30. Partner

71 13 0
                                    

Earphone adalah penyelamat dari omongan orang, earphone adalah segalanya bagi Allisya, mungkin jika earphone tidak ada maka Allisya tidak lagi menginjakkan kaki di tempat keramaian, atauh bisa juga Allisya hanya akan home schooling.

Beberapa orang hebat bisa mengatakan agar tidak mendengarkan perkataan heaters. Apakah mereka pernah mengalaminya hingga dengan enteng mereka mengucapkan itu? Tidak semua orang bisa tahan dengan omongan heaters. Kenyataannya terdapat 800.000 orang meninggal karena bunuh diri setiap tahun atau setiap 40 detik satu orang meninggal karena bunuh diri. Bunuh diri lebih rawan terjadi pada kelompok remaja dan dewasa

80-90 persen bunuh diri berhubungan dengan gangguan mental-emosional, terutama depresi.

Allisya mengeyit ketika melihat tas asing berada di samping kursinya. Allisya mengetahui atensi semua orang tertuju padanya maka dari itu Ia melepas earphone dan melayangkan tatapan penuh tanya.

"Pengganti Nila, siswa kelas Mipa 5 ganjil jadi di pindahkan kesini," jawab Nabila mewakili.

"Apa tidak ada tempat lain yang kosong?" Tanya Allisya sedikit tidak terima memiliki partner.

"Gak ada, soalnya bangku Nila ditarik juga ke kelas sebelah." Allisya mengangguk, mau bagaimana lagi dia bukan pemilik sekolah seperti tokoh utama pada novel kesukaannya.

Selepas menaruh tas Allisya kembali keluar kelas meninggalkan pertanyaan di otak teman sekelasnya. Upacara sebentar lagi akan dimulai, untuk berbaris terlebih dulu sepertinya tidak mungkin untuk orang seperti Allisya, topi saja ia tidak bawa keluar.

"Mungkin ke Wc," ucap Nabila tidak yakin.

"Teman-teman kata Bu Cila kita keluar sekarang ambil barisan!!" Panggil Kinara bersikap friendly menampilkan senyum manis, membuat suasana menghangat.

"Yaudah ikut gue, lo murid baru jangan sampe nyasar ke barisan kelas lain," cetus Anin membuat Kinara berdecak kesal.

"Gue tau kali, orang terpaut 3 kelas doang." Kinara membenarkan poni serta melepas bando yang dikenakannya, mengikat rambut dan memakai topi.

Allisya kini berada di UKS mengistirahatkan tubuh dan otak. Semalam ia tidak bisa tidur nyenyak, otaknya hanya di penuhi oleh Dayat, berhenti menangis pun tidak bisa. Untung matanya dapat terpejam setengah jam.

Setelah mendengar keramaian Allisya pun bangun keluar menuju kelas. Upacara telah selesai.

"Allisya!!"

"Kemaren kemana, chat gue juga gak lo bales," cetus Andra memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana.

"O–iya, gue ada problem jadi gak sempat buka chat lain," jawab Allisya.

"Masalah apa?" Tanpa jawaban, Allisya tersenyum penuh arti.

"Gue duluan," pamit Allisya meninggalkan pertanyaan bercabang di otak Andra.

Masuk ke kelas dalam keadaan bising tidak membuat bayangan Allisya akan adiknya buyar, sebagai teman kelas yang baik mereka semua terdiam memerhatikan Allisya berjalan dengan pandangan kosong. Mau bertanya pun mereka sadar diri bagaimana tanggapan Allisya nanti.

"Hai Allisya... kita satu bangku, gakpapa kan?" Jika sapaan Kinara tidak terucap maka di pastikan Allisya sudah menabrak lemari berpintu besi di depannya.

"Gakpapa kan?" Tanya Kinara sekali lagi.

Allisya menatap Kinara datar, "Lo duduk disitu karena perintah guru, gue gak bisa nolak." Kinara sedikit memajukan kursinya untuk memberi Allisya celah untuk masuk.

ADOLESCENCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang