11. Kemalangan

106 21 17
                                    

"Kamu di antar Papa?" Tanya Karin sekali lagi, pasalnya kemarin Allisya memberitahu kalau dia ingin di antar Hadi pagi ini, "Kapan lagi bisa seperti ini," kata Allisya semalam.

"Iya, kan aku udah bilang," jawab Allisya memberikan bedak tipis-tipis pada wajah Dayat.

"Bangunin Papa dulu sana," ucap Karin tanpa melihat Allisya, Karin lebih fokus pada dada ayam yang berada dalam panggangan.

"Kok aku?" Tanya Allisya mengerutkan keningnya.

Karin berbalik badan dan berkacak pinggang. "Mau Mama goreng?" Tanyanya mengintimidasi.

"Canda elah, Mama baperan ihh." Melihat Karin melotot membuat Allisya cekikikan, dengan cepat Allisya berlari menaiki tangga.

"All, jangan lari ntar jatoh!!" teriak Karin.

"Non Allisya memang gak ada kapok-kapoknya, Nyonya," celetuk Bu Nesa yang memang sedari tadi membantu Karin memasak.

"Betul Bu, katanya trauma tapi tetap saja suka ceroboh," ujar Karin membenarkan.

"Aku masih bisa dengar!!" Teriak Allisya dari ujung tangga.

"Cepetan bangunin papa, nanti kalian telat!!"

Allisya tidak lagi menjawab, dia kembali berlari kencang ke kamar Karin dan Hadi. Hari ini adalah harinya. Allisya sangat bahagia hari ini.

Salah satu kebiasaan Allisya saat membangunkan Ayahnya adalah dengan mengapit hidung Hadi dengan jari agar kehabisan nafas dan terbangun sendiri.

Sebenarnya cukup antimainstream, hanya saja keadaan ini cukup mendesak, 15 menit lagi jam 7 Itu berarti gerbang akan segera di tutup. Jika di hari lain, biasanya Allisya akan lebih jahil yaitu mencabut sehelai rambutnya dan menggelitik telinga dan hidung Hadi hingga terbangun.

"Papa bangun, antarin Aku ke sekolah cepat!!" Teriak Allisya melompat-lompat di atas kasur.

"Ya Allah, Allisya!! Turun gak?! Tempat tidurnya bisa roboh nanti," intrupsi Hadi dengan suara berat.

Allisya berhenti, dia turun dari tempat tidur dengan hati-hati. "5 menit Papa udah ada di bawah."

Setelah mengucapkan itu Allisya kembali ke meja makan untuk sarapan. Melihat Hadi yang sudah siap Allisya pun beranjak untuk memakai sepatu.

"Mah, kami berangkat," ucap Hadi pamit.

"Hati-hati," balas Karin mencium tangan Hadi.

Sepanjang perjalanan, Allisya dan Dayat tidak berhenti bersuara. Banyak cerita yang mereka sampaikan pada Hadi di mulai kejahilan Allisya yang suka berteriak tidak jelas saat menonton drama sampai Dayat yang poop celana pun mereka ceritakan.

Walau telinga Hadi sedikit pengan karena efek baru bangun tidur Hadi tetap merespon anak-anaknya sebaik dan seseru mungkin. Jika di luar kota inilah yang membuatnya rindu.

"Ehh, kamu masih kecil jangan suka bohong. Aku gak pernah rusak lego buatan kamu, bilang aja kamu ngode biar dibeliin yang baru 'kan? Ngaku hayoo," sahut Allisya cepat saat Dayat mulai mengadu yang tidak-tidak pada Hadi.

"Nggak, emang benar kok waktu itu kakak yang hancurin lego Dayat. Aku gak bohong, wlee." Dengan jahil Dayat memeletkan lidahnya pada Allisya.

Melihat itu Hadi segera menyentil telinga Dayat serta memberikan petuah, "Gak boleh seperti itu, apalagi dengan yang lebih tua," tegas Hadi melirik Dayat yang mengelus telinganya.

"Paham?!"

"Yes, Daddy,"  jawab Dayat menunduk bersalah.

"Kak Allisya maafin Dayat, ya. Janji deh gak ngulangin lagi," tutur Dayat penuh penyesalan.

ADOLESCENCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang