ia akan turun kebawah. Sedangkan Allisya, ia menjatuhkan tubuhnya di sela-sela Angga dan Ben. Prosesnya lebih panjang dari yang ia kira.

"Uncle, kita tidak bisa meretas jam tangan Dayat, mungkin pencurinya sengaja merusak atau bisa saja terbentur saat Dayat memberontak," papar Ben membulatkan mata sipitnya, ia sudah mengantuk.

"Iya, uncle rasa seperti itu."

"Trus sekarang bagaimana?" Tanya Angga.

Ngokk

"Hahaha... Angga bawa Dina ke atas, bisa dalam bahaya dia kalau Eyang dengar," perintah Dion cepat.

"Baru tau gue kalau Kak Dina bisa mendengkur sebesar itu," kekeh Allisya.

"Wajah cantik tidak menentukan keanggunan dalam tidur," imbuh Ben.

"Jadi sekarang gimana?" Tanya Allisya frustasi.

"Kita serahin semua pada kepolisian," jawab Dion setelah berpikir panjang.

"Makan waktu yang lama," ucap Allisya pelan. Namun, masih bisa di dengar Dion, Ben, dan Reva setengah tertidur.

"Aku ada usul baru."

"Apa?!"

"Kita cari jejak mobil itu dari cctv bangunan satu ke kebangunan lain."

"Jan gila, Ben. Berapa banyak cctv yang dilihat, belum lagi kalau pencurinya membawa Dayat keluar kota, lagian gak semua toko pake cctv," elak Allisya.

"T'rus lo mau nunggu lama?"

"Gue gak mau, tapi lihat cctv juga makan waktu lama, Ben!"

"Setidaknya kita ada usaha, Allisya."

"Lo na–" ucapan Allisya terhenti ketika mendengar dehemam keras. Dengan wajah was-was Ben dan Allisya menoleh.

"Papa ngagetin aja!" Seru Allisya bernapas lega.

"Tau, kirain Eyang yang datang," sahut Ben juga.

"Emang kenapa kalau ada Eyang?" Tanya Reas dari belakang Hadi.

ADOLESCENCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang