20. Bolos

94 15 1
                                    

Disinilah mereka sekarang, Warkop yang letaknya tidak jauh dari sekolah. Warkop yang menjadi saksi mereka menjalin status tanpa adanya sebuah rasa.

Tiap kali masuk atau melewati tempat ini hal itulah yang pertama terlintas di pikiran Allisya. Berbeda dengan Andra yang biasa saja, karena bisa di bilang ia selalu nongkrong di Warkop ini jadi otomatis banyak hal yang terjadi di sini.

"Mbak saya pesan Vanilla Latte." Selepas mengatakan itu Allisya beralih menatap Andra seolah bertanya apa yang Andra akan pesan.

"Hmm... Saya Mocca aja mbak," ucap Andra kemudian.

"Baik, tunggu sebentar yah."

Baru saja Allisya akan membayar pesanan mereka, tangan Andra lebih dulu maju ke depan hingga membuat sang kasir kebingungan.

"Gue yang traktir, kan gue yang ngajakin bolos."

"Gakpapa gue aja."

"Ihh gue!!"

"Yaudah bayar masing-masing," putus Andra. Ia tidak ingin lama-lama berdebat sebab masih banyak orang yang mengantri di belakang mereka.

Andra segera menarik tangan Allisya untuk duduk di meja yang kosong. Mereka sengaja tidak memesan makanan karena sudah merasa kenyang setelah ke kantin pas jam istirahat tadi.

"Hihihi~~" Andra langsung mengalihkan atensinya menatap Allisya yang juga menatapnya dengan cengiran.

Andra mengerutkan keningnya bingung, baru sesaat ia memainkan hp tiba-tiba Allisya menyengir seperti itu.

"Ternyata gini rasanya bolos bareng ketua Osis," kata Allisya menyadari arti tatapan Andra.

"Lucu ya, biasanya Osis yang memperingati murid yang bolos tapi lo malah ikut bolos bareng gue," lanjut Allisya.

Andra terkekeh membenarkan, "Kan lo juga yang ngajak." Pada akhirnya Andra ikut, itupun setelah pikir panjang.

"Btw, lo naruh curiga gak sama gue?"

"Nggak!" Tegas Andra, "karena pergerakan lo tadi gak nunjukin reaksi gugup, lo cuma mengelak," jelas Andra lagi.

"Kayak ahli pakar wajah aja lo," ucap Allisya meminum Vanilla latte pesanannya.

"Bukan gue tapi sepupu gue."

"Oalah," respon Allisya singkat dan mulai mengeluarkan handphone dari dalam tasnya.

Namun, tiba-tiba Andra mengambilnya, "apa-apaan sih, balikin!!" Allisya mengadahkan tangannya meminta.

"Temanin gue ke museum yuk, gue ada ulangan sejarah besok lusa," ajak Andra.

"Bisa-bisanya lo bolos tapi tetap belajar, salut gue," seru Allisya diiringi tepuk tangan memandang Andra takjub.

"Dari pada bolos tapi nolep gini, lebih baik tambah pengetahuan. Gimana mau gak?" Tanya Andra memasukkan hp Allisya ke saku celananya.

"Oke, tapi musti ganti baju dulu. Gue gak mau di usir karena masih pake baju sekolah."

"Iyaa, yaudah ayo gue antar pulang." Andra mulai berdiri diikuti oleh Allisya.

Tak ada omongan selama perjalanan, Andra fokus berkendara dan Allisya fokus menatap bangunan yang mereka lalui. Walau terkadang Allisya menggosok lengannya sendiri saat merasa terbakar oleh terik matahari.

Andra melihat itu lewat kaca spion,  Andra segera melajukan motornya dengan laju. Beruntung kendaraan pada saat jam sebelas tidak terlalu padat.

"Masuk!!" Ucap Allisya membuka pintu.

ADOLESCENCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang