28. Freeclass dan Rapat

74 14 0
                                    

"Kapan pulang?" Tanya Allisya memberikan senyum tipis.

Terdengar helaan napas dari seberang, "belum pasti, Nak. Di sini masih banyak urusan."

"Ohh ... Masih lama berarti."

"Kamu jaga diri baik-baik yah, Mama dan Papa tidak bisa ngawasin kamu tiap hari di sini."

Allisya mengangguk sebagai jawaban.

"Adek mana?"

Mendengar itu Allisya bangun dari tidurnya untuk menghampiri kamar Dayat. Pintu terbuka menampakkan Dayat sedang sibuk mengatur lego. Allisya segera mengubah arah kamera tertuju pada sang adik lalu mendekat.

"Adek sibuk benar yah, Kak? " sindir Hadi, dari Allisya membuka pintu sampai duduk di belakangnya Dayat belum menyadari kehadiran seseorang di sana. Dayat baru sadar setelah Hadi berucap.

"Papa ...!" seru girang Dayat berdiri mendekati Allisya.

"Hey kid, bagaimana sekolah kamu? " Tanya Karin.

"Sama kek biasa, Mah. Mama kalian kapan pulang, aku kangen," rengek Dayat. Allisya mengelus rambut Dayat sekali seolah mengatakan jangan berucap seperti itu.

"Kami juga kangen kalian," jawab Karin seberang sana, matanya terlihat berkaca-kaca.

"Semoga kasusnya cepat kelar jadi kita bisa kumpul lagi," seru Allisya mengambil alih kamera.

"Udah dulu, Mah. Kalian udah ngantuk pasti," sambung Allisya melihat Karin menguap, di sana sudah tengah malam dan mereka masih menyisihkan waktu untuk menelpon mereka barang sebentar.

"Tapi adek masih kangen, Kak," tolak Dayat.

"Mama capek harus istirahat," balas Allisya melirik Dayat lewat ekor mata, mau tidak mau Dayat mengangguk.

"Kami akan telepon di hari libur saja biar bisa lebih lama ngobrolnya, good night."

"Good night," ucap Allisya dan Dayat bersamaan.

"Kakak selalu halangin adek bicara lama sama Mama," rajuk Dayat.

Melihat Dayat menunduk tangan Allisya tergerak mengelus pelan. Semakin lama bahu Dayat terlihat gemetar, tetes demi tetes keluar dari mata Dayat. Garis mulai muncul di antara alisnya, tidak dapat memungkiri Allisya sama sedihnya.

"Anak cowok gak boleh nangis," terang Allisya berjongkok menyamakan tinggi mereka.

"Kalau mereka gak pulang lebih baik aku saja pergi ke sana," cetus Dayat semakin menangis tersedu-sedu. Alasan Dayat menyukai lego bukan lain ialah untuk menyibukkan diri agar pikiran jauh dari Ayah dan Ibunya.

Lihatlah masih kecil sudah dapat berpikir bijak, bagaimana dengan kalian? Sudahkah kalian memikirkan cara menyelesaikan masalah kalian dengan bijak. Setidaknya jauhilah kata depresi.

"Sama saja mereka akan sulit bekerja kalau ada kamu, mending kamu di sini," balas Allisya meremas tangan mungil Dayat.

"Tidak, aku akan pergi, aku gak akan susahin mereka, aku mau pergi kesana!!" Kekeuh Dayat, matanya mengkilap penuh ambisi.

"Dek ...." Suara Allisya terdengar meringis.

"Tenang saja, Kak, aku janji tidak akan mengganggu Papa sama Mama. Mereka senang kalau ada aku di sana." Senyum sendu terpancar di wajah Dayat.

"Setelah di sana, aku yakin mereka akan segera pulang. Aku janji Mama akan lebih sering menelpon Kakak, izinin aku pergi yahhh ... Kak Allisya kan paling baik," goda Dayat mengedipkan matanya penuh harap.

ADOLESCENCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang