Cambrigde—Amerika Serikat, seorang gadis remaja sedang duduk termenung sambil menikmati pemandangan kota. Ini bukanlah negara kelahirannya, tetapi di sinilah dia tumbuh dan berkembang. Meraih prestasi yang luar biasa, membanggakan keluarganya.
Kasih Bhatia Anfrans, itulah namanya. Nama besar keluarga ikut serta berdampingan dengan namanya. Sampai hari ini, Kasih tidak ingin dikenal sebagai anak dari keluarga besar. Kasih hanya ingin dikenal sebagai Kasih, si gadis biasa yang diusir dari rumah karena faktor kesalahpahaman.
“Kasih,” panggil seseorang membuat gadis berambut pirang itu menoleh. Secarik senyuman terbit di wajah gadis itu, saat orang yang paling dia sayangi ada di hadapannya.
Kasih berlari, dan berhambur ke dalam dekapan neneknya. Tangan Kasih terulur, memilin-milin kecil rambut panjang sang nenek yang sudah memutih. Inilah kebiasaan Kasih sejak kecil, memainkan rambut beliau.
Qena—nenek Kasih melepaskan pelukannya. Wajah Qena sudah keriput, wajar saja umurnya sudah tua. Dulu saat Qena masih remaja, Qena sangatlah cantik dan Kasih tahu itu. Kasih sering melihat-lihat foto album. Perlu tahu saja, dulu Qena menjadi idaman para kaum adam.
“Kasih, cucu kesayangan Oma udah makan?” tanya Qena mencubit-cubit pipi Kasih, membuat sang empu mengadu kesakitan. Ah, lebih tepatnya pura-pura kesakitan.
“Udah Oma,” jawab Kasih ceria. Kesedihan hati dan kesesakan ini tidak sebanding dengan kebahagiaan yang dia punya sekarang. Melupakan adalah jalan utama. Sayang sekali, melupakan tak semudah memasak mie instan.
“Kita duduk dulu,” ajak Qena menuntun cucunya ke kursi dekat balkon. Setelah Kasih duduk dengan tenang, barulah Qena ikut duduk. “Minggu lalu, daddy-mu datang ke sini dan kamu pura-pura tertidur? Bukan hanya minggu lalu tapi berkali-kali daddy-mu datang dan kamu tidak pernah berbicara. Maafkan kesalahannya, Kasih ....”
Dada Kasih sesak, suara lirih dan penuh permohonan itu membuatnya sesak. Bukan Kasih tak mau bertemu dengan ayahnya, percayalah hatinya sangat ingin berjumpa dan bersapa dengan beliau tapi—otaknya selalu mencegah.
“Oma, Kasih ...,” Kasih menggantungkan kalimatnya. Tidak kuat menahan kesesakkan di dalam dada. Ingatan bertahun-tahun lalu melintas kembali. Rasa bersalah dan kebodohannya, membuat dia ingin sekali bunuh diri.
Kasih membunuhnya.
Kasih membunuh sahabat kecilnya.
Ya, Kasih yang mendorongnya. Itu adalah fakta nyata bahwa memang benar kalau Kasih yang membunuhnya. Gadis kecil, tanpa pikiran jelas itu telah membunuh orang.
“Kasih, dengerin Oma. Jangan buat keluargamu di sana bersedih. Daddy-mu ingin membawamu pulang, kenapa kamu selalu menolak?”
Sepertinya Qena sudah lelah mengurusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain For Kasih
Teen FictionIni tentang Kasih dan hujannya. Diasingkan kemudian ditarik kembali, seperti sampah yang didaur ulang lalu dibeli kembali. Ini tentang Kasih, yang tidak sengaja membunuh sahabatnya sendiri. Masa lalu kelam membuat Kasih tidak pantas hidup bersama m...