47. END

809 76 7
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Merayu Dave adalah pekerjaan sulit yang pernah Kasih lakukan. Selama empat hari Kasih berada di sini, kota indah dan nyaman. Empat hari ini dia gunakan untuk merawat Marka. Atas izin Dave, Kasih bisa dengan tenang menjalani hari-harinya di sini. Anggap saja, kedatangannya ke sini adalah bonus. Ya, bonus untuk terluka kembali.

Ke mana pun Kasih pergi, Dave selalu menemaninya. Terutama saat Kasih berada di rumah sakit, bersama Marka. Semenjak Aira—sepupunya—pergi dari dunia ini karena salah memilih teman, Dave jadi lebih protektif. Bahkan Dave berniat untuk mengatur batas pertemanannya. Melarang Kasih untuk bersikap terlalu baik pada orang lain kecuali keluarga sendiri. Sedih? Ya, pasti. Siapa yang tidak sedih ditinggal pergi oleh orang yang sangat dia sayangi. Bertahun-tahun dia tidak bertemu membuahkan rasa rindu yang luar biasa, sekarang dia tak lagi memiliki kesempatan bertemu. Aira sudah pergi untuk selama-lamanya. Wajar jika keluarganya terutama Biru, marah besar.

Kasih melepas segala amarahnya. Cukup, Kasih sudahi sampai di sini. Dia melepas segala beban yang menempel di pundaknya. Begitu dengan momen-momen buruk yang dia dapatkan. Selly memang sudah menyakitinya, sangat. Bagaimana tidak? Kasih sudah amat sangat percaya, ternyata Selly menusuknya dari belakang. Kesalahpahaman membuat Selly buta, maka itu Kasih memakluminya.

Hari ini adalah hari terakhirnya, menghirup udara di kota ini. Begitu berat, tapi inilah keputusannya. Meninggalkan dan melupakan momen sedih dan senang yang sudah melekat di dalam memorinya. Namun, dia tahu melupakan bukan kuasanya.

Sedari tadi Marka menggenggam tangannya erat, tak ingin kehilangan. Air mata merembes, mengaliri pipi sembabnya. Begitu menyedihkannya kondisi Marka saat ini. Memohon-mohon pada seorang gadis agar tak pergi. Sama seperti Marka yang berat kehilangan Kasih, Kasih pun juga berat kehilangan Marka. Keputusannya sudah bulat dan tak bisa diganggu gugat lagi. Dia bertekad untuk meninggalkan segala kenangan di sini berikut orang-orang yang terlibat. Bukan kemauannya untuk pergi dan melupakan segalanya, tetapi luka yang ditorehkan terlalu besar. Agar menyeimbangkan luka itu dia harus meninggalkan segalanya. Melupakan seolah-olah berada di kota ini dan kenal dengan mereka adalah mimpi buruk.

“Kas, bisa enggak kamu di sini satu hari lagi? Aku enggak ngerti, kenapa hari-hari bisa cepet banget,” pinta Marka memohon. Genggaman tangannya semakin erat.

Kasih menggeleng. “Maaf.”

“Kenapa kamu minta maaf terus, Kas? Aku yang seharusnya minta maaf sama kamu. Aku minta maaf, aku minta, aku minta maaf. Aku minta maaf sama kamu, tolong kasih aku kesempatan sekali lagi. Aku mohon ....”

“Ka, kita udah buat kesepakatan. Aku ada masih ada di sini sampai hari ini aja butuh perjuangan. Kamu tahu kan? Gimana protektifnya Kakak aku, apalagi setelah tahu kejadian buruk. Bahkan buat nafas di kota ini aja dia susah buat izinin,” ujar Kasih mencoba melepaskan genggaman Marka.

“Tapi aku udah minta maaf sama kamu dan kamu udah maafin aku. Tolong, Kas. Aku masih butuh kamu di sini.”

“Maaf, Ka. Aku harus pergi sekarang.”

“Boleh peluk?”

Kasih diam, menatap Marka bingung. Kasih sepenuhnya mengerti permintaan Marka, tapi suara Marka yang lemah itu tak mungkin kan dia menolak permintaan Marka dengan alasan ‘Marka telah menyakiti hatinya’. Marka tidak salah sepenuhnya dan dia sudah memaafkan Marka, hanya saja hatinya belum pulih. Dia melakukan ini semata-mata karena ingin meninggalkan masa lalu dan alasan lainnya adalah keluarganya. Setelah kejadian yang menimpanya, mana mungkin keluarganya mengizinkan dia berhubungan dengan orang-orang yang terlibat. Terlebih, seluruh anggota keluarganya sudah tahu.

“Kasih, aku boleh peluk?” Marka, meminta sekali lagi.

“Boleh.”

Marka memeluk Kasih erat, amat sangat erat. Dia takut kehilangan Kasih. Empat hari bersama Kasih tidak cukup untuknya. Dalam hitungan menit lagi Kasih akan pergi, dia melakukan ini untuk menahan Kasih agar ada di sini lebih lama lagi. Namun, seberapa dia bisa menahan Kasih di sini?

“Aku cinta kamu, Kas. Jangan lupain, aku.”

“Aku juga cinta kamu, Ka.”

Saling mencintai tapi tak bisa bersama.

“Jangan lupain aku ya?”

“Iya.”

Mustahil untuk melupakan Marka, si pencinta hujan. Sesuai namanya, Marka Devananta; Hujan pemberian Tuhan. Orang pertama yang berhasil masuk ke hati Kasih.

“Kasih, kita pulang sekarang!” tegas seseorang membuat Kasih melepaskan pelukannya.

“Kasih semoga kita bisa ketemu lagi. Aku yakin, kita pasti ketemu lagi. Saat kita ketemu, kita jadi orang baru dan mulai awal yang baru. Makasih udah jadi hujan buat Marka,” ucap Marka menggenggam kedua tangan Kasih.
 
“Makasih juga udah jadi hujan buat Kasih. Semoga kita ketemu lagi.”

“Cukup, waktu kamu habis Kasih. Kita pergi dari sini, selama-lamanya. Jangan harap kalian bisa ketemu lagi. Selama saya masih hidup saya enggak akan pernah biarin kalian berdua bersama,” tegas Dave.

Kemudian Dave menarik lengan Kasih, memisahkan adik sepupunya dari genggaman Marka lalu berjalan pergi. Kasih menoleh, melambai singkat melempar senyuman kecil. Sementara Marka diam, memandang kepergian Kasih dengan ekspresi sedih.

“Selamat tinggal, Marka Devananta. Semoga Tuhan mengizinkan kita bertemu lagi,” batin Kasih.

 

END


Akhirnya. Terima kasih sudah membaca cerita Rain For Kasih, sampai jumpa di ceritaku selanjutnya. Bye❤️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 19, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rain For KasihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang