Sudah 3 hari Allisya rawat inap di rumah sakit, selama itu juga Andra tidak pernah absen untuk singgah walaupun hanya sebentar.
Andra terus membujuk Allisya agar tidak bersikap dingin pada semua orang. Selama dirawat Allisya menyusah-payahkan dirinya untuk bisa makan, ganti baju, dan buang air, bersikap seolah tidak membutuhkan manusia lain untuk menemaninya.
Perubahan sikap Allisya membuat Dayat bersedih hati. Tiap detik anak imut itu terlihat murung, senyum ceria hilang dari bibirnya. Lego yang ia bawa ke rumah sakit tidak berubah selama 3 hari. Makan pun tidak, Dayat ingin Allisya membujuknya sama seperti saat ia merajuk kala itu, sayangnya Allisya tidak peduli.
Dayat belum bisa menyesuaikan diri di lingkungan dewasa pada usia di bawah 10 tahun. Ia masih kecil, belum bisa memahami apa-apa. Yang Dayat tau Allisya marah ntah pada siapa. Maka dari itu Allisya selalu membentak siapapun di dekatnya.
"Kakak, temanin Dayat main lego," pinta Dayat penuh harap. Namun, Allisya masih terdiam memainkan jarinya di atas benda pipih bercasing hitam.
"Kak ...." Panggil Dayat pelan.
Allisya masih bergeming, seolah tidak mendengarkan apa-apa. Padahal earphone yang terpasang di telinganya tidak mengeluarkan dentuman musik.
"Kak Allisya masih ngambek," hela napas Dayat menyerah.
Dayat berbalik badan, mendekati Bi Ira duduk di sebelah Sesil yang tengah menatap Allisya kesal. Sesil juga ikut bingung dengan sikap Allisya, tiba-tiba berubah padahal beberapa hari lalu Allisya masuk ke kamarnya dan mengeluarkan keluh kesahnya.
"Lo sebenarnya kenapa sih, All?" Tanya Sesil jengah. Alih-alih menjawab Allisya memutar bola matanya malas seraya berdecak malas.
Sesil tak lagi dapat menahan amarah dalam dirinya, Sesil bergerak cepat dan menjambak rambut Allisya, mengeluarkan kekesalannya selama ini, tidak peduli dengan kondisi Allisya saat ini.
Allisya menepis tangan Sesil penuh dendam, matanya menatap Sesil tajam, "apa lo bisa di percaya?" Tanya Allisya tersenyum miring.
Sesil membuka mulutnya lebar-lebar, setelah sadar barulah ia menutup dengan kedua tangannya.
"Wah ... Lo curiga sama gue!! Wahh... Parah, hahaha otak lo geser pasti," ucap Sesil geli bercampur kesal dan tidak percaya.
Allisya kembali menutup mulut, dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mempercayai orang sekitar. Allisya akan berhati-hati mulai sekarang.
"Keluar!!"
"Hah?!" Beo Sesil.
Allisya tak lagi menjawab karena yakin bahwa Sesil mendengar jelas apa yang ia ucapkan.
"Kak ...." Cicit Dayat.
Sesil menarik juga mencengkeram kuat bahu Allisya agar Allisya dapat menatap ke arahnya.
"Selama ini gue emang lo kenal sebagai cewek tanpa kekerasan, tapi sepertinya lo bangunkan sisi lain dari gue," sungut Sesil semakin menekan dalam bahu Allisya, membuat sang empunya menahan ringisannya.
Dengan kasar Allisya menepis keras tangan Sesil, sorot matanya semakin tajam seolah siap memangsa siapapun di dekatnya.
"Kalian atau gue yang keluar!!" Teriak Allisya penuh amarah.
Bi Ira segera menarik tangan Sesil dan Dayat untuk keluar. Allisya jika sedang marah akan menghancurkan apapun, karena melihat sesuatu pecah akibat ulahnya akan membuat Allisya tenang.
Selepas semuanya pergi Allisya mengambil napas panjang, Allisya memejamkan matanya mencari pikiran hebat agar tidak memikirkan kejadian barusan.
Hati dan pikiran Allisya memang bertolak belakang. Namun, kelicikan otak Allisya menyatukan mereka. Allisya akan bersikap biasa selama orang itu tidak menganggu, tetapi jangan salahkan Allisya yang akan melawan jika di bantah. Ingat satu hal, Allisya akan berhati-hati, meski ada kata mustahil sebagai penjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADOLESCENCE [END]
Teen FictionADOLESCENCE berarti Masa Remaja. Menceritakan sebuah masalalu itu tidaklah mudah. Akan lebih baik jika kau mengetahui tanpa mendengarkan. Kau akan lebih mudah mengerti. Aku__ _𝘼𝙡𝙡𝙞𝙨𝙮𝙖 𝘿𝙚𝙗𝙮𝙣𝙖 𝘼𝙣𝙙𝙧𝙚𝙖𝙨_ Akan menceritakan kisah hidup...