+ Privat Number
|◀️ 02.03
|Iwg vhshuwlqad xey xnfuf
|45 +∅Alisnya bertautan tatkala melihat pesan aneh tersebut, bukan tanpa sebab. Di pesan pertama ada voice note namun, ketika hendak dibuka seseorang harus memasukkan kode. Di pesan kedua dan ketiga pula ada tulisan yang Allisya yakini sebagai kunci jawaban.
Saat ia berpikir keras ketukan pintu tiba-tiba mereset semua jawaban tidak pastinya. Sudut mata Allisya berkedut pertanda itu sedang tidak ingin diganggu.
"All, nyokap lo manggil," seru Sesil membuat Allisya segera membuka pintu.
"Lo habis tidur ya, muka lo kusut banget," ejek Sesil beriringan dengan tawanya.
"Diem lo, gue pusing nih," dalih Allisya mengusap wajahnya kasar.
"Bukannya kita udah pelajari itu sebelumnya." Tunjuk Sesil pada sebuah buku di samping handphone Allisya.
"Sejak kapan lo pintar bahasa Inggris?" Balas Allisya remeh.
"Ngeremehin gue lo, udah sana turun! Bonyok lo udah ada di bawah," tukas Sesil mendelik tajam.
"Emangnya ada apaan sih, gak tau apa beban pikiran gue udah banyak benget," kelakar Allisya menghentakkan kakinya keras.
"Gue juga gak tau, ada dua orang pengacara juga kalo nggak salah."
Rupanya benar, dua orang menggunakan setelan formal itu duduk berbincang bersama Hadi dan Karin. Melihat Allisya turun arah pandang mata mereka berempat kini berada kepada Allisya, dengan kikuk Allisya duduk mepet di samping Karin.
"Mereka siapa, Mah?" Bisik Allisya pada Karin.
"Suruhan eyang, Sayang." Karin mengelus lembut pipi Allisya.
"Baik, perkenalkan kami adalah pengacara terpercaya Tuan Andreas. Tujuan kami kesini yaitu untuk memberikan surat warisan sesuai dengan wasiat Almarhumah Rena. Silahkan dibaca, jika ada hal yang membuat kalian keberatan silahkan ajukan pada Tuan Reas karena kami tidak berhak," ucapnya formal diiringi candaan agar tidak berkesan canggung.
"Bukannya warisan dibagi kalau semua anggota keluarga telah berusia 17 tahun?" Tanya Allisya bingung.
"Iya, berhubung— maaf ... Kematian adikmu minggu lalu, kamu telah menjadi cucu terakhir keluarga Andreas gen ke-empat. Dan sekarang umur kamu sebentar lagi menginjak 18 tahun, jadi menurut Tuan Reas sebaiknya warisan dibagi sekarang."
"Untuk bagian adikmu itu dilimpahkan kepada Pak Hadi sebagai walinya. Intinya hanya itu, selebihnya kamu bisa baca surat itu," terangnya.
Allisya mengangguk paham, perlahan matanya menjelajah tiap kata, memasukkannya ke dalam otak. Tak ayal jika Allisya membacanya berulang kali, keliru satu kata saja bisa membuat kesalahpahaman.
"Saham membuka usaha kenapa hampir setara dengan cowok, apa yang lainnya tidak mengajukan keberatan?" Tanya Allisya pelan. Namun, terdengar berwibawa.
"Tidak, mereka semua telah mengerti pasal beberapa persen dari Dayat juga dilimpahkan kepadamu, Allisya."
"Baiklah, jika tidak ada masalah. Maka aku akan menandatangani ini dengan kepala ringan," ucap Allisya tenang membungkuk menandatangani surat warisan tersebut.
Hadi dan Allisya sempat saling melempar senyum. Allisya bersyukur walaupun ia sering dikekang setidaknya ia lahir dalam keluarga berada.
"Baik, terimakasih perjamuannya. Kami harus pergi mengurus ini," pamit mereka sedikit membungkuk.
"Mari saya antar," tawar Hadi.
"Kalau gitu aku ke atas dulu, aku ada janji ketemu sama teman," pamit Allisya kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADOLESCENCE [END]
Teen FictionADOLESCENCE berarti Masa Remaja. Menceritakan sebuah masalalu itu tidaklah mudah. Akan lebih baik jika kau mengetahui tanpa mendengarkan. Kau akan lebih mudah mengerti. Aku__ _𝘼𝙡𝙡𝙞𝙨𝙮𝙖 𝘿𝙚𝙗𝙮𝙣𝙖 𝘼𝙣𝙙𝙧𝙚𝙖𝙨_ Akan menceritakan kisah hidup...