17. Tidak Terduga🌿

411 67 10
                                    

Lila ingin mengeluarkannya dari sekolah ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lila ingin mengeluarkannya dari sekolah ini. Mungkin jika dirinya tidak mengenal Carlien terlebih dahulu, Lila berhasil mengeluarkannya. Lega rasanya melihat lawan diam tak berkutik, tidak bisa melakukan apa pun. Selesainya makan, Carlien ingin mengajak Kasih berkunjung ke rumahnya tapi Kasih menolak.

Keadaan Selly sudah membaik berkat bantuan obat. Gadis itu tidur di tempat tidurnya dengan nyaman, saat Julia tahu Selly sedang sakit dia langsung datang dan merawat Selly dengan sangat baik memberikan selimut tebal, sup dan minuman hangat.

“Mom, dad, apa kabar? Kasih kangen kalian. Di sini, Kasih selalu berdoa semoga kalian baik-baik saja.”

***

Matahari menyorot bumi dengan sangat teriknya. Seharian Kasih mencari kerja sampingan tapi sampai saat ini Kasih tidak menemukan pekerjaan yang cocok untuknya. Jika orang menghabiskan hari libur dengan bersantai atau bersenang-senang, maka Kasih menghabiskan dengan mencari pekerjaan. Biaya hidup di sini terbilang cukup murah, begitu pula gaji setiap pekerjaannya apalagi dirinya hanya memegang ijazah SMP karena SMA belum lulus.

Kasih duduk di berbatuan depan restoran. Dia menegak sebotol air mineral sampai habis tak tersisa. Hidup di daerah yang tidak dikenali cukup membuatnya kesulitan. Uang tabungannya semakin hari semakin menipis, dia tidak bisa mengandalkan uang tabungannya saja.

“Benar, aku tidak salah orang.”

Deg!

Jantungnya berdebar kencang, suara berat itu mengingatkan Kasih pada seseorang. Takut-takut Kasih mendongak, menatap ke arah orang yang baru saja bersuara.

“Kasih Bhatia Anfrans.”

Benar dugaannya, orang ini adalah salah satu anggota keluarganya. Namun, wajahnya terlihat asing. Kasih menelan salivanya kasar, kedua tangannya bergetar hebat. “Hm ... Anda salah orang. Saya permisi.” Kasih tersenyum kikuk, dia mencoba menghindari pria itu tapi pria itu lebih dulu mencekal lengannya.

“Dugaanku jarang meleset, darah keluarga mengalir dalam tubuhmu jadi aku dengan mudahnya mengenalimu walau sudah bertahun-tahun aku tidak bertemu denganmu,” kata pria itu seraya mempererat genggaman tangannya, “ayo kita berbicara serius.” Pria itu menarik Kasih masuk ke dalam restoran, memilih kursi khusus di sana.

Jantung Kasih semakin memberontak, antara syok dan tidak percaya. Setelah sekian lama dia bertemu dengan salah satu anggota keluarganya. Davean, ya, Kasih menebaknya orang itu adalah Davean—kakak sepupunya. Pria itu menyodorkan buku menu ke arah Kasih.

“Pesanlah sesuka hatimu. Dulu dan sekarang berbeda bukan? Dulu kamu suka sekali pie pisang, apa kamu masih menyukai itu?” tanya pria itu, refleks Kasih mengangguk. Pria itu tersenyum, kepalanya mengangguk-angguk menyimpan pesanan pertama Kasih di dalam otaknya.

Rain For KasihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang