40.Over Thinking 🌿

375 73 12
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Selamat Membaca•


Di luar dugaan Kasih, Dave—kakak sepupunya datang mengunjunginya. Selepas pulang dari kedai Kopi-Ngopi dia melihat Dave sedang berdiri di pintu mobil sambil bersandar. Berkali-kali dia mengucek matanya, memastikan bahwa yang dilihatnya itu nyata bukan sekadar ilusi belaka. Tatapan setajam elang memandang berubah tatkala menemukan sosok Kasih.

Ditolehkan kepala Kasih ke kanan lalu ke kiri kemudian berjalan mendekati Dave. Ada yang tidak beres terlihat dari tatapan Dave. Pria itu mengeluarkan handphone lalu disodorkan ke arah Kasih.

“Kakek tahu kamu sudah pulang, sebelum beliau tahu kamu ada di sini sebaiknya kamu pulang ke rumah. Kakek memiliki riwayat penyakit jantung, asal kamu tahu itu,” ujar Dave memberitahu.

Kakeknya tahu?

Di dalam handphone Dave terdapat video rekaman layar video call Dave bersama Devano—kakeknya. Sudah lama sekali Kasih tidak melihat Devano. Wajahnya sudah keriput, sebagian rambutnya juga sudah memutih. Meski Dave mengabari Kasih tentang kabar buruk, tapi saat dia melihat Devano senyumnya mengembang.

“Dave, adik sepupumu Kasih sudah pulang ke Indonesia ‘kan?” tanya Devano di dalam video itu, “rencana Kakek dan Nenekmu akan pulang ke Indonesia. Bilang pada om kamu, Biru untuk tidak terlalu menyudutkan Kasih. Kasih tidak bersalah, kita semua percaya itu. Salam Kakek untuknya ya, Dave.”

Iya Kek, nanti Dave salamin ke Kasih. Jaga kesehatan ya, Kek. Jangan lupa minum obat dan banyak-banyak istirahat.”

“Iya, Dave. Kamu juga jaga kesehatan ya. Kakek tutup teleponnya ya?”

Video terhenti sampai di sana. Betapa Kasih merindukan sosok Devano. Sewaktu kecil Devano sering memanjakannya. Teringat dulu dia pernah berada di gendongan Devano, mengambil layangan yang tersangkut di pohon bersama Aira, Gabriel dan Dave.

“Aku masih mau di sini, Kak,” cicit Kasih menyerahkan kembali handphone ke Dave.

“Dan membiarkan Kakek Devano sakit? Membiarkan Nenek sakit? Membiarkan semuanya tahu dan pada akhirnya kamu dipaksa untuk pulang? Berpikir dewasalah Kasih, jangan egois. Atau kamu takut pada Om Biru? Biar Kakak yang bicara. Andai pun Om Biru masih marah sama kamu, kamu bisa tinggal di rumah utama. Kami akan mengurusmu dengan baik di sana.”

“Tap—” Baru saja Kasih ingin membuka mulut, Dave langsung menutup mulut Kasih.
 
“Kakak datang ke sini untuk menjemputmu. Mau tidak mau, suka tidak suka Kakak akan tetap membawamu pulang. Tanpa bantahan, Kakak tidak suka dibantah!” tegas Dave. Membuka pintu mobil.

Pulang?

Sekarang?

Air mata Kasih merembes. Dave berdecak sebal, berbalik melipat kedua tangannya di depan dada. Kasih menunduk. Meremat ujung rok seragam sekolah sampai kusut. Ditangkup wajah Kasih menggunakan telapak tangannya.

Rain For KasihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang