9. Satu kebohongan

137 45 25
                                    

_
"Jadi... Sekarang jawab gue, ngapain lo kesini?" Tandas Andra.

"Ck!! Belakang ini kok lo kayak gak suka sama gue?" Tanya Andre, adik Andra.

"Perasaan lo doang," ujar Andra malas.

"Gue rasa nggak, tadi Ayah juga nanyain lo katanya kenapa belakangan ini muka lo kusut apalagi pas ngumpul."

"Trus lo jawab apa?" Andra mulai bersidekap dada. Ia mulai panas, sempat saja mereka semua membicarakan suatu hal membuatnya tidak nyaman selama ini.

Andre geleng-geleng kepala serta memberikan jawaban, "gue gak tau apa-apa soal lo jadi gue ikut diam." Andre mengusap telapak tangannya, "karena gak ada yang ngomong, ayah jadi beralih ngebahas rencana perjodohan lo, Bang."

Dengan menatap Andra saja Andre ikut merasa resah. Di satu sisi ia juga kasihan dengan kakak semata wayang di depannya saat ini. Di usia yang sangat mudah kenapa harus di jodohkan.

Andra menghela nafas kasar, sudah ia duga sebelumnya. Ayah mereka cukup temperamen jika di bantah, Andra tidak mau membuat kesalahan sedikit saja jika masih ingin kehidupan keluarganya tetap harmonis.

"Hyung..." Panggil Andre menatap Andra lekat. Tetapi Andra malah balas menatapnya bengis.

"Harus berapa kali gue bilang jangan panggil gue kayak gitu!!"

"Yeuu... Baperan amat lo jadi orang. Kalau di sana ini tandanya mereka menghargai orang yang lebih tua. Lo gak mau gue hargai?" Jelas Andre kesal.

"1 triliun boleh lah." Andra terkekeh kecil dan mengacak rambut Andre yang mulai panjang. Andai saja Andra yang menjadi ketua Osis di sekolah Andre bisa habis dia.

Andre menghindar seraya memalingkan wajah. Ia malu dilihat dengan orang sekitar meski ia sangat suka dengan apa yang di lakukan Andra tadi.

Setelah mengira-ngira bahwa wajahnya tidak memerah lagi barulah Andre mulai mengangkat kepala dan menyesuaikan ekspresi.

"Jadi sebenarnya gue ke sini karena mau lihat tampang cewek lo gimana sampai-sampai lo belum bawa dia ke depan Ayah."

"Atau lo sebenarnya belum punya? Iya?" Tuduh Andre tepat sasaran.

Andra kelimpungan sendiri, matanya tidak berhenti bergerak sana kemari menghindari kontak mata dengan Andre.

"Hyung, semenjak gue nonton drakor gue lebih mudah nebak isi otak seseorang cuma dengan lihat ekspresi dia doang. Jujur sama gue, lo belum punya pacar kan? Iya kan?" Paksa Andre menggoyangkan meja bundar bewarna putih itu.

"Paan sih!! Gue udah punya kali!!" Ketus Andra berbohong.

"Coba gue liat fotonya." Andre mengadahkan tangannya meminta Andra memenuhi permintaannya.

Tepat sekali, Andra melihat Allisya baru memasuki Warkop ini juga yang memang kebetulan terletak di dekat sekolah.

Tanpa bilang-bilang Andra bangkit dari duduknya hingga hampir membuat Andre terjungkal ke belakang karena kaget dengan pergerakan Andra.

"E-ehh apaan sih!!" pungkas Allisya memberontak saat Andra menarik tangannya tiba-tiba.

"Udah diem!! Gue butuh bantuan lo," ucap Andra tanpa menoleh ke belakang.

"Iya, tapi tangan gue sakit lo tarik kayak gini." Allisya memukul lengan Andra.

Sontak Andra mengangkat kedua tangan dan menyengir lebar.

"Sorry gue gak sengaja," tuturnya.

Andra beralih merangkul pundak Allisya mesra. Tentu saja membuat Allisya semakin risih. Hingga ucapan Andra membuatnya berpikir dua kali. Lebih tepatnya pikirannya sendiri yang traveling.

ADOLESCENCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang