4. Sedikit Trauma

230 70 18
                                    

Bisakah ini di rangkai menjadi kata Trauma?

Untuk hari ini Allisya sengaja datang agak kesiangan tentu saja dengan tujuan menghindari Monica dan para dayang yang selalu mengikuti Monica kemanapun perginya. Meski begitu, pembullyan kemarin Allisya mengusahakan agar tidak ambil hati, dan juga Allisya tetap saja menggunakan style yang sama seperti biasanya yaitu memakai earphone putih, jaket hitam, dan jangan lupakan kacamata anti minus yang selalu mengapit batang hidung mungilnya.

Walau pun tidak terlambat tetap saja Allisya harus berhadapan dengan anggota Osis yang menjaga gerbang ke dua untuk mengantisipasi murid yang terlambat. Allisya menghela nafas lega karena tidak melihat ketua Osis menjengkelkan yang beberapa hari ini menghentikan proses kerja otaknya secara stabil.

"Pagi kak," Sapa Allisya tersenyum ramah ketika melewati gerbang.

Langkah Allisya terhenti melihat Andra berjalan ke arahnya dengan pandangan yang terus menelusuri tiap sudut. Sebelum Andra melihatnya, Allisya dengan cepat berbalik arah memasuki toilet, di dalam toilet dia terus saja merapalkan doa agar hidupnya lebih aman di sekolah setelah tidak berurusan lagi dengan Andra.

Namun, sialnya. Allisya hanya berdoa untuk tidak bertemu Andra lagi dan melupakan Monica yang sedang menatapnya di pantulan cermin.

"Wah, mangsa masuk kandang lawan ternyata," kekeh Monica.

Allisya mematung di tempat, padahal baju yang dipakai hari ini adalah seragam baru. Masa iya harus kotor lagi. Allisya menghela nafas pelan untuk menetralkan degup jantungnya, bukannya takut untuk melawan tapi Allisya cuma tidak ingin memperpanjang masalah.

Monica tersenyum miring mendekati Allisya yang menunduk dengan kedua tangannya menggenggam erat kedua tali tas, kacamata Allisya sedikit menurun membuat nafas Allisya sedikit sesak.

"Bagi sini uang jajan lo," Sarkas Monica mengadakan tangan.

"Tapi kak nanti aku makannya gimana?"

"Urusan lo sendiri lah, ngapain tanya-tanya gue," Sewotnya. Melihat Allisya yang menggeleng kecil membuat Monica mengeluarkan geraman emosi.

"Jadi adek kelas nurut dikit kek sama gue. Bikin susah aja, dasar cupu!" Maki Monica mengangkat kerah baju Allisya.

"Kak—" ucap Allisya tersendat.

Monica melepas cengkeramannya dengan kasar menahan diri agar tidak memukul untuk hari ini. "Ck! Makanya kalau di bilangin tinggal nurut gak usah bikin emosi pagi-pagi gini."

Allisya menyilangkan keduanya tangan di depan dada merasa tangan Monica menyusup masuk ke dalam saku bajunya untuk mengambil uang yang dia bawa.

Senyum mereka Monica sangat lebar memainkan uang yang telah berpindah tangan padanya. Bukan main, anak cupu di depannya membawa uang merah ke sekolah. Sangat luar biasa.

Monica terus saja menatap manik mata Allisya dengan lekat, senyum manis di bibirnya tidak luntur dari tadi. Satu tangan monica bertumpu pada dinding tepat di samping Allisya. Badannya sedikit ia condongkan mendekati wajah Allisya.

Jangan tanyakan bagaimana perasaan Allisya sekarang, jantungnya semakin berdegup kencang dengan tingkah Monica kali ini.

"Buah lo berisi juga ternyata," bisik Monica pelan membuat bulu kuduk Allisya meremang geli mendengar nya, Ada apa dengan Monica?

Melihat Monica telah keluar dari WC membuat Allisya menghela nafas lega, dia sudah aman sekarang. Manik mata Allisya mengelilingi seluruh sudut, dia hanya sendirian di sini. Dengan tergesa-gesa Allisya membuka pintu dan berlari dengan cepat.

Langkah Allisya sontak terhenti melihat Andra bersama dengan Saga dan Eza berdiri di depan perpustakaan. Manik mata mereka bertemu dengan seperti ini Allisya tidak dapat lari lagi. Jantung Allisya terasa tidak sehat pagi ini sedari tadi detaknya terus tidak beraturan. Allisya mencoba menetralkan raut wajahnya dan berjalan mundur secara perlahan menghindar dari Andra yang masih setia menatap Allisya tanpa kedip.

ADOLESCENCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang