30. Sugar Daddy🌿

525 89 9
                                    

-Selamat membaca para hujannya Kasih-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Selamat membaca
para hujannya Kasih-

🌧️

Terbangun di tempat yang sama dan posisi yang sama juga. Kasih bangkit dari posisi tidurnya. Beranjak dari kasur tebal dan empuk, meninggalkan segala kenyamanan yang telah membelenggu tubuhnya selama belasan jam. Selang infus tak ada lagi di punggung tangannya. Sejenak dia berpikir, kejadian semalam hanya mimpi. Akan tetapi melihat tempat ini kembali membuatnya tersadar, bahwa semua yang dia lalui kemarin adalah sebuah kenyataan.

Lengan Kasih ngilu ketika diangkat. Tepat pada bekas suntikan ini, terasa menyakitkan apalagi tak sengaja tersentuh benda. Kasih akui suntikan Biru kemarin tidak terasa apa-apa, tapi efeknya yang kenapa-kenapa.

Dengan langkah gontai Kasih keluar dari kamar. Celingak-celinguk mencari-cari Biru. Namun sampai beberapa langkah dia tak kunjung menemukan sosok ayahnya. Tiba-tiba suara benda terjatuh terdengar sangat keras. Dia berlari ke sumber suara. Melihat apa yang sedang terjadi.

Good morning, dear,” sapa seorang pria paruh baya. Mengenakan kaos polos biasa berwarna putih serta celana pendek cardinal berwarna hitam, tampak pas menempel di tubuh pria itu. Senyuman lebar menyapa paginya.

Kasih masih menganggap semua ini mimpi. Pagi hari, biasa dia disapa oleh neneknya di Cambridge sekarang ayahnya sendiri yang menyapanya. Pria itu menuntun Kasih duduk di kursi meja makan. Menyiapkan piring untuknya sarapan. Ekor mata Kasih tidak lepas dari aktivitas Biru. Berjalan dari pantri ke meja makan menyiapkan sarapan untuk pagi ini.

Pancake pisang, kesukaan kamu.” Biru menyodorkan piring bersisi pancake pisang yang masih hangat. Sudah jelas Biru yang membuatnya. “Kamu masih suka pancake pisang?” sambungnya bertanya, langsung dibalas anggukan oleh Kasih.

Berlanjut, Biru menuangkan susu yang baru dipanaskan ke gelas lalu menyodorkannya ke Kasih. “Makanlah,” titah Biru seraya menarik kursi, duduk berhadapan dengan putrinya.

Ini mimpi?

Ah, Kasih tidak bisa berpikir jernih. Apa dia dan Biru sudah baikan? Secepat ini? Meski terlalu cepat berdamai dengan takdir, dia tidak akan kembali ke rumahnya. Masih banyak alasan untuknya tetap berada di sini.

“Dad sudah menyiapkan kepulanganmu. Besok kamu ikut Dad pulang ke rumah,” putusnya mutlak. Mengaduk-aduk pasta di piringnya.

“Dad?”

“Kamu masih marah?”

Gadis itu menggeleng cepat lalu menjawab, “bukan. Aku enggak ada alasan buat terus marah sama Daddy, tapi ...,” Mengambil nafasnya dalam-dalam. Biru menjatuhkan garpu yang dia pegang, fokus menatap putrinya—menunggu Kasih melanjutkan ucapannya. “Tapi aku mau terus tinggal di sini sampai lulus.”

Rain For KasihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang