20.Murahan🌿

340 62 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


-Selamat Membaca-


Kasih mengumpulkan semua kertas ulangan harian, yang beberapa hari ini dia kumpulkan. Setelah terkumpul, Kasih menempelkannya di dinding dan mencoret jumlah nilainya dengan angka nol. Kasih tersenyum bangga, dulu dia sering melihat para kakak sepupunya bersaing mati-matian untuk mendapatkan nilai sempurna. Bagi keluarganya, nilai sempurna itu kewajiban untuk diraih. Aturan dan sikap juga dijunjung tinggi, terutama keadilan. Siapa pun akan bangga hidup di lingkup keluarga terpandang seperti keluarganya. Namun itu semua tidak cocok untuk pembunuh sepertinya. Mimpi buruk kerap kali muncul, membuatnya semakin terpuruk dan teringat akan kejadian itu.

Perfect,” puji Kasih, mencoret nilai terakhir, “Kasih bukan dari keluarga besar itu. Kasih gak pantes punya darah mereka.”

Kasih melempar spidol merah itu ke sembarang arah kemudian berjalan ke arah kasurnya. Dia duduk memeluk kedua lututnya erat. “Apa yang Kasih bisa buat? Bakar kartu keluarga pun gak akan ada gunanya. Kenapa Kasih punya darah kalian? Kasih gak pantes ....” Air matanya mengalir dengan sangat deras, dia semakin mengeratkan pelukannya.

Handphone Kasih berdering, satu kali Kasih membiarkannya saja dan kedua kalinya baru Kasih mengangkatnya. Siapa lagi yang sibuk meneleponnya kalau bukan Marka.
 
“Halo?”

“Kas, kamu ...? Suara kamu? Kamu habis nangis?” tanya Marka khawatir, “Kamu di kost-an ‘kan? Aku jemput sekarang ya? Kita pergi ke mana dulu kek, hibur kamu.”

“Gak usah. Aku sibuk, maaf ya, Ka. Aku juga gak bisa dateng ke acara ultah ibunya Lila.”

“Kok gitu? Kamu udah janji, kalau kamu gak dateng aku juga gak bakal dateng. Bodo amat.”

“Yaudah, bodo amat. Toh aku juga gak bakal peduli kamu dateng atau enggak.”

“Kas?”

“Apa?!” jawab Kasih sedikit ketus.

“Aku udah otw ke kost kamu, nih. Kali ini naik mobil, aku mau jemput bidadari soalnya.”

Kasih mengusap wajahnya gusar. “Marka! Kamu, bener-bener, gila ya?”

“Bukan aku, tapi kamu. Udah, aku nanti kecelakaan. Mau kamu tanggung jawab?! Kiss dari jauh dong, biar romantis.”
 
Tut

Kasih memutuskan sambungan panggilannya.

***

 
Marka ingin membawa Kasih ke acara pesta ulang tahun ibunya Lila. Dia ingin menunjukkan kalau Kasih adalah kekasihnya, bukan Lila. Sebelum pergi ke rumah Lila, Marka mengajak Kasih ke suatu tempat. Tempat yang bisa membuat Kasih tenang. Sejak masuk ke dalam mobilnya sampai sekarang, Kasih terlihat murung. Kemurungan Kasihlah yang membuatnya bisa sesesak ini.

Rain For KasihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang