44. Semua berakhir

74 12 0
                                    

Memuat 2224 kata, bacalah dengan penuh penghayatan.

"Atas tuntutan pertimbangan pelaku, maka ananda Kinara Saputri akan dijatuhi hukum pidana 10 tahun penjara!"

Ketukan palu terdengar, banyak suara kameramen mengambil gambar persidangan ini. Gilang menepuk pundak Allisya, ia tersenyum lega.

"Jangan merasa bersalah, ini salah Kinara sendiri karena menikam gue," tutur Gilang.

Allisya menghela napas berat, hari-hari yang ia lalui sungguh berat. Tampak Allisya sedang mengusap air matanya dibalik kacamata hitam, Allisya mengangguk pelan.

"Saya mau keluar," ucap Allisya tegas.

Gilang dan beberapa bodyguard sudah menyiapkan tubuh untuk menghalangi wartawan memberikan Allisya tanyaan, sisanya mereka berusaha memberikan celah agar Allisya dapat leluasa berjalan.

Mata bengkak Allisya terpejam, flash kamera tetap menusuk masuk melewati kacamata hitamnya. Allisya merasa sesak, ini pertama kalinya ia muncul depan khalayak ramai. Wartawan itu sungguh menganggu, banyak pertanyaan yang membuat Allisya tersinggung kerena itu adalah privasi. Allisya sangat membenci keramaian.

Selanjutnya Allisya melangkah menuju ruang sidang selanjutnya. Hari ini adalah sidang pertama Hadi dan Karin atas kasus pembunuhan yang mereka lakukan. Lagi dan lagi Allisya menghela napas berat, jika dipersidangan Kinara ia menjadi saksi maka sekarang ia akan menjadi penuntut umum dengan voice note dari Sesil sebagai bukti mereka bersalah, Katakan saja Allisya berdosa karena menjerumuskan orangtuanya ke dalam penjara, tetapi keadilan harus tetap diteguhkan.

Ruangan masih kosong, karena persidangan akan dimulai setengah jam lagi. Allisya tidak merasa lapas, jadi ia tidak membutuhkan waktu untuk ke kantin.

"Udah selesai?" Tanya Sesil basa-basi yang dijawab anggukan oleh Allisya.

"Kenapa lo ikut?" Tanya Allisya pada Saga yang berdiri di belakang Sesil.

"Gua mau minta maaf karena gue ikut andil dalam penyelidikan kasus lo bersama Sesil," tutur Saga pelan.

"Itu berarti lo yang mencoba melacak posisi Dayat di sekolah?" Tanya Allisya kembali mengingat ucapan Elea.

"Iya, gue mendatangi Saga untuk itu," celetuk Sesil.

Allisya menyandarkan tubuhnya, banyak hal tidak terduga mampir dalam hidupnya tahun ini. "Kenapa susah payah mengikuti gue sampai sini, padahal lo bisa sampaikan tadi waktu penerimaan raport," pungkas Allisya.

"Sesosok anak kecil meminta gue untuk datang, dia ... Adik lo, Allisya. 40 hari sudah berlalu, hari ini adalah hari terakhir dia di bumi. Enggak! seharusnya semalam arwahnya sudah per–"

"Tuhan–sangat ba–ik, Kak. Di–a mem–berikan a–ku wak–tu hingga hari i–ini."

Allisya dan Sesil telah membungkam mulutnya masing-masing, itu suara Dayat. Dayat memasuki tubuh Saga.

"Kamu, kamu baik-baik saja 'kan, Dek?" Tanya Allisya berdiri, ia menangkup wajah Saga yang menatapnya dengan tatapan berkaca-kaca.

"Aku ja–uh lebih ba–ik, kakak jang–an kha-wat–tir. Ber–bah–agialah untuk–ku, Kak. A–ku sa–yang kakak Al–lisya," ucap Dayat terbata-bata. Allisya segera memeluk tubuh Saga erat, tangisnya kembali pecah.

"Kakak juga sayang kamu, Dek ...." Bisik Allisya begitu lirih.

Tiba-tiba tubuh Saga kembali jatuh, Allisya yang masih dalam keadaan memeluknya ikut terjatuh di atas Saga. Allisya tidah bisa menahan tubuhnya. Rintihan keluar dari mulut Saga, pemuda itu memejamkan matanya seperti menahan sakit. Seperti waktu sekolah dulu, kaki Saga seolah tak bertenaga.

ADOLESCENCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang