10. Impas

122 32 28
                                    

"Pfft ... Makin ngaco lo, gue mau pulang," seru Allisya.

"Gue serius!!" Tegas Andra.

"Ndra, sebuah hubungan bukan untuk di permainkan. Perkara dalam hubungan dapat lebih besar jika di mulai dari sesuatu yang buruk." Allisya mulai terpancing, wajahnya mulai tegas menampakkan keseriusan.

"Gue mau jalin hubungan dengan lo, apa itu buruk?" Mulut Allisya tertutup rapat, Allisya tidak tau harus mengatakan apa.

"Jawab, All!!"

"Gue gak tau, tapi kayaknya kita buruk untuk satu sama lain."

Mendengar Andra menggelengkan kepalanya tidak setuju dengan pemikiran Allisya.

"Lo pernah dengan kata saling melengkapi?"

Wajah serius Allisya berubah menjadi malas, inilah sebabnya dia tidak suka dengan Andra, terlalu berbelit-belit.

"Lo ngebet banget sih buat jadiin gue pacar lo?" Sarkas Allisya.

Andra tertawa, akhirnya Allisya kembali lagi menjadi sosok yang ketus padanya.

"Karena gue mulai suka sama lo," jawab Andra enteng, meski ia tidak tau isi hatinya yang sebenarnya.

"Tapi gue gak suka sama lo!!" Balas Allisya menatap Andra dingin.

"Sekali lagi gue tanya, lo mau gak jadi pacar gue?" Allisya tetap diam, "iya atau iya?" Tanya Andra. Allisya melotot tidak terima padahal baru saja dia mau menjawab tidak.

"Oke gue anggap iya," putus Andra sepihak.

"Gak bisa gitu dong, Andra!! Gue kan belum–"

"Coba dulu, mungkin nanti lo bakal terbiasa," potong Andra.

Allisya menghela nafas panjang dan mengangguk kecil. Jujur dalam hatinya dia ingin merasakan bagaimana rasanya berpacaran, tapi tidak dengan seseorang yang di anggapnya sebagai musuh. Tapi, apa salahnya dengan mencoba.

Andra dapat melihat anggukan kecil Allisya. Ntah kenapa ia ingin bersorak kegirangan, namun banyak orang di sini.

"Beneran?" Andra menatap Allisya penuh binar.

"Iya!!" Jawab Allisya masih ketus.

"Oke, bentar malam lo ke rumah gue," ajak Andra.

"Hah? Gak mau!" Tolak Allisya terang-terangan.

"Gue gak mau terlambat seperti yang di bilang Andre tadi, gue takut bokap gue malah setujui kesepakatan mereka," terang Andra memberi penjelasan.

"Gue malah curiga. Lo beneran di jodohkan apa nggak? Yakali pihak cewek yang ngelamar? Ngadi-ngadi lu yah?" Tanya Allisya bertubi-tubi seraya memicingkan matanya.

"Lo mau gue telepon nyokap? Biar percaya." Allisya menggeleng, dia tidak perlu itu.

Yang di perlukannya hanya sebuah keberanian untuk bertemu dengan orang tua Andra nanti. Allisya gugup.

"Ayo, gue antar pulang," tawar Andra.

"Gak usah!!"

"Kenapa?"

"Gue masih ada urusan," alibi Allisya.

"Gue antar!!" Tegas Andra.

"Gak perlu," tolak Allisya lagi. Andra malah ikut memicingkan matanya curiga.

"Gue beneran, lo pulang duluan aja," ucap Allisya lebih lembut.

"Yaudah, ntar malam gue hubungi lo, hati-hati. Kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk hubungi gue duluan," ucap Andra mulai pasrah. Mengingat sudah berapa kali ia memaksa Allisya hari ini.

ADOLESCENCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang