"Masih perih?"
Chika memandang perlakuan Vito dengan tatapan yang sulit di artikan. Gadis itu melamun, entah melamunkan apa.
"Aw sakit." ringisnya ketika Vito dengan sengaja menyentuh luka Chika.
"Masih perih ternyata." ujar Vito.
Chika mendengus kesal. "Ya kalau lo pegang gitu, perih lah!"
Vito terkekeh. "Siapa suruh gue tanya malah ngelamun. Ayo ngaku lo ngelamunin apa?"
"Gak usah kepo." sinis Chika.
"Udah ah gue mau balik kelas, bisa gila gue lama-lama deketan sama lo." lanjutnya bangkit dari sofa yang tersedia di UKS.
Vito menggelengkan kepalanya melihat tingkah Chika. "Udah dibantuin bukannya makasih." cibirnya.
"Lo gak ikhlas bantuin gue?" Chika menatap galak ke arah Vito.
"Jangan galak-galak gitu dong, aku ikhlas kok sayang." balas Vito terkikik geli melihat wajah Chika yang semakin merah menahan amarah.
"Najis."
Setelah mengucapkan satu kata yang berhasil membuat hati Vito berdenyut pelan, Chika dengan tanpa merasa bersalahnya melenggang pergi begitu saja.
"Gue tau sih kalau gue banyak salahnya tapi ya gak di najisin juga kali, untung sayang." ucap Vito sambil memegang dadanya berlagak kesakitan habis dikatain oleh gadis pujaannya itu.
Muthe terkekeh melihat kelakuan Kakak kelasnya itu. "Makanya Kak kalau ngejer cewek tuh yang romantis dong, ini malah bikin kesel terus." ucapnya memberikan segelas teh hangat pada Vito.
"Di minum Kak, tadinya aku buatin untuk Kak Chika tapi orangnya udah pergi. Jadi buat Kak Vito aja daripada mubazir." lanjutnya.
Vito menghabiskan teh buatan Muthe. "Buat dia kesel tuh seru tau." ceritanya.
Muthe hanya menggelengkan kepalanya saja. "Terserah Kakak deh."
***
Chika masuk ke dalam kelas setelah selesai mengganti baju olahraganya dengan seragam batik khas SMA Negeri 48 Jakarta. Ia menampilkan jejeran gigi rapihnya saat melihat Bu Nancy guru mata pelajaran Matematika sekaligus wali kelasnya sudah berada di dalam.
"Maaf Bu, saya telat." ucapnya meminta maaf.
Bu Nancy menggelengkan kepalanya saja. "Setelah jam pelajaran selesai jangan pulang dulu, Ibu mau bicara." ucapnya.
Chika mengangguk pelan, lalu pergi ke tempat duduknya.
Sudah kena semprot Bu Pritta dan mendapat hukuman membersihkan aula sekolah selama satu minggu ke depan, kini ditambah wali kelasnya yang ingin bicara.
Mungkin bulan ini akan menjadi bulan tersialnya.
"Halaman berapa?" tanya Chika mengintip ke arah buku paket Christy yang terbuka.
"Dua lima."
.
.Kring~
Bel pulang sekolah akhirnya berbunyi, tidak seperti biasanya Chika yang selalu semangat ketika mendengar bel pulang kini tampak lesu. Ia harus membersihkan aula sekolah bersama dengan Christy, Dey, dan ketiga Kakak kelasnya itu.
"Sori ya gara-gara gue kalian jadi ikutan kena imbasnya." ucap Chika merasa bersalah pada kedua temannya.
"Santai aja kali Chik, gue emang gak suka banget sama si Gilby Gilby itu dia genitin Febian mulu." balas Dey yang memang memiliki masalah sendiri dengan Gilby.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please Be Mine [Vikuy]
Teen Fiction[WARNING!] 'Sebelum membaca ada baiknya, baca baik-baik peringatan ini.' - Karakter yang ada dalam cerita tidak sama dengan aslinya. - 100% fiksi. - Jangan samakan dengan member yang asli. - Jangan ditiru jika terdapat kata-kata kasar atau cerita ya...