11. Dipaksa Tunangan 🌿

493 80 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


H A P P Y
R E A D I N G
.
.

Haruskah hari ini Kasih bersujud di depan Marka dan berterima kasih karena dia telah menyelamatkan Kasih dari jarum suntik. Tanpa atau adanya kehadiran Marka sebagai penolong, Kasih akan tetap bisa menghindari jarum suntik itu. Mudah saja, tinggal berbohong seperti apa yang dilakukan oleh cowok itu. Menyebalkan, cowok itu sekarang sudah besar kepala.

Kasih tidak melihat jarum suntik, apalagi disuntik. Sewaktu kecil, Kasih pernah dipaksa oleh ayahnya untuk disuntik. Dengan kebohongan serta iming-iming makanan, Kasih akhirnya menurut. Waktu itu Kasih sudah percaya, tapi hal yang tak diinginkan terjadi. Separuh jarum suntik patah, dan dokter kesulitan mengambil kembali jarum suntik itu karena Kasih selalu memberontak kesakitan. Mengingat itu, Kasih semakin ketakutan. Rasanya, sakit.

“Minum dulu. Kayaknya kamu syok banget.” Marka menyodorkan sebotol air mineral pada Kasih.
 
Kasih menoleh menatap Marka datar, kemudian mengambil air mineral yang disodorkan Marka. “Thanks.

Marka tersenyum kecil. Sedari tadi Marka menatap Kasih. Sejak pertama kali bertemu, Kasih sudah menarik perhatiannya. Wajah imut, suara kecil seperti anak kecil tapi sedikit menyeramkan, rambut berwarna pirang lurus sepinggang. Baru bertemu beberapa kali, tapi Marka nyaman berada di dekat Kasih. Entah apa alasannya.

Mungkinkah karena kecantikan Kasih? Ah, tidak, banyak gadis cantik yang menyukainya. Sehobi? Mungkin saja benar, kami suka bermain air hujan. Pendapat Marka dan Kasih tentang hujan pun sama.

“Kas?” panggil Marka.

Hm? Kenapa?”

“Kamu punya pacar?”
 
Kasih terdiam sejenak, menelan sisa air yang baru saja di minum. “Kenapa? Kamu mau jadi pacar aku?” Kasih bertanya sambil menatap Marka.
 
Sontak saja Marka tersentak mendengar pertanyaan Kasih. Apa katanya? Menjadi pacar? Memangnya Marka mau menjadi pacar Kasih?

Tentu saja!

 “Ma—“

 “Aku gak pernah pacaran dan gak mau pacaran,” potong Kasih cepat. Kali ini Marka terbungkam. Benar, menjawab dengan terburu-buru tidak akan membuahkan hasil apa pun. Lagi pula, perasaan Marka masih belum jelas. Saat ini Marka tengah amnesia, jangan sampai bertindak lancang.

“Oke gak pacaran. Kalau temen? Kamu mau jadi temen aku?” Kasih diam, tak menjawab. “Oke, berarti mau.”

“Siapa bilang?Aku gak bilang tuh,” balas Kasih nyolot, tak terima.

“Udahlah Kas, bilang aja mau. Susah-susah amat hidup kamu. Kata orang, semakin banyak temen itu semakin bagus. Ya ... walau banyak yang fake.” Marka mengaruk-garuk tengkuknya. Merasa bodoh dengan ucapannya sendiri.

Kasih tertawa. “Itu tau.”

Lagi-lagi Marka tersenyum, kala melihat Kasih tertawa. Kecil memang, tapi itu saja cukup untuk membuat harinya semakin cerah. “Kas?”

Rain For KasihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang