“Mereka berada di setiap sisi, menatapmu dengan bidikan tepat dan hanya bersiap untuk menarik pelatuk.”
Pecah lagi tangis Allisya ketika mendengar kabar bahwa Sang Adik tercinta menghilang saat hendak dijemput sekolah. Kang Ali yang mengirimkan kabar itu. Setelah tersebar, Angga rela meninggalkan rapat penting dan Ben rela membolos kuliah. Itu semua di lakukan untuk menjaga si sulung cewek gen ke 4.
Mereka berdua seolah berlomba-lomba datang menghampiri Allisya ke sekolah. Orang dalam memberitahukan bahwa Allisya menangis tersedu-sedu di sana, sekarang Allisya telah diizinkan pulang dan tengah menunggu jemputan. Bagaikan scene di dalam film, Angga dan Ben datang bersamaan
Melihat Angga dan Ben berjongkok di depannya seraya menyodorkan tangan, tangis Allisya semakin pecah. Rasa bersalah muncul di benaknya.
"Sudah ku bilang aku bukan kakak yang baik," ucapnya meraung-raung. Angga dan Ben kompak menggeleng.
"Aku tidak becus, Aku lalai, aku gagal ...." Maki Allisya pada dirinya sendiri sambil memukul kepala juga dadanya secara bergantian.
Angga menahan tangan kanan Allisya, sedangkan Ben menahan tangan kirinya. Lalu keduanya duduk di samping Allisya, mendekap adiknya penuh cinta meski tidak terlahir dalam satu rahim. Setidaknya mereka mempunyai ikatan darah.
"Ben kamu bawa Allisya pulang, awasi dia. Jangan sampai melakukan hal bodoh seperti biasa," perintah Angga tegas.
Ben mengangguk, "mau kemana?" Tanyanya membopong Allisya berdiri.
"Kantor polisi," balas singkat Angga melepas jasnya.
"Jangan gila!! Bahkan Dayat hilang belum sampai 2 jam!!" Sergah Ben.
"Ini sudah dianggap sebagai kasus penculikan, apapun akan mereka kerjakan setelah tau aku siapa. Sudahlah, antar Allisya pulang!"
Tanpa mau mendengar balasan Ben, Angga berlalu begitu saja meninggalkan Ben yang masih memandangnya ragu.
"Akan ku gunakan kekuasaan ini sekali lagi, maaf," batin Angga menancap gas.
Ben menghela napas, ia kemudian membawa Allisya masuk ke dalam mobil lalu meninggalkan pekarangan sekolah sekali gas. Ketika lampu jalan berwarna merah Ben mengambil kesempatan dengan mencari nomor seseorang.
"Kirimkan beberapa bodyguard ke rumah Om Hadi, perketat keamanan depan kompleks. Jangan ada orang asing yang memasuki pekarangan itu," perintah Ben pada orang di seberang telepon.
"Sudah kabari mereka?" Tanya Ben melirik Allisya.
"Bahkan aku tidak kepikiran sampai situ, mereka sibuk, mereka terlalu gila uang," sungut Allisya.
Ben mengangguk mengerti, "kenapa ini terjadi lagi!!" Ucap Ben kesal dalam hati, tangannya memegang erat stir mobil sesekali ia memukulnya saat otaknya kembali buntu.
"Huft ... Adikku. Aku harap mereka tidak melakukan hal keji dan dapat merusak kontrol spikisnya," doa Allisya harap cemas.
"Ini kali pertamanya, aku harap juga seperti itu," balas Ben memarkirkan mobil. Di sana sudah ada dua orang bertubuh besar menjaga pintu depan.
Dua orang itu menunduk hormat ketika Allisya masuk berderai air mata dengan Ben yang terus merangkul Allisya.
"Hentikan tangisanmu, Allisya!!" Tuntut Reas berdiri dengan kedua tangan saling bertumpuk di belakang.
Baik Ben maupun Allisya membeku di tempat. Mereka tidak menyangka Reas akan datang secepat itu. Ben semakin mengeratkan rangkulannya, mengisyaratkan agar Allisya berhenti menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADOLESCENCE [END]
Fiksi RemajaADOLESCENCE berarti Masa Remaja. Menceritakan sebuah masalalu itu tidaklah mudah. Akan lebih baik jika kau mengetahui tanpa mendengarkan. Kau akan lebih mudah mengerti. Aku__ _𝘼𝙡𝙡𝙞𝙨𝙮𝙖 𝘿𝙚𝙗𝙮𝙣𝙖 𝘼𝙣𝙙𝙧𝙚𝙖𝙨_ Akan menceritakan kisah hidup...